DEMISIEN 36

59 8 0
                                    


💐 Happy reading 💐

Saat malam tiba, Demian masih terlihat khawatir memikirkan keselamatan Sienna. Ia yang tengah duduk di kasur nampak bingung harus membagi rasa khawatirnya ini kepada siapa. Jika ia menelpon Venus jelas pria itu akan menolak karena harus menemani pacarnya, kalau Mars jangan tanya, pria itu kalau tidur mirip kebo yang susah sekali di bangunkan.

Di tengah kebingungannya itu, Demian tiba-tiba menatap foto yang terletak di atas meja yang berada di samping kasurnya. Foto keluarga kecil beranggotakan empat orang.

Melihat itu Demian langsung mengingat ibunya Damini, dengan senyuman manis Demian pun segera menelpon wanita itu untuk membagi cerita dengannya.

"Halo, Bunda."

"I–iya halo, Nak."

Demian mengerutkan keningnya tatkala mendengar suara ibunya begitu serak seperti orang yang habis menangis. "Bunda kenapa? Bunda lagi nangis ya?"

"Enggak kok, Nak. Bunda gak nangis," bantah Damini sembari mengelap air matanya.

Walaupun Demian tak melihat jelas apa yang terjadi pada ibunya, ia masih bisa mendengar melalui suara ibunya jika sekarang beliau tengah menahan suara tangisannya.

"Bunda jangan sembunyiin sesuatu sama Demian, Bunda. Ada apa? Apa pria itu siksa Bunda lagi?"

"Enggak, Nak. Ayah kamu gak siksa Bunda, kamu salah paham sayang, bunda gak nangis kok."

Demian menggelengkan kepalanya. "Demian gak percaya, pokoknya Bunda tunggu di situ, sebentar lagi Demian bakal datang."

Tit!

Tanpa menunggu jawaban Ibunya, Demian langsung mematikan telponnya lalu mengambil jaket hitam kebanggaan nya di atas sofa dan segera pergi menuju rumahnya.

Beberapa menit kemudian, Demian pun sampai di depan gerbang. Untungnya masih ada Pak Salim yang tengah berjaga di ruangan satpam. Saat Pak Salim melihat Demian, ia segera membukakan pintu gerbang.

"Pak Salim, apa terjadi sesuatu sama Bunda?" tanya Demian sekedar ingin memastikan.

Pak Salim dengan wajah sedikit cemas pun hanya mengangguk. "Kemarin malam Nyonya pulangnya telat dan terjadi pertengkaran, dan tadi juga sempat terjadi pertengkaran, tapi saya juga tidak tau apa yang sedang Tuan dan Nyonya pertengkaran kan, Den," jelas Pak Salim lalu menundukkan kepalanya.

"Jadi gitu," ucap Demian merespon penjelasan Pak Salim. "Yasudah kalau begitu saya masuk dulu, tolong jangan beritahu siapapun kalau saya datang ke sini ya, Pak."

"Baik, Den."

Demian mengangguk sekali sambil tersenyum pada Pak Salim, hingga akhirnya ia pun pergi menemui ibunya.

"Pasti sekarang Bunda lagi ada di kamar," gumam Demian sembari berjalan mengendap-endap agar tak di ketahui ayahnya.

Namun, baru saja sampai di depan tangga. Langkah Demian langsung terhenti saat melihat Vargan keluar dari ruang kerja dan berjalan menuju lantai bawa. Cepat-cepat Demian langsung bersembunyi di belakang tangga.

"Besok pagi siapkan berkas ku, aku akan mengadakan meeting dengan perusahaan FarmaVVC," ucap Vargan berbicara di telpon sembari menuruni tangga.

"Satu lagi, jangan lupa kirimkan berkas laporan kemarin,"

Setelah selesai menelpon sektretaris nya Vargan langsung mematikan telpon, ia berjalan menuju Sofa ruang tengah, lalu duduk dan memainkan laptopnya. 

"Bi, buatkan saya kopi," perintah Vargan di sela aktivitasnya di depan laptop.

DEMISIEN (Demian & Sienna) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang