Bab 13

2.2K 319 24
                                    

"Permisi" Alen menatap pintu rumah Kevano dengan datar. Disampingnya Nethano terus tersenyum, menunggu pintu dibukakan dengan sabar.

Tok

Tok

Tok

"Permisi" Lagi. Alen kembali mengetuk pintu untuk kesekian kalinya.

Tak mendengar jawaban, Nethano cemberut. Dia lantas maju dan mengetuk pintunya dengan brutal.

Tok

Tok

Tok

Tok

Tok

Tok

"PERMISI!! BUNDA!! VANO!! OM FIAN!! HALO!! INI ANO SAMA ALEN MAU BERTAMU!! BUKA DONG PINTUNYA!!"

Tidak ada jawaban. Membuat Nethano menatap  Alen dengan mata berkaca-kaca. "Ugh.. Abang cape~"

Alen hanya terkekeh kecil. "Pulang dulu yuk? nanti malem kesini lagi"

Nethano menggeleng tegas. Air mata yang keluar lewat ujung matanya, ia hapus dengan kasar.

Matanya menyipit, menatap tegas pintu didepannya. Mengambil nafas, lalu berteriak kembali dengan lebih keras.

"PERMISI PAKET!!"

Krek

Mendengar engsel berputar, Nethano berancang-ancang.

Cklek

"BAAAAAAAA!!"

"ARGHHHHHHHHHHHH SETAN!!"

Bugh

Nethano menatap Alen polos. "Maaf.. lagian nggak dibuka-buka. Giliran teriak kaya tukang paket aja langsung gercep Vano nya. Abang kesel, jadi kagetin aja deh" penjelasan Nethano membuat Alen menghela nafas panjang.

Bergerak, lalu mengangkat Vano yang pingsan didepan pintu.

Alen membawa Vano ke arah kamarnya. Membaringkan Vano, lalu menyentuh dahinya. "Masih demam" gumamnya.

"Abang, ambilin baskom gih, jangan lupa diisi sama air dingin ya? sama kain lap juga. Badan Vano masih sedikit panas, harus dikompres"

Mendengar perintah Alen, Nethano segera bergerak pergi. Dia masih merasa bersalah karna mengejutkan Vano sambil memasang wajah menyeramkan tadi. Hingga akhirnya Vano pingsan karnanya.

"Ugh.." Vano membuka mata. Netranya menatap keberadaan sahabatnya. Membuatnya segera beranjak duduk.

"A-alen?"

Alen berdehem.

Mengingat sesuatu, Vano dengan pipi memerah menatap Alen. Tatapan itu antara gugup dan malu yang menjadi satu. "M-maaf ya.. tadi Vano lagi BAB. Jadi lama buka pintunya" ucapan Vano membuat Alen menahan tawa.

Dia dengan gemas mengusap kepala sahabat kecilnya. "Nggak papa kok. Maaf juga, tadi pasti kaget ya?"

Mendengar nada lembut Alen, mata Vano berkaca-kaca. Vano ingat, nada lembut yang sekarang ia dengar adalah khas Alendra, pemuda lembut yang selalu bersamanya beberapa tahun terakhir. Bukan Alendra yang ada belakangan ini.

Mereka berbeda. Dan Vano sadar itu.

Dari sikap yang dulunya begitu lemah dan tidak bisa tenang, menjadi begitu dingin dan berani, sudah cukup membuktikan mereka adalah dua orang yang berbeda.

Ditambah rasa nyaman yang berganti menjadi rasa aman yang dulunya Alendra bahkan tidak bisa memberi, Vano kini bisa merasakan.

Walau bodoh, sebagai seseorang yang begitu teliti dengan perubahan, Vano menyadari semuanya. Kekurangan karakternya yang gampang melupakan apapun yang ingin dia tanyakan pun sedikit merugikan.

Alandra to Alendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang