13

128 12 5
                                    

persis seperti apa yang dikatakan oleh Ni-ki; berdirinya sepasang kekasih yang berdiri digelapnya hutan tanpa cahaya. hanya ada sinar bulan sempurna diatas langit.

Junghwan maupun Ni-ki hanya berdiam diri tanpa niat untuk membuka obrolan. mereka sama-sama canggung mengingat kejadian siang tadi.

lagipula, siapa yang menyuruh melakukannya di siang hari? pintu kamar juga tak ditutup. meskipun rumah milik Nenek berada dihutan, tapi masih ada Nenek yang bisa datang kapanpun ia mau.

sepertinya, tebakan kalian benar. Nenek kembali ke rumah gubuk untuk mengambil alat yang tertinggal, dan berniat mengingatkan Junghwan soal bulan darah.

rupanya, ia salah memilih waktu.

dan mereka masih mengingat jelas apa yang dilakukan di siang hari. tak ada satu adegan pun yang lewat untuk disimpan di  memori.

"ekhem," Junghwan berdehem, menelan susah payah rasa canggung yang mereka rasakan.

"dimana?"

"apanya?"

Ni-ki yang bertanya, dan Junghwan yang tak paham maksud pertanyaannya.

"lokasinya. aku rasa kita sudah berjalan terlalu jauh,"

Junghwan mengangguk patah-patah, "ah, errr ... itu," kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. mencoba mencari apa yang ditanyakan oleh Ni-ki.

"ah, oh! aku rasa disini sudah cukup. kita berjalan terlalu jauh kan?" Junghwan bertanya, dan Ni-ki mengangguk. "sepertinya ada sekitar enam kilometer dari rumah Nenek."

Ni-ki mengangguk setuju. kakinya ikut berhenti saat Junghwan juga berhenti. diam tanpa suara, dan rautnya menunjukkan kewaspadaan.

"ada apa?"

Junghwan menoleh sebentar, mendapati wajah kebingungan sang kekasih. "sepertinya ada makhluk lain selain kita,"

tangan besar Junghwan membawa pergelangan tangan kecil Ni-ki untuk digenggam. menurutnya, mereka harus tetap bersama.

Junghwan takut, jika Ni-ki terpisah jarak darinya, kemungkinan laki-laki itu tak akan aman. sebab ini masuk terlalu jauh ke dalam hutan.

Ni-ki tersipu malu. Junghwan melindunginya, Junghwan mengutamakan keselamatannya. apalagi, ketika ia mengingat bagaimana tangan besar si muda bermain pada tubuhnya. wajahnya semakin memerah bak tomat matang. 

"bagaimana jika kita kembali saja?" ujar Junghwan masih waspada. 

meski tak lagi menggenggam tangan sang kekasih, namun Ni-ki tahu Junghwan khawatir. semua itu terlihat dari maniknya. Ni-ki menghela nafas, "bagaimana dengan perubahan penggunanya? kita sudah sejauh ini, Junghwan," 

benar. mereka sudah terlanjur 'berbuat', mencari daun khusus guna wadah darah dengan susah payah, berjalan sejauh enam meter tanpa berhenti sebab mengejar waktu. jika kembali, semuanya terdengar sia-sia. usaha tanpa hasil itu ... sangat rugi. 

Junghwan memutar tubuhnya, menghadap pada yang lebih pendek. menatap manik lawannya dengan teduh. "tak apa, aku yakin ada cara lain. yang terpenting sekarang adalah keselamatan kita," 

Ni-ki ragu, tapi ia tetap mengangguk menyetujui. "baiklah, aku juga akan membantumu," lanjutnya. 

keduanya saling melempar senyum. kemudian, kaki mereka membawa sang tubuh untuk pergi dari lokasi. menjauhkan diri dari bahaya, dan meninggalkan rencana yang tersusun rapi dengan tujuan mulia. tautan tangan mereka tak pernah lepas. 

hingga Junghwan yang tiba-tiba menarik tubuh kecil disampingnya itu kedalam pelukannya. memancarkan cahaya berwarna kuning sebagai perisai. cahaya yang mampu menendang jauh makhluk asing yang mengganggu mereka. 

Ni-ki mencoba menatap wajah sang dominan. aura menyeramkan dapat ia rasakan. dengan ragu, ia raih wajah yang tadi tak menatapnya, "Junghwan, ada apa?" tanyanya lembut. mencoba mengalihkan aura yang memang menekan dirinya. 

 bukannya mendapat jawaban, Ni-ki malah merasakan rengkuhan Junghwan semakin erat. "sebentar, kepalaku terasa berat," kepala si dominan itu berada dipundaknya. 

"Junghwan? kau tak apa kan?" Ni-ki mulai panik ketika dirasa rengkuhan Junghwan tiba-tiba mengendor. ia merasa jika si dominan kehilangan keseimbangannya. 

hingga tubuh Junghwan yang runtuh dan Ni-ki yang tak mampu menahan beban. keduanya terjatuh diatas tanah. dengan Ni-ki yang menindih tubuh lemah Junghwan. 

walau tak mampu membawa beban tubuhnya serta kepala yang terasa amat pusing, Junghwan masih menyadari ada sesuatu yang berbeda. jika saat itu cahaya berwarna biru menyelimuti Ni-ki, maka saat ini hanya ada cahaya emas yang samar melingkupi mereka berdua.  

Junghwan mengerti ini bukan saatnya mengagumi perkara cahaya emas, disini masih ada entitas lain selain mereka berdua. dan Junghwan yakin itu membahayakan. 

lagi dan lagi, Junghwan dibuat kagum ketika makhluk yang mengganggu mereka terpental setelah menyentuh subjek cahaya. dalam pikirnya, itu merupakan sihir milik Ni-ki. sihir kecil yang mampu melindungi mereka. 

namun, entah mengapa, Junghwan sendiri merasakan energinya terkuras. padahal dirinya hanya berdiam dan mencoba melindungi tubuh kecil kekasihnya. sangat yakin jika ia tak mungkin menggunakan sihir.

sementara itu, Ni-ki semakin panik ketika tubuh diatasnya semakin lama terlihat semakin lemah. tapi, tubuh itu mencoba tetap bertahan meski tampak bergetar.

tangan kecilnya meraih pipi kiri sang dominan. "Junghwan, jangan terlalu berlebihan. sihirmu bisa habis," ucapnya dengan lembut. "cukup, kau terlalu berlebihan. ini saatku, berhenti menggunakan sihirmu. aku tahu, kau memang pria yang kuat, tapi kali ini tubuhmu tampak lemah."

sedetik kemudian, Junghwan ambruk diatas tubuh Ni-ki. menyisakan Ni-ki yang berusaha membangun perisai pelindung, dan tangisan sesak karena kondisi matenya.

 menyisakan Ni-ki yang berusaha membangun perisai pelindung, dan tangisan sesak karena kondisi matenya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC!
ehe, sampai jumpah! mwah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

hwanki ; hello, mate!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang