O9. Sebelum Mudik

3.1K 361 57
                                    

HALOOO. Sebelumnya, mohon maaf lahir dan batin ya teman-teman.

Mohon maaf atas kesalahan aku entah yang aku sengaja atau tidak sengaja.Semoga kita semua sehat selalu.

Ada yang kangen cerita ini???

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YAA




***

Sebagai pengamat tiap huru-hara dan topik up to date kampus, tentu ada banyak hal yang rasanya ingin Aufal komentari.

"Di kampus tercinta ini tenang banget, ya? Nggak ada yang mau demo gitu ke rektorat tentang keputusan akhir-akhir ini. Mulai dari cashless yang ngerugiin ibu-ibu kantin, terus kok ada juga semester antara yang bayarnya 120ribu/sks, terus bisa buka kelas kalau udah ada 15an mahasiswa yang masuk. Ini nggak ada info demo apa, ya?"

Semua orang yang masih kelelahan karena baru selesai bersih-bersih kamar dan kosan sebelum mudik mengehela napas mendengar pertanyaan Aufal, terlebih lagi bulan puasa begini sudah makin lemas rasanya.

"Kebijakan minimal 15 mahasiswa itu udah dari dulu, Pal. Masa dosen waktu liburan disuruh ngajar 1 sampai 3 mahasiswa doang? Ya mending dikumpulin sampai 15 baru buka," jelas Marvin.

"Nggak usah demo, Bang, tapi dikritisi, buat ruang diskusi sama pihak rektorat. Diskusi secara baik dan intelek, gitu aja sih," saran Celo.

"Itu nggak berlaku buat Opal yang cinta keributan, Cel!" sergah Ian.

Aufal yang kesal dibilang suka keributan lantas memukul bahu pemuda itu.

Ian tak peduli, masih fokus dengan kartun larva yang sedang ia tonton di layar televisi. Jiro si pemerhati begitu ragu, tentang apa yang ada di layar tersebut. Lalu, pemuda itu mencoba melontarkan sebuah pertanyaan.

 Lalu, pemuda itu mencoba melontarkan sebuah pertanyaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, beneran mau nanya. Sebenernya siput yang di larva itu mulutnya yang mana, sih?"

"Nyesel gue nonton larva malah ada yang nambahin beban pikiran," sesal Ian. "Hapus pertanyaan lo atau nggak gue kasih thr."

"Ya biar terpecahkan pertanyaannya, Bang," kata Jiro. "Barangkali semua orang juga penasaran mulutnya itu di mana. Iya kan, Bang?"

"Nggak, Ji. Lo doang."

Jiro hanya tersenyum paksa menerima takdir tiada yang berpihak padanya.

Si paling sabar Marvin, akhirnya mengambil peran untuk menjelaskan. "Yang monyong itu mulutnya, Ji," kata Marvin, lalu mengalihkan pandang pada Ian. "Iya, kan? Lo inget nggak yang pas episode dia makan lemon?"

Ian terlihat berpikir sejenak. "Gue lupa, pokoknya dia makan lemon terus ilernya ke mana-mana."

Jiro membayangkan. Jika dipikir-pikir, mulut yang di atas lebih baik, daripada membayangkan mulut makhluk tersebut adalah yang bawah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kosan Nomor 7 | NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang