[ karya ini adalah collaboration dengan roddierow
semua elemen dari cerita ini, murni pemikiran dari author. seluruh konflik yang terjadi murni pemikiran dari kaa roddie. cerita ini hanya fiktif, jangan dibawa serius yaaw~ ]• Happy Reading & Enjoy! •
📍Satya Radja, Kota Angin. 21.23 WIB.
Sembari membenarkan tudung hoodie besarnya, gadis kecil berwajah lugu itu terdiam di kursi meja belajarnya. Suara kegaduhan dari ruang keluarga, yang terdengar sampai ke lantai atas tempat kamarnya berada, tak mampu menggoyahkan konsentrasinya terhadap berita yang tengah ia tonton.
Berita dengan topik yang sama seperti hari-hari sebelumnya masih saja hangat, bahkan semakin memanas. Masyarakat semakin ramai membicarakan dan merasa tidak nyaman dengan konflik yang terjadi.
"Ayah sudah bilang, jangan ikut geng motor seperti itu! Kamu tidak tahu betapa khawatirnya Ayah saat berita itu muncul di televisi. Kamu ini paham tidak, Asya?!"
Itu suara ayahnya. Berkali-kali beliau memarahi satu-satunya kakaknya itu, namun tak pernah membuatnya jera. Tak terhitung lagi berapa kali kakaknya pulang ke rumah dengan tubuh penuh luka. Padahal, kakaknya baru saja menginjak kelas 2 SMP.
"Kematian tragis Mia Laenovia, seorang siswa kelas 7 SMP, akhirnya terungkap setelah penyelidikan intensif oleh pihak berwenang. Mia ditemukan tewas setelah keluarganya mengalami perampokan brutal dan penyanderaan yang berakhir tragis."
"Menurut laporan polisi, Mia menjadi korban pelecehan seksual hingga kehilangan nyawanya. Menurut saksi mata, ada 19 orang pria dewasa yang merupakan anggota geng motor Inferno, berada di lokasi jasad Mia ditemukan."
Air mata luruh dari mata bulat kecil itu, isakan kecil mengiringi sebuah teriakan ayahnya yang memanggil kakaknya yang selalu melawannya.
Hairyn Nafeesya Putri Khadafy. Anak bungsu dari pasangan suami istri, Ahmad Gibran Khadafy dan Senja Dewi Khadafy. Di usianya yang masih 12 tahun, ia baru saja berduka atas meninggalnya temannya, Mia Laenovia.
"Tidak semua geng motor itu jahat seperti yang Ayah bayangkan! Asya itu gabung komunitas perlindungan masyarakat, bukan geng motor yang sering muncul di televisi itu!" Pekik Hayden dengan suara berat yang tinggi, tanda ia marah dan lelah. Kemudian, remaja itu berjalan menuju kamar, namun lagi-lagi Khadafy menahannya.
"Tetap saja kamu terlibat dengan geng motor itu, Asya. Ayah tidak peduli baik atau jahat, Ayah peduli soal nyawa kamu!" Balas Khadafy dengan suara yang lelah juga.
"ASYA! DENGERIN AYAH!!"
Hairyn menghela napas, menyandarkan kepalanya pada meja, dengan posisi kepalanya yang miring. Pertengkaran ayahnya dan kakaknya tidak akan ada habisnya sebelum kakaknya keluar dari geng motor itu.
'tok tok tok
Hairyn kembali menegakkan tubuhnya, pintu kamarnya diketuk perlahan, membuatnya berjalan gontai untuk membukakan pintu tersebut.
"Bunda?"
Senja Dewi Khadafy, Ibunda tercinta Hayden dan Hairyn, sekaligus istri tercinta Khadafy. Kini wanita berusia kepala tiga itu memeluk pelan anak bungsunya, tubuhnya terlampau lemas dan sedikit panas, membuat Hairyn khawatir.
"Bunda! Bunda ngga papa?! Bunda sakit ya?!" Tanya Hairyn khawatir, gadis kecil itu memapah tubuh Senja menuju ranjangnya untuk bersandar di dashboard.
