DEMISIEN 10

173 98 3
                                    

Happy reading 💐


Setelah puas menghajar Ayahnya, Demian kembali ke dalam toilet untuk menghampiri ibunya Damini. Ia memapa tubuh Damini menuju kasur.

"Bunda gapapa kan? Ada yang luka gak Bunda?" tanya Demian memeriksa kondisi ibunya dengan ekspresi khawatir.

"Ck!" Vargan berdecak sambil memutar bola matanya.

Pria kepala empat itu perlahan-lahan bangkit setelah di hajar habis-habisan oleh Demian. Ia menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Lalu menatap Demian dengan senyuman puas.

"Aku menyiksanya seperti itu karena ulahmu ... Kau suka sekali membangkang bukan?"

"Itulah hasil dari sifat pembangkang mu!"

Mendengar kalimat itu, seketika emosi Demian kembali menjalar dalam nadinya. Urat-urat tangannya mulai terbentuk.

Dengan sengit, mata Demian melirik Vargan dengan tatapan tajam. Bukan rauk wajah bersalah yang ia lihat dari wajah Vargan, ia malah melihat senyuman miring dan rauk wajah puas yang di tunjukkan ayahnya itu.

Melihat itu Demian tak tahan lagi untuk mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali menghajar pria itu, namun Damini segera menahan tangan Demian.

"Jangan Nak," ucap Damini sembari menggelengkan kepalanya.

Karena permohonan ibunya, Demian kembali bersabar, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali. Setelah itu ia kembali menatap Vargan.

"Sebelum gue murka. Mending lo keluar dari kamar gue!" peringat Demian sambil menunjuk pintu keluar.

Vargan masih belum bergerak, pria itu tertawa kecil melihat sifat labil putranya.

"Ngapain lo nyinyir kek gitu! KELUAR!" usir Demian melampiaskan kekesalannya dengan cara berteriak.

Namun, Vargan masih tak bergerak dan malah tersenyum miring. Melihat itu, Demian tak bisa menahan lagi.

Ia berjalan cepat menghampiri Vargan lalu menariknya keluar. "PERGI LO DARI SINI BAJINGAN!"

DOR!

Demian membanting pintu, sepenuhnya menghilangkan Vargan dari pandangannya. Setelah berhasil mengusir Vargan, Demian kembali menghampiri ibunya.

Dengan lembut Demian menyentuh pipi keriput wanita di depannya.

"Bunda gapapa kan?" tanya Demian dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Hatinya sedih melihat penampilan ibunya sekarang, kulit yang dulunya tak sekeriput ini kini kembali di hiasi luka lebam dan luka sayatan kecil akibat kaca, apalagi wajah ibunya sudah mulai memucat.

Ia bisa melihat bagaimana bibir ibunya bergetar menahan kedinginan akibat di siksa dalam toilet dengan air.

"Bunda kedinginan?" tanya Demian lalu di jawab dengan anggukan oleh ibunya.

Jawaban lemas dari ibunya semakin membuat Demian menangis, air matanya sudah tak terbendung lagi, dengan hangat Demian memeluk tubuh ibunya erat.

DEMISIEN (Demian & Sienna) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang