VII - SORCERER'S STONE

205 34 3
                                    

Kaki Stephen menapak ruang kerjanya di Hogwarts, dia punya jadwal siang ini dengan murid tahun ketiga bersama Hufflepuf dan Slytherin. Ketukan pintu terdengar membuat Stephen menoleh ke arah pintu. "Masuk."

Seorang pemuda tinggi, berambut pirang kecoklatan berdiri di depan pintu ruang kerja Stephen dengan senyum sopannya. "Maaf Professor, tapi kami sudah menunggu anda hampir tiga puluh menit."

"Ah," Stephen melihat arlojinya dengan wajah terkejut. "Ternyata benar. Terima sudah mengingatkanku, Mr―?"

"Diggory pak. Cedric Diggory." Jawab pemuda itu yang diangguki Stephen. Stephen melangkah keluar, menatap Cedric sebentar lalu tersenyum.

"Kelasnya jauh dari sini?" Tanyanya.

"Tidak, pak." Balas Cedric sedikit kebingungan.

"Tekukkan lutumu, Diggory."

"Ya―"

Belum sedetik Cedric berkedip, dia kini sudah duduk di ruang kelasnya tepat di sebelah Brian Mcknight, teman asramanya yang menatapnya terkejut.

"Morning class." Sapa Stephen di depan kelas sontak membuat para siswa mengangkat kepalanya. Banyak mimik wajah yang Stephen tangkap dari para siswanya itu terutama pemuda tadi yang datang untuk memanggilnya. Lagipula, siapa yang terkejut melihat guru yang mereka tunggu-tunggu datang tanpa membuka pintu.

"Bagaimana kabar kalian? Semoga hari pertama kalian di tahun ini cukup menyenangkan." Stephen tersenyum sambil menyesap secangkir teh yang muncul entah kapan membuat para siswa di sana semakin keheranan.

Stephen menghentikan kegiatan menyesap tehnya lalu tersenyum canggung, "sepertinya kalian sedikit kebingungan ya? Well, biarkan aku memperkenalkan diri dengan semestinya. Aku Stephen Strange, seorang pria kelahiran Muggle yang beruntung, bisa melakukan sihir atau mari kita sebut," sebuah garis bercahaya berwarna orange muncul memenuhi kelas. "Wandless."

Di ujung kelas, seorang remaja Slytherin mengangkat tangannya. Stephen menatap remaja itu lalu mempersilahkannya untuk berbicara. "Yes?"

"Bagaimana kelahiran Muggle sepertimu bisa melakukan sihir, bahkan lebih baik dari penyihir berdarah murni seperti kami?" Tanyanya dengan sedikit nada tak senang.

Stephen bersandar di mejanya dengan tangan terlipat, memikirkan jawaban yang tidak akan menimbulkan pertanyaan baru.

"Kadang, orang yang kalian pikir biasa saja, mungkin memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang terlihat. Aku juga tidak sesederhana seperti seorang Muggle yang kalian pikirkan." Ucap Stephen netral, dia tidak ingin terlalu terbuka mengenai dirinya apalagi jika memikirkan Loki yang mengalami Time sliping dan mungkin saja, di masa lalu dia merubah sesuatu yang akan berbahaya di masa sekarang.

Keheningan melanda hampir semenit sebelum Stephen menepuk tangannya dan seketika itu juga, seluruh buku sihir di atas meja siswa terbuka ke satu halaman yang akan dipelajari. Banyak dari mereka yang masih terkejut dengan guru Telaah Muggle mereka yang sepertinya cukup membuat mereka terkejut sedari tadi.

"Baiklah sebelum mulai aku akan bertanya kepada kalian. Apa pentingnya pelajaran ini bagi kalian para penyihir?"

Salah satu siswi Slytherin mengangkat tangannya spontan, Stephen mempersilahkannya untuk menjawab.

"Supaya membiasakan para penyihir tentang bagaimana Muggle menjalani hidup mereka tanpa sihir."

"Benar. Adanya Telaah Muggle dapat membantu kalian jika suatu hari nanti akan berinteraksi dengan Muggle supaya dunia sihir tidak sampai bocor." Stephen menambahkan dan memulai kelasnya.

Ia mengibaskan tangannya dan seluruh meja dan kursi bergeser ke tepi kelas tanpa satupun siswa yang bergerak dari tempat mereka. Para siswa berdecak kagum dengan kemampuan Stephen yang cukup efisien dibandingkan harus menggunakan tongkat sambil mengucapkan mantra agar sihirnya terjadi.

SECRET TIMELINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang