«
CHAPTER 11 : Takdir Yang Mempertemukan Kita
»
¦
~
¦Atteza mengetukkan bolpoint nya di atas meja dengan bosan, ia baru selesai pertemuan dengan pihak redaksi terkait karya barunya. Setelah berjam-jam diskusi selesai dan kini ia terjebak hujan di cafe tempat pertemuan. Ia bisa saja pulang jika mau menerobos sedikit hujan lalu berteduh di mobilnya, namun ia sedang malas basah-basahan. Lagipula, ia sudah berlelah-lelah sejak kemarin, bersantai sedikit dengan mengasingkan diri di tempat ini sembari mengamati hujan menjadi healing tersendiri.
Tour bukunya baru selesai dan sekarang ia sudah bertemu dengan penerbit untuk merilis karya terbaru. Bukan karya baru baginya, ini adalah draft dari sekian draft lama di foldernya yang dia revisi dan rubah sedikit karena pihak penerbitan ini sedang gandrung mengejarnya, mengajaknya bekerja sama. Dan setelah mempelajari naskahnya mereka setuju begitu saja. Mungkin, mereka berpikir dengan mendengar nama Antarez saja, para pecinta literasi sudah pasti akan setia membeli. Kalau di pikir-pikir, semudah itu dia sekarang menjadi tenar, sekarang bahkan ia tak perlu pontang-panting kesana kemari untuk riset. Hanya perlu menghubungi pihak-pihak yang dia inginkan kemudian tanpa banyak berlelah-lelah kesana-kemari ia akan menemukan jawaban yang dia perlukan.
Memang, begitulah enaknya jadi orang yang sudah memiliki nama besar.
Menggulung lengan sweaternya sedikit ia menilik arloji dan sadar bahwa hari telah beranjak sore. Hujan di luar sana masih setia mendampingi, karena merasa sudah terlalu lama berdiam diri, akhirnya Atteza memilih nekat menerobos sedikit guyuran hujan untuk mencapai mobilnya. Tidak terlalu basah, karena ia menggunakan business file berbahan plastik untuk menutup bagian atas kepalanya. Setelah menepuk sedikit bagian bahunya yang basah, Eza menyalakan penghangat di mobilnya. Udara di luar cukup dingin bagi tubuhnya yang kalau kelelahan mudah sekali tumbang.
Ia sudah berkendara beberapa kilometer menuju apartemennya, saat melintasi jalan besar menuju perempatan lampu merah terakhir sebelum ia belok kanan ke arah daerah rumahnya, Eza menepikan mobilnya karena melihat seseorang yang ia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A HALF HEART
FanfictionHati mendesaknya untuk menjatuhkan pilihan, antara memendam lara atau menelan pahitnya menjadi orang ketiga. Gia terlanjur jatuh cinta dan tak ada cara untuk menghapus rasa itu, meski dia tahu kalau Eza adalah lelaki yang hatinya telah berpemilik. ...