04

17 4 10
                                    

Terkadang, sebuah kejelasan tidak selalu memerlukan kata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terkadang, sebuah kejelasan tidak selalu memerlukan kata-kata. Terlebih kejelasan tentang makna setiap kejadian dalam hidup.

🂱     🂱      🂱      🂱


Jika saja bisa, Auvreya sudah melarikan diri. Sejak Steve membisikkan kalimat tentang memainkan sandiwara dengan suara rendahnya, rasanya tak akan mampu menatap wajah pria itu. Sialnya, mereka harus bertemu empat mata senja ini.

Di dekat pohon Wisteria ungu, Auvreya duduk resah di atas rumput menanti kehadiran Steve. Hal penting apa yang ingin pria itu bicarakan? Mungkinkah tentang ide sandiwara gila yang ada di kepalanya? Semoga saja bukan. Semoga, tidak ada kegilaan baru yang muncul setelah ini dan Steve segera kembali ke tempat asalnya.

Untuk sesaat, penyesalan merayapi diri Auvreya. Mengapa ia menurut begitu saja? Bisa saja Steve hanya bermain-main. Buktinya, sampai sekarang batang hidung pria itu belum juga terlihat. Namun, ketika akhirnya ia beranjak karena lelah menunggu, tampaklah Steve berjalan dengan langkah lebar setengah berlari menghampirinya.

"Maaf, aku sedikit terlambat. Ayahmu—aku tadi sedang terlibat perbincangan alot dengan ayahmu. Luar biasa, beliau sangat ahli berdebat. Topik kecil seperti abad berapa dan dari negara mana pedang pertama kali diciptakan pun, beliau ingin membahas tuntas."

Semua kekesalan yang pada awalnya sudah siap disemburkan mendadak menghilang begitu saja. Steve terlihat lelah karena berlari terburu-buru. Entah mengapa, sikap kecil ini menunjukkan kesan sepertinya ia telah berusaha tepat waktu. Sikap yang patut dihargai.

"Tidak apa-apa."

Steve mengerjap, menunjukkan ekspresi terkejut yang tersembunyi di balik ekspresi datar andalan, seakan-akan baru pertama kali mendengar suaranya.

Akibatnya, Auvreya memasang wajah galak. "Apa?"

"Tidak, aku hanya ... sedikit terkejut. Ternyata kau bisa bersikap lembut padaku. Kukira, kau akan langsung marah-marah."

Wah. Ini penghinaan atau pujian?

Tiba-tiba merasa jengah, Auvreya berdeham lembut, kemudian menatap wajah Steve—tepatnya pada ujung hidung mancungnya.

"Jadi, Tuan Tamu. Apa yang ingin kau katakan? Kuharap bukan omong kosong tentang sandiwara lagi? Karena aku tidak akan sudi."

"Sayangnya, kurang lebih itulah yang ingin aku bicarakan."

"Baiklah. Permisi. Terima kasih sudah membuatku membuang-buang waktu."

House Of CardsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang