Zahra pov..
"Oh berati mas ini udah menduda lumayan lama gitu ya?" Tanyaku sembari memotong baso dengan sendok dan garpu.
"Iya lumayan sih mbak. Saya masih belum kepikiran buat nikah lagi. Karena saya masih trauma" Ucapnya menundukkan kepala sembari melakukan aktivitas yang sama seperti yang ku lakukan sekarang.
"Hem...mas gak coba buat bangun komunikasi atau jalin hubungan sama orang baru gitu? Mas kan masih muda enggak terlalu tua juga masih bisa lah buat nafkahin anak orang" Ucapku sembari sedikit meliriknya.
"Sebenarnya ada sih mbak, cuma ya saya sadar diri lah mbak. Saya cuma tukang parkir di banding kan dia saya punya apa? Biaya perawatan wajahnya dia sama pendapatan bulanan saya sepertinya masih lebih besar biaya untuk perawatan dia" Ucapnya tersenyum getir.
"Oh gak boleh nyerah gitu dong. Masa cowo putus asa gitu sih. Cemen banget. Buktiin dong kalau mas bisa dengan apa yang mas punya" Ucapku sembari menyemangati laki-laki ini.
"Hem iya semangat tapi harus di iringi dengan sadar diri juga mbak" Ucapnya lagi.
"Ah gak seru temenan sama orang pesimis begini" Ucapku.
"Haha iya deh karena mbak yang menyemangati saya, jadi saya semangat deh buat mbak" Hehe ucapnya bercanda.
"Yeee mana ada semangat buat orang lain? Ya semangat buat diri sendiri dulu lah" Ucapku mencibirnya.
Tak terasa hampir satu jam kami di warung ini. Dan hujan pun sudah reda beberapa menit yang lalu. Namun seperti ada rasa tidak rela dengan waktu yang terlalu cepat berlalu.
Entah apa yang aku rasakan. Aku suka ngobrol dengan mas jek. Kedewasaan dan pola fikir yang menarik membuatku sedikit banyak mengaguminya. Dan kalau dilihat-lihat mas jek ganteng juga kalau dari dekat. Kulit coklat, badan kekar, dan beberapa tatto yang menghiasi tangannya, tinggi dan jangan lupakan brewoknya yang tercukur rapi menegaskan laki-laki jantan yang aku yakin pasti dengan mudah ia bisa memuaskan setiap wanita di ranjang.
Membayangkan hal itu membuat bagian bawah tubuhku serasa becek dari tadi.
Kami akhirnya meninggalkan warung baso tadi dengan sedikit drama dimana kami berebut siapa yang akan membayar makanan yang kami makan. Namun, bukan aku namanya kalau harus kalah dalam perdebatan. Akhirnya dengan sedikit ancaman aku berhasil membuat mas jek diam dan mengalah.
"Oke mbak sampai jumpa lagi ya.. Kalau ada apa-apa jangan takut buat telpon atau chat saya. Kalau saya gak sibuk saya usahakan untuk datang" Ucap mas jek tersenyum ramah.
"Oke mas tenang ada apa-apa pasti saya telpon kok" Ucapku sembari menyalakan motorku.
"Oke mbak terima kasih juga udah di traktir hehe" Ucapnya.
"Huss udah gausah di pikir. Aku yang harusnya terima kasih udah bikin mas jadi berantem tadi" Ucapku merasa tidak enak hati.
"Iya oke deh hati-hati ya gausah ngebut jalanan licin pasti habis hujan" Ucapnya melambaikan tangan.
Aku menlanjutkan perjalanan ku untuk pulang. Dan sepanjang jalan aku tidak berhenti tersenyum. Aku seperti anak remaja yang baru saja kasmaran. "Sadarlah zahra jangan kegatelan kamu istri orang" Ucapku dalam hati menyadarkan aku yang dari tadi kesenangan sendiri.
Entahlah bagai mana cara mas jek berkomunikasi dan walau dia lebih tua dariku namun bisa mengerti dan bisa mengimbangi obrolan kami. Dan cara dia memperlakukan aku sebagai wanita dan dengan kesopanan yang dia miliki membuatku sedikit terpesona.
"Ahh mas jek sudah lama aku tidak merasakan debar seperti ini" Ucapku dalam hati sembari melanjutkan perjalanan menuju kamarku.
......