"Eca beliin obat ya, Bun? Belum terlalu malem, pasti ada toko yang masih buka disekitar sini. Nanti Eca bilangin ke Ayah," izin Hairyn kepada Senja, namun Ibu rumahtangga berusia kepala tiga itu menahan lengan Hairyn saat hendak pergi meninggalkannya.
"Iya, Bunda?" Tanya Hairyn, berjongkok disamping ranjangnya yang tidak terlalu tinggi, untuk menunggu Bundanya berbicara dengannya.
Sementara Senja terdiam sejenak, mengusap kepala terbalut tudung hoodie berwarna cream itu. Wajah anak bungsunya ini sangat cantik, manis, dan sialnya sangat mirip dengannya saat kecil dahulu.
"Nanti, kalau Ayah tanya, kamu bilang aja, kalau kamu yang bakal jagain Bunda," pinta Senja dengan suara lemah yang begitu lembut.
"Siap, Bun! Nanti pintu kamar, aku kunci dari luar. Biar Ayah ngga nyelonong masuk ke kamar ku!" Balas Hairyn dengan suara dan ekspresi lucu, Senja terkekeh dibuatnya.
"Bunda mau dibeliin obat apa aja?" Tanya Hairyn yang kini merangkak menuju laci paling bawah meja belajarnya, disana adalah tempat dirinya menyembunyikan celengan babi nya. Hairyn sudah diajarkan menabung sejak dini oleh Khadafy dan Senja.
"Paracetamol aja, Bunda cuma demam biasa, kok," balas Senja yang kini berbaring di kasur empuk anak bungsu nya, aroma coklat bercampur aroma kayu manis yang begitu hangat menyapa nya ketika berbaring. Memang jika sedang capek dengan tingkah Khadafy dan anak sulungnya, maka Senja akan pergi ke anak bungsu nya untuk menenangkan diri.
Sifat Khadafy semasa kuliah, itu benar benar menurun ke Hairyn. Bahkan sebelum pergi keluar dari kamar, Hairyn berbalik dari ambang pintu hanya untuk sekedar melambaikan tangan kepada Senja, seperti yang Khadafy lakukan setelah mengantarkan Senja pulang ke rumah dulu.
Hairyn pun kini mengunci pintu kamarnya dari luar, saat hendak berjalan keluar dari lorong menuju pintu utama, ada Ayahnya yang berdiri diambang lorong, menatapnya khawatir.
"Bunda di kamar kamu kan? Dia ngga papa, hm? Kamu juga mau kemana?" Tanya Khadafy sambil berjalan mendekat kearah Hairyn yang menyembunyikan kunci kamarnya di belakang tubuhnya yang kecil. Tidak ada sepatah kata sampai Khadafy berjongkok menyamakan tinggi keduanya.
"Eca? Mau kemana, udah malem begini," kata Khadafy lagi.
"Mau beli obat, Bunda ngga mau ketemu Ayah, jadi jangan minta kunci ke Eca!" Ujar Hairyn polos, mata bulatnya menunjukkan tekad, sementara Khadafy menghela nafas sebelum akhirnya tersenyum tipis kearah anaknya.
"Udah malem, Ayah anter ya?" Tanya Khadafy pada akhirnya. Dirinya sebagai kepala keluarga sekaligus suami Senja, sungguh mengerti bahwa Senja pasti tidak nyaman dengan pertengkaran antara dirinya dan juga Hayden.
Hairyn menurut, menggenggam tangan besar Ayahnya, kemudian berjalan bersama menuju toko untuk membeli obat.
Keluarga mereka hangat, mereka selalu berkumpul di ruang keluarga untuk membahas masa sekolah Hairyn dan Hayden. Sebelum akhirnya Hayden beranjak dewasa dengan begitu cepat, ia bergabung kesebuah komunitas perlindungan masyarakat, yang mayoritas anggotanya berasal dari SMANSA dan para siswa SMP yang hendak mendaftar kesana.
Komunitas Perlindungan Masyarakat itu bernama, Blaze.
• To Be Continued ..! •
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Teen Fiction"Diluar bahaya. Pulang, atau lo mati." "Dengar baik-baik, siapa pun yang berani ganggu orang paling berharga dalam hidup gue, akan mati." Huang Jean memegang kendali Blaze dengan tangan besi. Dingin dan kejam, reputasinya membuat siapa pun gemetar k...