Bab 7

2.4K 326 17
                                    

Pagi harinya, Alen langsung membuka artikel sesaat bangun dari tidurnya. Dia penasaran apakah media mengetahui atau tidak masalah Danendra yang semua data perusahaan pentingnya sudah diambil olehnya, dan mengakibatkan banyak sahamnya menurun karna saingan yang sudah sukses mengambil semua data yang harusnya itu milik Danendra.

Namun ternyata hasilnya nihil. Tidak ada artikel tentang Danendra yang mana membuat Alen menyerngitkan kening heran.

Tidak, harusnya kekayaan Danendra minimal menurun 40% karna perbuatannya kemarin. Tapi kenapa tidak ada satu media pun yang mengetahui?

Apa karna pihak yang berdiri dibelakang Danendra? ada 7 marga keluarga kaya yang begitu sukses dinegaranya, dan semuanya begitu mendukung Danendra secara penuh.

Alendra jelas sudah bisa menebak siapa saja 7 marga keluarga itu. Mereka pasti adalah masing-masing orang tua bencana, yang digadang-gadang adalah sahabat baik.

Tapi tenang saja. Ada saatnya giliran mereka jika setelah ini mereka masih kekeuh mengejar Nethano. Setelahnya siapa yang akan dijadikan pilar jika semuanya ambruk bersamaan? rasanya tidak ada.

Namun jika mereka mengemis dan bersujud dibawah kaki Nethano untuk meminta maaf, bisa Alen pikiran lagi?

Sedikit berlebihan memang. Tapi itulah cara agar mereka berhenti menjadi penjahat bahkan diumurnya yang masih dibawah umur karna kurangnya larangan. Mereka dibebaskan melakukan apapun karna kekayaan dan kekuasaan keluarga, hingga jika terjadi masalah, cara penyelesaian akan selalu datang dan akhirnya hilang begitu saja.

Dari pihak kasta bawah yang menjadi korban, bisa apa setelah itu? mereka tidak bisa membuka hak suara mereka karna dunia tidak memihak.

Dan alasan itulah yang membuat Alen geram pada orang-orang sampah seperti mereka. Rasanya dipermalukan sedikit, mereka pasti akan gila. Tentu saja orang kaya memiliki ego yang tinggi, jika digores seperti perumpamaan tadi, apa kalian yakin mereka tidak akan gila?

Mustahil.

"Adek!! ayo sekolah~" Nethano datang dengan semangat. Namun binar takut, tak bisa sembunyikan. Wajar saja, dikelasnya, dia duduk bersama Langit. Dibelakangnya ada Petir dan Semesta. Didepannya Guntur dan Topan. Ditambah Bumi yang duduk disampingnya.

Siapa yang tidak takut? ditambah 6 orang itu berniat jahat padanya secara terang-terangan.

"Hari ini libur dulu, ya? Alen mau nyari rumah buat kita" kata Alen sambil tersenyum. Bibir yang terluka kemarin sudah sedikit samar sekarang.

Ucapkan terimakasih pada Nethano yang dengan telaten mengobati luka Alendra.

"Adek punya uangnya?" Tanya Nethano sambil mengerjap heran.

"Punya. Kalo nggak punya ngapain cari rumah? heh" Kata Alen sambil tertawa kecil.

Nethano mendengus kecil. "Iya iya. Adek bisnis, udah punya banyak uang. Jadi ayo deh kita cari rumah"

Alen mengangguk. Lalu matanya melihat baju yang dikenakan oleh Abangnya. "Ganti baju dulu, gih. Jangan pake seragam"

Namun Nethano tetap diam ditempatnya. Membuat Alen lantas menyerngit bingung. "Kenapa?"

"A-abang kan nggak ada baju. Semuanya lagi dicuci dek... tuh liat" Nethano dengan gugup menunjuk gantungan baju tempatnya menggantung baju-baju yang telah dicucinya.

Nethano memang memiliki kebiasaan mencuci baju saat pagi hari sebelum berangkat sekolah. Jadi ketika dia berganti seragam, baju yang digunakannya semalam sudah dia cuci juga.

Alen menghela nafas pelan. "Ya udah, Abang pake pakaian Alen aja" katanya.

Nethano menggeleng keras. "No! baju adek itu besar-besar semua! Abang nggak mau pake baju adek. Nanti Abang jadi kecil kalo pake" seru Nethano

Alandra to Alendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang