7

64 12 0
                                    

VOTE DAN KOMEN

Pagi itu, setelah sarapan bersama di rumah Zio, Andrian mengantar kekasihnya ke kampus. Momen seperti ini tergolong langka bagi mereka. Bukan tanpa alasan, Zio memang lebih memilih menjaga hubungan mereka tetap pribadi. Bagi Zio, hubungan dengan Andrian yang seorang model majalah sebaiknya tidak terlalu menjadi sorotan publik. Jika pun ada yang bertanya apakah Zio sudah memiliki kekasih, ia akan menjawab jujur. Namun, identitas Andrian tetap ia jaga hanya untuk lingkaran kecilnya—hanya Noel, Egar, dan Rido yang mengetahui siapa sebenarnya kekasih Zio.

“Nanti lo mau dijemput juga?” tanya Andrian ketika mereka tiba di depan kampus.

Zio menggeleng pelan. “Enggak, aku pulang bareng temen-temen aja, nanti aku minta tebengan,” jawabnya.

Andrian mengangguk, menyetujui. “Yaudah, nih buat makan siang nanti.” Andrian tiba-tiba menyodorkan sepuluh lembar uang kertas merah ke arah Zio.

Zio sedikit terkejut, menolak halus. “Aku masih ada uang buat makan siang kok,” ujarnya, mendorong tangan Andrian menjauh.

“Gapapa, gue tambahin aja,” balas Andrian sambil tetap menyodorkan uangnya.

Namun, Zio tetap menolak. “Enggak usah, kamu aja yang pegang uang itu.”

Mendengar penolakan Zio untuk kesekian kali, Andrian sedikit mengerutkan kening. “Lo terima atau gue yang marah” ancamnya dengan nada setengah bercanda.

Zio akhirnya menyerah dan menerima uang itu, menyimpannya di saku celananya.

“Belajar yang bener ya, sayang. Kalau ada apa-apa, langsung telepon gue.” Setelah berkata begitu, Andrian bersiap menyalakan mesin mobilnya, tapi tiba-tiba gerakannya tertahan oleh suara lembut Zio.

“Andrian, kamu sayang aku, kan?”

Pertanyaan sederhana itu membuat Andrian tersenyum. “Iya, gue selalu sayang sama lo, Zi. Tuhan baik banget bisa ngenalin gue ke makhlukNya yang satu ini,” jawabnya dengan nada hangat sebelum akhirnya berpamitan, “Udah ah, gue jalan ya.”

Setelah Zio turun dari mobil, Andrian pun pergi, meninggalkan kekasihnya yang kini sudah siap memulai harinya di kampus.

***

Hari itu, Zio hanya mengikuti satu kelas karena dosen-dosen lain berhalangan hadir. Begitu kelas selesai, Egar mengajak teman-temannya untuk pergi bersantai.

“Gimana kalau kita main dulu aja?” ajaknya dengan semangat.

“Boleh tuh, gue juga mau cerita sesuatu nanti,” sahut Noel, setuju.

Namun, raut wajah Zio tampak sedikit bimbang, yang segera ditangkap oleh Egar. “Lo kenapa, Zi?” tanyanya penasaran.

“Aku harus izin dulu sama 'baginda raja',” jawab Zio, sedikit tersenyum sambil mengambil ponselnya.

“Baginda?” Egar, Noel, dan Rido serempak mengernyit bingung.

“Andrian, siapa lagi kalo bukan dia. Kalian tau sendiri, HP aku aja GPS-nya selalu hidup,” jelas Zio.

Setelah teman-temannya mengangguk paham, Zio segera menghubungi Andrian untuk meminta izin. Dalam percakapan mereka, Andrian meminta agar GPS di ponsel Zio tetap menyala, supaya ia bisa terus memantau keberadaan kekasihnya itu.

Walaupun terdengar posesif, baik Andrian maupun Zio tidak merasa terganggu dengan aturan ini. Zio kemudian menutup teleponnya dan berkata kepada teman-temannya, “Udah boleh, ayo kita main.”

Teman-temannya tampak lega, dan mereka pun mulai merencanakan ke mana akan pergi. “Gimana kalau ke kafe baru di sebelah Kopi Kenangan?” saran Egar.

Yang lain langsung setuju, dan mereka menuju kafe yang baru saja buka itu.

***

Sementara itu, di tempat lain, Andrian yang baru saja menerima telepon dari Zio kembali ke rutinitasnya. Hari itu, ia harus bekerja di sesi pemotretan untuk sebuah majalah. Namun, pikiran Andrian tidak sepenuhnya fokus. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—Zio. Kekasihnya itu belum merespon pesan sejak siang tadi.

“Ck, Ndri fokus, dong,” gerutu Yogi, manajer Andrian, yang menyadari ketidakfokusannya.

Andrian merasa sedikit bersalah, tapi rasa khawatir tentang Zio masih menguasai pikirannya. “Istirahat dulu deh,” ujar Yogi akhirnya, menghentikan sesi pemotretan untuk sementara waktu.

Andrian duduk dan segera mengambil ponselnya, berharap ada kabar dari Zio. Namun, tidak ada pesan masuk. Ia mulai gelisah, hingga temannya, Haidar, datang menggoda. “Sibuk banget kayaknya, pak?”

Andrian hanya menatapnya tajam, tanpa niat bercanda. Haidar, yang paham bahwa sesuatu sedang mengganggu pikiran Andrian, mundur dengan tertawa kecil.

“Kenapa, Ndri?” kali ini Bima yang bertanya.

“Zio ke mana ya? Anjing"  ujar Andrian setengah bercanda, tapi ada nada khawatir yang tidak bisa ia sembunyikan. “Tadi siang pamit mau main, tapi ini gue chat dari tadi nggak dibales.”

“Pantes lo nggak fokus, anak bayinya lagi ilang,” sindir Yogi.

Di tempat lain, Zio dan teman-temannya tengah menikmati makanan di kafe. Sambil bersantai, Zio berencana memberi kabar pada Andrian. Namun, saat ia membuka ponselnya, tiba-tiba saja ponselnya mati total. Tertegun, Zio hanya bisa terdiam, kebingungan.

VOTE DAN KOMEN JANGAN LUPA

THE BEST COUPLE TAEKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang