Part 09

2.5K 172 0
                                    

"Bu Indah, bagaimana pembelajaran anak saya hari ini? Baik? Atau ada masalah?" Dania kini sedang berada diruang tamu dengan seorang wanita yang sebaya dengannya, bernama Indah. Bu Indah sendiri adalah guru bahasa Indonesia, yang pertama kali mengajar Erland hari itu.

"Kenapa, Bu?" Tanya Dania saat melihat ekspresi tak biasa dari Bu Indah.

"Bu Nia, apakah amnesia nak Erland sangat parah?" Dania mengerutkan keningnya, kenapa guru itu bertanya begitu?

"Memangnya ada masalah apa Bu?" Tanya Dania.

"Saya saat mengajar tadi, memberikan buku cetak kepada nak Erland, agar dia bisa membaca dan memahami pembelajaran kami, tapi..." Bu Indah menggantung ucapannya.

"Apa ada masalah, Bu?" Dania semakin mengerutkan keningnya.

"Tapi saat disuruh membaca, nak Erland malah bilang kalau dia tidak bisa membaca, Bu..."

Degh degh degh...

Jantung Dania berdetak kencang saat mendengar hal yang mengejutkan itu, seberapa parah benturan yang dialami putranya? Banyak orang yang mengalami amnesia, namun mereka masih bisa membaca, dan menulis.

"Saya juga tidak tau seberapa parah amnesia nya, tapi selama ini dia selalu terlihat baik-baik saja, bahkan bersikap biasa saja, yah... Walaupun ada beberapa perubahan dalam sifatnya, yang jauh berbeda dengan dirinya sendiri," balas Dania sambil memandang lekat Bu indah.

"Tadi saya sudah mencoba untuk mengajarinya membaca, siapa tau mungkin dengan begitu ada bayang-bayang ingatannya yang bisa kembali dan bisa membaca seperti manusia pada umumnya, tapi sepertinya agak susah Bu..." Ucap Bu Indah.

"Kenapa memangnya, Bu?" Tanya Dania.

"Karena nak Erland sepertinya benar-benar melupakan semuanya, dia seperti anak TK yang baru saja belajar membaca, bahkan nama-nama huruf saja dia tidak tau," kedua wanita itu terus menerus membicarakan tentang kegiatan belajar Erland hari ini.

Sementara itu Erland kini dalam kamarnya tengah sibuk memegang buku paket yang diberikan oleh Bu indah tadi. Dia saat ini tengah mempraktekkan apa yang tadinya sudah diajarkan kepadanya. Dia memang seperti ini sejak dulu, jika ada sesuatu yang baru yang diajarkan kepadanya, maka dia akan sangat tekun dan teliti dalam mencari tau dan mempelajari hal itu hingga dia benar-benar tau.

Dia bertekad, bahwa besok dia harus bisa memahami huruf-huruf, dan sudah bisa membaca sama seperti manusia lain yang hidup pada zaman ini. Lagipula menurutnya tulisan manusia pada zaman sekarang ini tidak sesulit tulisan manusia pada zaman kerajaan nya dulu.

Tok! Tok! Tok!

Erland mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamarnya yang diketuk oleh seseorang dari luar.

"Siapa?" Seru Erland.

"Mama, sayang..." Jawab orang itu yang ternyata adalah sang Mama.

"Oh, masuk saja Ma. Tidak dikunci kok," balas Erland sebelum mengalihkan kembali perhatiannya pada buku tadi.

Ceklek...

Dania tersenyum hangat ke arah sang putra kini tengah fokus pada buku yang ada diatas meja belajarnya. Dia jadi teringat dengan perkataan guru anak itu tadi, perihal putranya yang tidak bisa membaca.

"Lagi apa, sayang?" Tanya Dania berjalan mendekat ke arah Erland dengan segelas susu yang dia pegang.

"Lagi belajar, Ma..." Jawab Erland sambil tersenyum tipis.

"Benarkah? Lagi belajar apa?" Tanya Dania, apakah Bu indah tadi telah membohonginya?

"Lagi belajar baca tulisan ini, Ma..." Ternyata dugaannya salah. Bu Indah memang sudah mengatakan yang sebenarnya.

"Ini Mama bawain susu buat kamu, di minum dulu nanti dilanjutkan kalau susunya sudah habis," ucap Dania dengan senyuman tulusnya sambil mengusap lembut rambut sang bungsu.

"Baiklah..." Erland mengambil alih segelas susu itu dari tangan sang Mama, dan meminumnya.

"Gimana belajarnya tadi, sayang?" Tanya Dania.

"Bagus, gurunya juga baik," jawab Erland sambil tersenyum sebelum dia meneguk kembali susu nya.

"Emangnya nggak ada satu pun yang kamu ingat, sayang?" Tanya Dania dengan tidak melunturkan senyumannya, berbeda dengan hatinya yang sudah mencolos sejak tadi.

Sejak bangun dari koma nya, Erland seperti seorang bayi yang baru lahir, yang tidak ingat apapun. Tidak ada satupun yang putra bungsunya ingat, bahkan dia terkadang seperti melihat orang lain yang berwajah sama dengan putranya.

"Tidak ada," jawab Erland dengan santainya, padahal waktu itu ingatan tentang kehidupan Erland yang asli dikehidupan nya yang dulu, pernah diberikan kepadanya. Namun dia ingin hidup menurut kehendaknya, dia tidak ingin hidup dengan sikap manja sang pemilik tubuh, yang membuatnya geli sendiri jika memikirkannya.

"Ya sudah kalau begitu, belajar yang baik yah nak, kalau emang udah nggak mampu, yah jangan dipaksakan. Mama nggak mau otak kamu berpikir yang berat-berat, apalagi setelah terkena benturan waktu itu." Erland tersenyum hangat, walaupun wanita yang ada didepannya itu bukanlah ibu kandung aslinya, namun dia benar-benar sudah menganggapnya seperti ibu nya sendiri.

"Iya, Mama... Mama jangan khawatir tentang hal itu, aku tau mengatur waktu untuk diriku sendiri, kok," balas Erland dengan senyuman hangatnya sambil mengusap lembut punggung tangan Dania yang tadinya di pakai untuk mengusap kepalanya.

"Kalau ada yang bikin kamu bingung, atau kamu nggak tau, bilang aja sama Mama. Mama pasti akan bantu kamu sebisa Mama," ujar Dania dengan senyuman tulusnya.

"Iya Ma, itu sudah pasti," balas Erland, walaupun belum tentu dia akan melakukan hal itu. Mengingat bahwa dirinya sudah terbiasa hidup sendiri, melakukan nya sendiri, dan menanggung akibat dari kesalahannya sendiri.

"Ini gelas nya, Ma..." Erland memberikan gelas bekas susu nya yang sudah dia minum hingga habis tadi kepada Dania.

"Ya sudah kalau begitu Mama turun dulu yah, kalau butuh apa-apa panggil Mama, atau maid, yah?" Erland mengangguk sebagai jawaban, membuat Dania tersenyum hangat sebelum wanita itu pergi dari dalam kamar putranya.

Hening...

Setelah Dania keluar dari dalam ruangan itu, Erland kembali memfokuskan dirinya pada hal yang sedang dia pelajari.


꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡♡˖꒰ᵕ༚ᵕ⑅꒱


Hari sudah mulai sore, dan kini Alden sudah pulang setelah pergi bersama dengan teman-temannya untuk mengerjakan tugas kelompok diluar tadi.

"Ma, adek dimana?" Tanya Alden sambil mendudukkan tubuhnya pada sofa yang ada diruang keluarga.

"Adikmu sedang berada di dalam kamar nya," jawab Dania sambil tersenyum ke arah sang putra sulungnya yang saat ini tengah duduk disampingnya.

"Ya sudah kalau begitu, Alden pergi samperin dia dulu, yah!" Ujar Alden sambil berdiri dari duduknya.

"Iya, nak. Kalau dia masih belajar, bilang ke dia buat mandi, terus turun makan malam dulu, lalu istirahat. Kalau masih mau lanjut belajar, boleh. Asalkan jangan tidur terlalu larut," Dania menitipkan pesan itu, untuk putra bungsunya.

"Oke, Ma!" Alden mengangkat jari jempolnya, kemudian pergi dari sana untuk menemui sang adik yang ada dikamar.

















To Be Continued

♔ Transmigration King ♔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang