1 - Mami mengecewakan Papi

236 23 32
                                    

Dia pria yang punya segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia pria yang punya segalanya. Karir yang baik sebagai direktur di perusahaan konstruksi keluarganya. Dari luar dia tampak gagah dan tidak takut pada segala rintangan. Tak ada yang tahu selain dia dan keluarganya bahwa dia hanya takut pada satu hal - koreksi - orang: istrinya.

Tidak, tidak - koreksi (lagi) - takut bukan kata yang tepat. Dia mencintai istrinya, Leticia, si mungil berparas manis yang punya sorotan riang di matanya. Shawn begitu sayang pada istrinya bahkan kalau dia bisa memberikan bumi dan seisinya akan dia lakukan. Berlebihan? Memang.

Suatu hari Shawn pulang lebih cepat. Istrinya mengerutkan dahi, bertanya apakah ada barang Shawn yang tertinggal di rumah dan Shawn menggeleng.

Dia menarik napas yang kentara sekali terdengar jengkel. "Mami! Papi tidak percaya Mami mengecewakan Papi lagi!"

"Ma... maksud Papi?" tanya Leticia gugup. Dia khawatir Shawn tahu sesuatu tentangnya.

"Mana kartu kredit yang Papi kasih?"

"Ada di dompet Mami."

"Terus?"

"Te... terus apa, Papi?"

"Terus mana barang-barang baru Mami? Kok Papi tidak lihat tas baru Mami? Kok tidak ada perabotan baru di rumah ini? Kenapa... kenapa, Mami? Mami tidak sayang pada Papi? Mami tidak mau menghabiskan uang Papi lagi? Oh... jangan-jangan, Mami menganggap Papi jatuh miskin ya, karena itu Mami nggak mau pakai kartu kredit Papi? Ah Mami! Papi kesal kalau Mami begini!"

Leticia merasa lega, tahu bahwa itulah yang merisaukan suaminya. Leticia memeluk Shawn, membelai-belai punggungnya. "Papi maafkan Mami, ya? Mami nggak borosin uang Papi, karena Mami rasa... uangnya lebih baik digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat."

"Buat Mami bahagia kan bermanfaat untuk Papi."

Leticia melepas pelukan itu. Dipandanginya Shawn. "Papi, jangan sesayang itu sama Mami begitu, dong."

Shawn protes keras. "Mami! Jangan larang Papi sayang sama Mami!"

"Te... tentu saja Papi boleh sayang sama Mami, tapi sayang itu harus dilakukan melalui cara-cara yang baik. Masa Papi ingin Mami menghabiskan uang Papi terus? Sebenarnya... Mami ingin sesuatu, sih, tapi Mami malu."

"Apa, Mami?"

"Mami mau punya bisnis."

"Bisnis?" Satu alis Shawn naik. "Untuk apa, Mami?"

"Ya Mami tidak mau bergantung terus sama Papi. Mami merasa tidak enak."

Shawn menarik napas kaget. Gugup dia bertanya, "Mami... Mami kenapa ngomong gitu? Mami pikir Mami tidak bisa bergantung sama Papi? Mami, uang Papi masih banyak di ATM! Jangan... jangan berpikir untuk tidak bisa bergantung pada Papi!"

"Bukan gitu, Papi," sahut Leticia murung. "Tentu Papi bisa jadi tempat bergantung Mami, tapi Mami ingin membuktikan ke Papi bahwa Mami bisa melakukan hal yang lebih daripada sebagai ibu rumah tangga."

"Mami kenapa? Mami tidak bahagia jadi istri Papi? Jadi ibu anaknya Papi?"

"Papi! Papi mengerti gak sih maksud Mami apa? Lama-lama Mami kesal. Papi nih..." Leticia cemberut.

"Mami, Papi paham. Papi sering merasa tidak puas dengan diri Papi saat Papi di kantor. Papi ingin lebih. Ingin jadi direktur yang lebih baik. Ingin lebih memajukan perusahaan. Ingin punya karyawan yang lebih bahagia. Papi tahu perasaan Mami. Mami bukan hanya membuktikan pada keluarga ini tapi juga pada Mami sendiri bahwa Mami bisa kerja, kan? Bahwa Mami bisa menghasilkan uang sendiri? Bahwa Mami bisa bermanfaat tidak hanya untuk keluarga kita tapi untuk orang lain?"

"Jadi Papi ngerti, toh."

"Jelas, tapi...."

"Tapi apa, Papi?"

"Papi tidak membayangkan Mami jauh dari Papi," kata Shawn sedih. "Tiap hari Papi berharap cepat-cepat pensiun biar Papi bisa menghabiskan banyak waktu sama Mami."

"Papi....," gumam Leticia bersalah. "Mami tidak akan lebih sibuk daripada Papi. Lagipula Mami bukan ingin punya usaha yang besar."

"Mami mau buka usaha apa?"

"Papi tahu, anak kita sulit sekali dikasih tahu untuk membaca buku cetak. Dia terbiasa belajar dengan iPad-nya. Mami tidak menyalahkannya, memang jaman sudah berbeda, kita tidak bisa memaksakan anak untuk belajar dengan cara kita dulu. Tapi bukan berarti kita pasrah dengan keadaan. Mami ingin melatih anak Mami untuk membaca. Baca buku fisik."

"Papi... Papi belum paham. Jadi maksud Mami?"

"Papi, Mami ingin buka restoran, tapi bukan restoran semata. Jadi di restoran itu juga disediakan buku-buku yang menarik bagi anak-anak sekolah... apa ya, Papi, semacam perpustakaan tapi tidak kentara terlihat perpustakaan, begitu."

"Oh tetap saja perijinannya usaha restoran. Papi rasa, ide Mami tidaklah buruk, tapi mengingat Mami belum pernah bekerja, Mami perlu pendampingan."

"Papi mau mendampingi Mami membuka usaha ini?"

"Papi hanya bisa beri modal. Papi kan sibuk, Mami, mana sempat meluangkan waktu untuk bantu Mami membangun usaha." Shawn terdiam sejenak. "Ada teman Papi yang sudah punya jam terbang yang banyak dengan usaha ini."

"Oh ya? Siapa? Pria?"

"Tentu saja tidak, Mami. Walaupun Papi percayaaa sekali sama Mami yang tidak akan mengkhianati Papi, mana mungkin Mami membiarkan Mami lama-lama dengan pria selain Papi. Teman Papi ini namanya Renaya."

"Renaya? Tidak asing namanya."

"Dia... dia tunangan Papi sebelum nikah sama Mami. Tentu Mami pasti pernah mendengar namanya."

"Oh... dia," kata Leticia, menunduk.

Stay With Me, Tish #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang