Believe me

189 44 0
                                    

selamat malam minggu^^
happy reading!

' ' ' '

"Di sini?" Abisatya bertanya dengan mata yang sibuk menelusuri keadaan sekitar rumah yang Aileen sebut sebagai rumah neneknya. Rumput-rumputan yang mulai tinggi di halaman rumah, lantai yang terlihat berdebu, keadaan rumah terlihat gelap dan suasana sunyi sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan dalam rumah itu.

Sama halnya dengan Abisatya, Aileen juga terkejut melihat suasana rumah neneknya. Sangat berbeda namun tetap terasa familiar. Melihat kondisi rumah neneknya yang jauh dari kata baik, Aileen termenung. Bagaimana nasibnya jika sekarang saja tidak ada tempat tujuan untuk singgah?

"I-iya.. harusnya di sini" Jawab Aileen lirih.

"Yakin? Kayak nggak ada orang?" Abisatya kembali memastikan. "Kayak udah lama nggak ditempati. Kamu yakin ini rumahnya? Jangan-jangan salah rumah karena kamu jarang ke sini" Lanjut pemuda itu.

"Gue yakin kok ini rumahnya!" Jawab Aileen yakin. Aileen menatap lekat Abisatya di depannya. "Abi... Gue bilang kan kalo gue tuh dari masa depan? Seinget gue ya ini rumahnya..." Abisatya mengusap mukanya frustasi sebab topik konyol itu lagi yang diucapkan oleh Aileen. Sungguh, Abisatya menolak untuk percaya!

Abisatya melangkah mendekat ke arah Aileen yang masih memandang sendu rumah di depannya. Bahu perempuan itu ditarik agar sepenuhnya berhadapan dengan dirinya. Dengan jarak yang begitu dekat membuat Aileen menahan nafasnya, menatap bingung Abisnya yang semakin mendekat dan menoleh kanan kiri seperti memastikan keadaan sekitar aman atau tidak. "Kamu... nggak konsumsi narkoba atau obat sejenisnya yang bikin halusinasi kan?" Bisik Abisatya.

Aileen memukul bahu Abisatya kencang, "Aw!" Pekiknya terkejut dengan pukulan yang sangat tiba-tiba. "Sembarangan! Gue beneran nggak bohong.. Tolong percaya dong"

"Enggak" Abisatya tetap menolak untuk percaya yang membuat Aileen mengerucutkan bibirnya. Putus asa karena bingung dirinya harus berbuat apa disaat dirinya terjebak di tahun 1990 ini.

"Neng?" Tidak hanya Aileen, Abisatya juga ikut menoleh saat merasa ada yang memanggil. Aileen berdiri dari jongkoknya, "iya bu?"

"Neng teh yang mau beli rumah ini ya?" Tanya ibu-ibu yang kira-kira berumur tiga puluh lima tahun. Aileen bingung, karena tidak tahu apa-apa, begitupun dengan Abisatya. Jika Aileen saja tidak tau apalagi Abisatya.

"Neng Aileen bukan? Dari ibu kota. Yang punya rumah ini teh habis kirim saya surat katanya ada yang mau beli rumah ini. Setelah setaun kosong, akhirnya ada yang mau nempatin." Aileen terkejut. Bagaimana bisa?

"Ini kuncinya neng. Selain kirim surat, kunci ini juga dititipin ke saya." Aileen semakin bingung. Perempuan itu menatap Abisatya yang juga terlihat bingung. Akhirnya Aileen mengabaikan perasaan anehnya dan memutuskan untuk menerima kunci tersebut dan memilih untuk bersandiwara.

"Ah iyaaa buk. Saya Aileen yang mau nempatin rumah ini. Terimakasih bantuannya ya buk" Jawab Aileen yang ia buat se natural mungkin. "Neng kalau butuh bantuan, panggil saya aja neng. Rumah saya yang cat hijau di sana" Ibu-ibu tadi menunjuk rumah yang berjarak dua rumah dari sini. Aileen tersenyum sopan, "Ah iya bu, terimakasih sekali lagi"

Setelah ibu tadi pergi, keduanya termenung. Aileen bingung bagaimana bisa ibu tadi tau namanya, lalu siapa yang punya rumah ini? Bagaimana bisa di mengatakan bahwa dirinya akan membeli rumah ini?

Coin mémoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang