08

77 9 2
                                    

"Boby, kenapa kamu ikutan pulang sih?"

"Naual tadi berangkat sama aku, pulangnya juga harus sama aku dong."

"Tapi kan mereka kenalan kamu. Aku nggak enak tau. Aku bisa pulang sendiri kok."

Naual dan Boby masih berjalan ke parkiran. Saling bergandengan. 

Boby menghela napas. Jujur saja, suasana hati nya tidak baik-baik saja. Dia kesal karena kencannya berantakan. Ditambah lagi Naual yang malah mengatakan ingin pulang sendiri. Boby tahu Naual itu tidak peka mengenai perasaannya, tapi tetap saja, ini berlebihan.

Tapi Boby tidak bisa marah pada Naual. Karena Naual lah yang berada di posisi yang paling tidak enak dari tadi sore. Dia diabaikan sepanjang sore karena dua Wanita yang tidak dikenalnya, sampai Naual ingin pulang sendiri. Ditambah dia masih merasa tidak enak karena Boby meninggalkan dua Wanita itu untuk mengantarnya pulang.

Terkadang Naual itu terlalu baik.

Kenapa sih Naual tidak pernah sadar kalau posisinya di hati Boby itu selalu nomor 1?

Naual tersentak mendengar Boby menghela napas begitu kasar. Boby melepaskan genggaman tangannya dari telapak tangan Naual untuk mengusak kepalanya kasar. Boby sedang menahan emosi, Naual sadar soal hal itu, tapi kenapa?

Apa karena Naual menyarankan untuk pulang sendiri? Tapi kan Naual yang mau sendiri, supaya Boby tidak kerepotan. Kenapa Boby malah marah?

Naual baru saja akan mengatakan sesuatu, sebelum Boby berbalik padanya.

"Naual, kamu pulang sama aku, titik. Sekarang kamu jangan ngomong apa-apa lagi soal mau pulang sendiri, oke. Aku nggak mau kamu pulang sendirian."

Nada Boby sangat tegas. Naual mengangguk patuh. Firasatnya mengatakan kalau Boby sedang marah, jadi lebih baik untuk tidak memperkeruh suasana.





Perjalanan pulang mereka sangat sunyi. Boby fokus membawa motornya, dan Naual bingung mau memulai percakapan. Dia tahu Boby sedang badmood. Kalau tidak diperbaiki, dia takut Boby akan kembali mengabaikannya.

Naual membayangkan Boby yang kembali mengabaikan dan berpacaran (?) dengan laki-laki yang pernah dia lihat berduaan dengan Boby di taman keluarahan. Secara tidak sadar, pelukan di perut Boby mengerat. Boby tentu saja dapat merasakan tekanan di perutnya yang diakibatkan pelukan Naual. Dia berusaha untuk mengusir seluruh pikiran negatifnya, tetapi tetap saja dia tidak bisa tidak bisa.

Sebelum sampai ke rumah Naual, mereka berhenti di taman kelurahan di dekat rumah Boby. Sore sudah mulai terganti dengan malam. Sinar oranye yang tadi menghiasi langit sudah mulai digantikan gelap yang ditemani sinar lampu.

"Boby?"

"Kita turun disini dulu ya. Sebentar aja."

Suara Boby yang biasanya sangat lembut kali ini terasa dingin.

Mereka duduk di salah satu tempat duduk disitu. Sunyi menemani mereka beberapa saat. Naual ingin memulai percakapan, tapi dia bingung bagaimana memulai percakapan mereka.

"Naual?"

"Y,ya?" Naual bahkan tidak sadar dia menjawab Boby dengan terbata. Boby tentu saja langsung menyadarinya. Wajahnya langsung dipenuhi raut penyesalan.

"Maaf ya. Naual takut?"

"Takut?"

"Iya, takut. Naual takut sama aku sekarang?"

Naual menggeleng. Rambutnya melambai mengikuti gerakan kepalanya yang agresif. Dia tidak takut pada Boby. Kenapa Boby sampai kepikiran begitu?

"Aku nggak takut sama kamu, Bob. Mungkin agak khawatir?"

"Khawatir?"

Naual mengangguk kali ini, "Takut Boby marah. Takut Boby nggak mau bertemu lagi sama Naual."

"Seperti beberapa hari lalu," sambung Naual dengan bisikan.

Boby refleks memegang tangan Naual yang ada disebelahnya. Menggenggamnya erat.

"Tapi aku khawatir membuat Naual sedih."

Tapi sekarang, Malah Boby yang tampaknya lebih sedih.

Naual bisa melihat Boby sedang menahan segala emosi di dalam hatinya. Naual membalas genggaman Boby di tangannya. Dia mengangkat wajah Boby, memaksa Boby untuk melihatnya. Jakun Boby naik turun. Dia merasa sangat gugup.

Bolehkah Boby mengatakannya? Bagaiama kalau Naual merasa terganggu? Bagaimana kalau Naual menjauhinya? Dia tidak akan bisa bertahan.

"Boby. Ada yang kamu sembunyikan? Ada yang mau kamu bilang ke aku?"

Mata Boby begitu ragu, bisakah dia mengatakannya?

"Naual, kamu tahu kalau aku nggak mau jauh dari kamu?"

Naual tidak tahu sejak kapan, dia sudah menahan nafas nya. Dia merasa dadanya sesak.

"Naual tahu kalau aku nggak mau kamu pergi sendirian? Naual tahu kalau aku mau kamu selalu disamping aku?"

Naual merasa dadanya dipenuhi rasa Bahagia.

"Kalau kamu merasa terganggu, aku mau Naual nggak diam aja. Aku nggak mau Naual merasa nggak nyaman sendirian. Seperti tadi sore. Kalau Naual merasa nggak nyaman dengan apapun, dengan siapapun, kamu bisa bilang ke aku."

Walaupun yang membuatmu nggak nyaman itu adalah aku sendiri, aku mau kamu bilang ke aku. Aku mau Naual percaya sama aku. Aku hanya bisa senang kalau Naual senang."

Sepi menyambut kembali. Mereka berdua saling menatap, dengan tangan yang saling menggenggam. Boby hampir berkata-kata lagi, sebelum Naual akhirnya mengangkat suaranya.

"Mmm, aku minta maaf ya Boby. Aku nggak bermaksud sembunyi. Aku hanya merasa akan mengganggu Boby."

Naual merapikan poni Boby, secara tidak langsung membelai dahinya. Berusaha sebaik mungkin untuk terus menatap mata Boby walau jantungnya sudah berdetak tidak normal. Tapi entahlah, Naual tidak membenci sensasi yang dirasakannya sekarang.

"Aku nggak mau Naual merasa mengganggu. Pokoknya cerita sama Boby, oke?"

Naual mengangguk. Tangannya yang tadi digunakan untuk merapikan rambut Boby sudah ada ditangan Boby.

Boby menahan tangan kecil itu, meletakkannya di pipinya. Setelah melihat Naual mengangguk, akhirnya dia bisa tenang. Pipinya bisa merasakan permukaan tangan Naual yang hangat. Dia menahan semua perasaan untuk mencium telapak tangan itu, atau meletakkannya di dadanya. Mungkin dengan itu, Naual akhirnya bisa paham dengan perasaannya.

Tidak, begini saja sudah cukup untuk sekarang. Jangan sampai Naual menjauhinya karena Boby terlalu memaksakan keadaan. Waktunya akan datang. Boby hanya perlu bersabar dan melakukan semuanya perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Boby dan NaualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang