1

1.9K 123 6
                                    

Bisa banget baca part ini sambil dengerin lagu yang aku cantumin di atas. Please, enjoy!

Vote & komen juga, ya!

***

"Pria sebaik Thunder, mana mungkin melakukan ini padaku?"

Aku terus mengulang perkataan itu berkali-kali dalam benak. Entah sejak kapan semua menjadi seperti ini, yang jelas, mantra itu tak lagi mempan saat kenyataan jauh lebih mengerikan menamparku sangat keras.

"Thunder, kau ... tidak mungkin membunuh Papa dan kakakku, 'kan? Kematian mereka, itu kecelakaan, bukan? Aku tahu, Thunder tidak akan melakukan hal seperti itu."

Keyakinan kokoh yang selama ini kugenggam roboh saat Thunder menyeringai.

"Menurutmu, apakah aku tidak berani melakukannya?"

Aku menggeleng pelan, masih berusaha tersenyum karena berpikir dia bercanda meski itu kelewatan. "Thunder, kecelakaan itu terlalu besar. Informasi yang kudapatkan ini pasti salah. Ah, maaf, seharusnya aku tidak perlu menanyakan hal seperti ini."

Suara ketukan sepatu pantofel terdengar selangkah demi selangkah mendekat. Wajah Thunder tampak begitu dingin, terlebih tatapannya yang terasa asing dan menusuk. Aku sampai harus mundur beberapa langkah karena Thunder yang benar-benar tidak berhenti sampai jarak di antara kami tersisa kurang dari satu jengkal. Bagaimana tubuhnya menjulang tepat di depan mata membuatku harus mendongak.

"Informasi itu memang salah."

Mendengar jawaban Thunder, aku menghela napas lega. "Oh, syukurlah ..."

"Biar kubenarkan informasi yang tepat."

Thunder menundukkan wajah hingga punggungnya melengkung, lehernya memanjang seperti ular yang sedang menebarkan bisa, memamerkan seringai yang membuat perasaanku mencelus. Wajahnya memiring, senyum miringnya tampak begitu puas mengamati ekspresi wajahku yang dibuat kebingungan dengan kata-katanya yang abu. Telunjuk Thunder jatuh di keningku, manik matanya melebar.

"Aku harus berterima kasih padamu, Carmel. Bagaimana pun juga, kau ..." Telunjuk Thunder makin mendorong keningku. "Yang telah mengundang Papa dan Kakakmu dalam lingkaran kematian yang telah kurencanakan lebih dari setengah umurku."

"Apa?"

"Kurang jelas? Ha ... berkatmu, aku bisa dengan mudah menggiring mereka ke dalam jebakan kematian yang sangat aku nantikan. Setelah dua puluh tahun berlalu, akhirnya dendamku terbalas. Kau tahu, aku benar-benar mengabdikan seumur hidupku demi kematian mereka. Terlebih, mereka berdua ... mati di tangan putri kesayangan Mackenzie yang mengulurkan tangannya sendiri untukku."

Refleks, aku mundur beberapa langkah. Mataku jelas terbelalak tak percaya. Namun, seringai yang bertakhta di wajah Thunder dan tawa lepasnya membuatku tersadar setelah sekian lama. Ingatanku mengenai ucapan Papa langsung berterbangan di kepala bagai kelelawar yang berterbangan dalam gua.

"Dia tidak cocok denganmu."
"Dia hanya anak yang tidak jelas asal-usulnya."
"Anak yang suka berbuat onar sepertinya tidak memiliki masa depan. Untuk apa kau memilihnya?"
"Dia bukan pemuda yang baik."
"Papa gak mau kamu terluka karena dekat dengan pemuda yang kerjaannya hanya berkelahi. Sadarlah!"

Sadarlah, Carmelyn!

Aku meriaki diri sendiri. Di saat aku telah tersadar, Papa dan Kakak suda tiada. Dan apa yang dikatakan Thunder benar. Aku menatap kedua telapak tanganku, menyadari bahwa aku 'lah alasan kedua orang itu mati dengan cara tragis.

Sekujur tubuhku langsung kehilangan daya, jatuh terduduk di hadapan Thunder yang masih tertawa begitu bahagia saat lelehan hangat mulai banjir dari mataku.

Villain's Dirty Scandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang