07. Segaris Luka

289 27 1
                                    

[ Part 06.5 Chat POV Tersedia di Instagram: Link in Bio ]

⚠️Trigger Warning bisa dibaca pada deskripsi sebelum melanjutkan (bagi yang kurang nyaman membaca topik tertentu)! ⚠️

🥇🥇🥇

Seravina menghela napas panjang, mencoba mengatur napas yang sangat berantakan akibat lari masuk ke dalam gang dengan terburu-buru. Dengan satu helaan napas terakhir, akhirnya ia berani untuk membuka kunci pagar rumah dengan perlahan. Mencoba tidak terlalu menimbulkan keributan akan kedatangannya. 

Setidaknya belum ada motor di pekarangan rumahnya. Artinya, Papa belum pulang. Masih selalu ada kesempatan untuk bersyukur. Tubuhnya sudah terasa remuk sekali hari ini dan ia tidak ingin ada kegaduhan. Perlahan, Seravina melihat Mama dengan kaus rumahan, rambut terikat berantakan dan peluh menetes hingga membasahi kausnya berada di meja ruang tamu, menyusun makanan di atas meja. "Sera pulang, Mah."

"Sore banget pulangnya? Katanya jam setengah enam sudah pulang? Jam berapa ini sekarang?" tanya Mama. Seravina menelan ludah. Matanya mulai tidak fokus, menunduk dan jemarinya bertautan satu sama lain. "Iya tadi Sera habis belajar buat lomba bulan depan jadi lupa waktu, Mah. Maaf."

"Ya sudah, sana mandi habis itu makan dulu. Aduh bajunya gimana lagi itu, kemeja pakai celana pendek begitu, yang baik-baik, loh, Nak, kalau bergaul jangan aneh-aneh. Anak sama Papa kok, ya, sama aja. Tukang kelayapan," sindir Mama tak berhenti, masih sibuk bolak-balik di meja makan dan dapur.

Tubuh Seravina menegang, namun masih mencoba bersyukur bahwa ucapan Mama berhenti sampai sana saja. Merutuki diri saking takutnya karena pulang terlambat, lupa kembali memakai rok yang ia simpan di dalam tas. Perempuan itu memilih untuk menurut dan menaruh tas di ruang belajarnya, kemudian masuk ke kamar mandi.

Tak lagi memikirkan untuk membersihkan kelelahan dengan air hangat, Seravina hanya ingin segera mandi secepat mungkin, agar dapat segera duduk di meja makan dan dapat menyelesaikan satu hari ini.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam saat Seravina duduk di meja makan yang sudah tersedia beberapa makanan di atasnya. Sayur asam dan tempe tahu masakan Mama. Sementara Seravina ikut merapikan piring di atas meja saat bunyi klakson motor terdengar mendekat. Papanya sudah pulang. Jantungnya seketika berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

Hening terus melingkupi rumah itu. Tidak hanya Seravina, Mama yang sudah duduk di meja makan dalam diam, menunggu Papa yang akhirnya masuk juga ke dalam rumah. Seravina menyibukkan nasi, juga sayur asamnya ke mangkuk. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga menyiapkan untuk orang tuanya terlebih dahulu. 

Saat Papa sudah duduk di meja makan, mereka makan dalam diam. Seravina menelan ludah lagi, memantapkan diri sebelum menyuapkan sedikit pada mulutnya. Ia merasakan gemetaran merambat dari ujung jari hingga ke pergelangan tangan. Mulai kecil lalu semakin lama semakin kuat. Tangan Seravina diturunkan setiap selesai menyuapkan makanan itu, membiarkan jemarinya mencengkram kuat alas kursi meja makan. Fokus pada setiap kunyahan di dalam mulut.

"Sera, lomba yang di luar kota itu kapan, ya?" tanya Mama sembari menyantap makanannya. "Pertengahan November, Mah."

"Di Yogyakarta, ya?" lanjut Papa. Seravina mengangguk, mencoba mendorong tiap suapan melewati kerongongan dengan berat. "Iya, dua hari semalam, Pah."

"Ya sudah belajar yang betul," ucap Papa kemudian melanjutkan makan dalam diam. "Berapa orang yang ke sana?"

"Kalau Tim Ekonomi Sera tiga orang. Kayaknya nanti perginya bareng sama yang lomba lain juga."

CONTiNUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang