bagian 43

2.6K 164 30
                                    

"Walaupun saya membuat bajingan sialan itu mati, apa Anda akan merelakannya?"

"Silahkan. Terserah kamu Surya. Jika memang nyawa yang pantas atas bayaran untuk kesakitan Berlian, saya tak akan melarang."

"Kakek! Mas! Papa!" Zafran dan Berlian, Daniar lalu Adhitya berseru lantang atas keputusan Prayudha. Rasanya gila kalau Javier harus mati begitu saja. Setidaknya, beri satu kesempatan untuk manusia itu memperbaiki diri sebelum ajal menjemput.

"Papa. Berlian... Berlian ikhlas sama semuanya. Berlian sudah ikhlas pa. Memang masih sakit tapi Berlian masih bisa tahan. Biarkan Javier hidup pa. Setidaknya biarkan lelaki itu untuk memperbaiki diri dahulu. Kasih kesempatan untuk dia. Berlian mohon..." Berlian hanya tak mau Joan berakhir tak punya ayah. Biarkan Javier hidup, siapa tau lelaki itu bisa memperbaiki diri.

Senyum Surya untuk Berlian menghilang. Hanya bisa menatap nyalang wajah sulungnya dari samping. Seolah-olah tak bisa untuk menerima usulan Berlian untuk mengampuni Javier dengan mudah. Kenapa bisa putrinya ini menyuruhnya untuk memaafkannya? Setidaknya balasan harus setimpal. Dan nyawa seolah hal yang pantas untuknya. Iblis itu tak bisa kita biarkan begitu saja. Berkeliaran dengan mudah? Surya tak bisa merelakannya.

"Kamu memang bisa memaafkan bahkan mengikhlaskannya tapi papa, gak akan pernah bisa!" Kata Surya tegas. Seolah tak terpengaruh akan permohonan Berlian.

"Pulang. Ayo ikut papa ke rumah. Ruby juga ketemu sama kamu." Final Surya seraya berdiri diikuti Berlian. Lalu Prayudha pun ikut berdiri.

"Saya pamit pak Yudha. Pembicaraan ini lebih baik berakhir saja. Dan sudah jelas ini semua salah cucu Anda dan besok seperti janji Anda antarkan saya untuk bertemu dengan si Javier itu." Sebelum Berlian bertindak jauh terus memohon padanya lebih baik Surya mengakhiri pembicaraan ini.

"Baiklah. Hati-hati di jalan. Nanti Berlian datang ke rumah kakek ya," kata Prayudha beralih menatap lembut cucu mantunya. Menghilangkan ketegangan di wajahnya. Berlian pun hanya bisa mengangguk saja dengan senyum tipis. Menyusuti kembali air matanya yang kembali turun.

"Ayo Berlian. Semuanya saya pamit dulu." Pamit Surya singkat lalu menggandeng tangan Berlian. Tapi, Berlian memilih melepaskannya.

"Berlian mau cium tangan dulu sama kakek nenek dan papa mama..." Surya yang paham pun mengangguk pelan.

Setelah mencium tangan keempatnya dan Berlian yang lupa akan seseorang yang sekarang sudah mulai mencebikkan mulutnya. Tak menyangka Berlian dengan mudah melupakannya. Apa Zafran terlalu di pinggir dan terlalu mungil sampai tak terlihat?

"Kau tak nampak aku kah, baby?" Zafran akhirnya bersuara.

"Mas Zafran..." Berlian terkaget karena Zafran yang sekarang berada dihadapannya.

"Apa? Baru inget kamu punya suami?"

"Maaf. Gak fokus akunya..." Berlian menunduk malu. Bisa-bisanya dirinya tak menyadari akan eksistensi suaminya. Padahal Zafran sendiri yang membawanya kesini.

"Berlian, ayok," ajak Surya yang sekarang mulai tak sabar untuk segera pulang ke rumahnya. Rasanya kepalanya sudah mau pecah menerima kenyataan ini. Apalagi melihat wajah-wajah yang masih ada hubungannya dengan bajingan yang sudah menyekap Berlian, rasanya Surya mau mengakhiri hubungan keluarga ini.

"Mas, aku ikut papa ya... Boleh?" Izin Berlian.

"Pa, Zafran bisa ikut sama kalian kan?" Bukannya menjawab, Zafran malah bertanya pada ayah mertuanya.

"Kalau kamu merasa suami Berlian harusnya tanpa izin saya pun kamu harus bisa menjaganya. Mengikuti kemana langkah istrimu. Jangan terus-terusan gak becus kalau jadi suami. Bisa-bisa Berlian menghilang kalau langkahmu lambat melulu," sindiran pedas Surya terlontar membuat Zafran pun terdiam mencernanya. Lalu mengangkat kepala dengan tegak seraya menatap wajah ayah mertuanya dengan sorot tajam. Sorot tajam ini hanyalah sebuah tekad bukan amarah.

𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐠𝐚𝐧𝐭𝐢 (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang