Gabriel terus memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Tubuhnya tegap dan tinggi. Surai keperakannya melambai-lambai di udara. Dan saat kakinya menyentuh tanah seolah percikan api muncul secara tiba-tiba dari dalam bumi.
Kuda pilihan yang hampir setua dirinya. Hewan pertama yang dipasangkan dan diikat dengan dirinya. Soren-Cahaya malam-begitu Gabriel memanggilnya.
"Tuan, tolong lihat bangunan itu." Pelayan pribadinya menunjukkan jarinya lurus ke depan.
Gabriel menghentikan laju kudanya. Matanya menatap bangunan di hadapannya. Jaraknya sekitar 2 setengah league dari tempatnya saat ini.
Pagar batu mengelilingi tempat itu. Tinggi menjulang dengan ketebalan yang kokoh. Dua menara menyembul setiap 500 meter. Mengelilingi pagar batu bagai taring yang mencuat dari dalam mulut naga.
Di bawah sinar rembulan, sosoknya tampak seperti mahkota raksasa. Dengan menara tunggal raksasa di tengahnya. Menara yang paling megah dan kokoh. Dilihat sekilas pun, Gabriel yakin itu adalah bangunan utama.
1 league dari bangunan utama, bangunan lain timbul membentuk semacam formasi aneh. Itu pasti posko pertahanan milik mereka. Dia terdiam, menetapkan hatinya. Lalu, bagai kilatan cahaya Soren memacu langkahnya.
Gerbang utama kerajaan itu terbuka ketika mereka melintas. Pasukan yang berangkat sebelum mereka sepertinya melakukan tugas dengan baik.
Saat matanya sedang menyisir keadaan, dalam kegelapan tampak jubah kelabu berkibar.
"Kau lama sekali. Bagian sulitnya sudah kutangani, yang paling mudah yang akan menunggumu."
Seorang penunggang mendekat, topi bajanya penyok. Zirah dan jubahnya dipenuhi darah, tapi tak terlihat bekas luka di tubuhnya.
Gabriel menatap sekelilingnya. "Apa yang sedang terjadi? Mereka menghias seluruh kota."
Gabriel tersenyum getir pada kenyataan betapa indah kota itu telah dihias. Tak mungkin sesuatu tidak terjadi. Dan dia sangat menyayangkan hal itu.
"Sebuah pernikahan sedang dilangsungkan." Uriel menjawab datar pertanyaannya.
"Pernikahan?" Mata zamrudnya terbuka. Memandang dingin sekitarnya.
Rangkaian mawar merah tersebar acak, harumnya bercampur dengan amis darah. Panji-panji berkibar lusuh, sebagian bahkan tak terlihat lagi bentuknya. Rumah-rumah dan bangunan di tempat itu hancur berantakan.
"Benar, tapi itu tidak penting. Yang seperti ini sudah biasa terjadi, dan aku yakin kau lebih memahaminya" Gadis itu menjawab dengan dingin, seolah pembantaian seperti ini bukan hal penting.
Gabriel menahan amarahnya, matanya berkilat tajam. "Benar, apa pun yang terjadi." ucapnya datar.
"Jadi, tugasku selesai. Aku ingin bersantai dan kembali lebih awal jika bisa. Hei, berikan izinmu... Aku ingin pulang."
Gabriel terdiam, ia menahan napas. Dilihatnya kembali keadaan di sekitarnya. Lalu, tanpa pikir panjang ia menjawab keinginan gadis itu.
"Sesuai kesepakatan, aku mengizinkanmu kembali lebih awal dari yang seharusnya.""Terima kasih, Michael mencintaimu." Ia meletakkan tangannya di bibir, melempar kecupan dari jauh untuk pria itu. Sebelum memutar kudanya dan menghilang dalam kegelapan hutan di belakang sana.
Di sepanjang jalan, mayat-mayat bergelimpangan. Dalam kondisi tubuh lengkap atau sebaliknya. Tapi semuanya terendam dalam genangan darah dan lumpur. Tak ada satu pun yang tersisa.
Tiba-tiba terdengar bunyi lonceng yang menggema sampai ke tempatnya. Tiga kali gaungan, dan setelahnya tak ada lagi. Gabriel mengatupkan bibirnya rapat. Ia yakin itu adalah pertanda dimulainya upacara pernikahan. Karena selang 30 menit dari gaung yang pertama, lonceng kembali dibunyikan. Tiga kali gaungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Demonic Angel; Fate Under The Faith (Hiatus)
FantasySistem pemerintahan abadi yang telah membayangi Lunan selama ini mulai mendapat banyak kecaman. Banyak penguasa dan pemimpin yang merasa dirugikan oleh Tuhan palsu tersebut. Layaknya sebuah kultus raksasa, mereka memutar balikkan kenyataan. Memupuk...