Prolog

989 44 4
                                    

Helloo! selamat datang di lapak baruu. Cuma nitip dulu aja lapaknya, update-nya kapan-kapan wkwkw

Mau mengingatkan sebentar terutama untuk kalian yang baru pertama kali mampir di ceritaku. Lapak ini khusus untuk orang dewasa, jadi walaupun ceritanya tentang anak sekolah, tetap akan ada mengandung bumbu 🌶️🌶️🌶️ entah bagaimana bentuknya.

Jadi buat yang belum cukup umur tolong segera menyingkir, atau kembali lagi nanti saat sudah cukup umur (dianjurkan untuk 21+), atau bagi yang kurang nyaman dengan cerita dewasa berbasis anak sekolah juga boleh yuk di skip ajaa karena pintu keluar terbuka dengan lebar. Ku harap tidak ada protes terkait hal ini kedepannya yaaa...

Okaay segitu saja author notes kali ini.

Terima kasih sudah pernah hadir disini!! 🥰

- fy -

🥇🥇🥇

Dari banyaknya kendaraan lalu-lalang siang itu, ataupun penjual kaki lima dan pertokoan yang berjejer di antara halte angkutan kota, Deven menemukan sosok itu.

Seorang perempuan berambut panjang tergerai hingga pinggang sedikit berantakan, menunduk sambil mengetukkan kaki ke aspal. Beberapa kali menganggukkan kepala pelan.

Perempuan yang jauh dari kata mewah. Seragam usang masih rapi dimasukkan ke dalam rok abu-abu di bawah lutut. Sepatu warrior belel, sudah jelas sangat lama menemani perjalanannya. Mengetahui setiap batu dan pasir yang telah dilewati.

Deven mendekat, memutuskan untuk duduk di samping perempuan itu. Terlihat sekilas headset putih beradu dengan rambut panjang, tersibak angin sore. Lelaki itu melihatnya sekilas, sedikit meragu namun tekadnya sudah bulat kemarin. Tidak ingin lagi ia melonjongkan niat itu.

Deven akan mengajaknya berbicara kali ini.

"Hari ini cerah, ya?" Mulainya berbasa-basi. "Apa hati kamu juga lagi cerah sekarang?"

Memang sungguh basi rupanya.

Nah, kan. Tidak ada jawaban.

Deven memutuskan melanjutkan kalimatnya. "Kalau aku sangat cerah. Karena akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi."

Masih hening. Deven tersenyum singkat melihat ke arah perempuan itu lekat. Masih dengan gaya yang sama menikmati alunan lagu dari headset di telinganya walau ekspresinya datar. Dengan penuh keberanian, Deven menarik headset dari telinga kanan perempuan itu.

Sontak, perempuan itu menoleh ke arah Deven, terlihat sangat kaget. Ada jeda sejenak di sana. Mencoba memahami situasi macam apa ini, dan setelah kembali pada kesadarannya, ia segera menggeser tubuhnya menjauh. Sangat sedikit. Ekspresi yang ada di antara kaget dan takut. Namun juga senang di saat yang bersamaan.

Tentu saja, tidak ada lagi manusia yang mengajak anak perempuan itu berbicara, selain dari guru di sekolah dan anak-anak yang akan meminta jawaban di waktu ujian semester berlangsung. Tapi siapa lelaki ini?

Hadir, duduk, tersenyum, dan mengulurkan tangan ke arahnya.

Tak terlupakan.

Tak lekang oleh waktu.

Jika saat itu dirinya tidak menyambut senyuman itu...

Apakah ia masih bisa hidup sampai hari ini?

"Aku Deven. Ayo kita pacaran, Seravina Agatha!"

🥇🥇🥇 

Dipublikasikan: 06 Mei 2024; 21:10

Keseluruhan cerita ini dibuat dengan riset semata dan penulis tidak pernah terlibat langsung dengan adegan yang terjadi, maka mohon maaf jika terdapat kekeliruan terkait pelaksanaan kegiatan dan acara yang akan digunakan dalam cerita (terutama mengenai olahraga dan perlombaan). Semua masukan, kritik, dan saran yang disampaikan dengan baik akan disambut dengan baik juga 🙏🏻🧡

CONTiNUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang