Semua tentang hari ini sungguh membuat gadis bermata kucing itu tersiksa. Sepanjang pelajaran Bahasa inggris Jena terus merasa gelisah dan terhina. Dengan mata berkaca-kaca, rasanya seperti seluruh dunia berputar di sekitarnya dan dirinya hanya seorang penonton yang tak berdaya. Pelajaran hari ini terasa lebih berat dari biasanya dan tekanan untuk melakukannya lebih baik lagi kedepannya membuat merasa tercekik serta rasa cemasnya yang semakin membesar. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh sang guru terasa seperti pukulan langsung ke perutnya.
Davian, pemuda itu satu kelas dengannya dan kini ikut menertawakan dirinya bersama dengan yang lain. Rasa malu dan keputusasaan merayap ke dalam pikirannya. Jena benar-benar kehilangan harapan untuk mengendalikan hidupnya kini. Ia berusaha membiarkan takdir bekerja sesukanya. Dirinya adalah gadis tak berdaya yang akan menikahi seorang pria yang sama sekali tidak mencintai nya. Sungguh malang hidupnya.
Jena berharap ia bisa menghilang dari pandangan semua orang dan menjauh. Namun, ia merasa terjebak di tempat, tak bisa melakukan apapun.
Jena menghela napas panjang. Kemudian ia melangkahkan kakinya untuk pergi ke kelas selanjutnya yaitu Pendidikan Jasmani, namun Jena tidak memiliki pakaian olahraga karena hari ini adalah hari pertama nya disini. Untungnya Miss Nina—guru olahraganya, memperbolehkan Jena untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga. Jena terus menundukkan kepalanya selama dirinya berbicara dengan Miss Nina. Ia tidak ingin gurunya itu melihat memar di wajahnya.
Para siswa dan siswi lainnya sedang bermain bola voli. Tanpa sepengetahuan gadis bermata kucing itu, ada salah satu dari mereka yang diam-diam mengarahkan bola voli ke wajah Jena saat gadis itu sedang menonton di bangku penonton pinggir lapangan. Dan ya, tanpa sempat menghindar bola voli itu mengenai wajah Jena. Gadis itu jelas bisa mendengar tawa keras sebelum akhirnya tubuhnya tumbang dan kehilangan kesadaran.
***
Saat Jena sadar, matanya perlahan mengerjap terbuka dan pandangannya langsung tertuju pada wajah yang berada di depannya. Wajah itu milik Miss Nina, guru Pendidikan Jasmaninya.
Jena tersadar ia sedang berada di ruang kesehatan sekolah, terbaring di atas tempat tidur dengan rasa sakit yang masih terasa di seluruh wajahnya. Miss Nina memperhatikan Jena dengan penuh kekhawatiran, hal itu membuat Jena rasanya ingin menangis karena sebelumnya tidak ada yang pernah menunjukkan perhatian sebesar itu padanya.
"Kamu baik-baik aja, Jena?" tanya Miss Nina dengan nada lembut tetapi tetap terdengar khawatir. Jena mencoba menjawab, tetapi suaranya tetasa tercekik oleh emosi yang membuncah di dadanya.
"Ya..." Jawab Jena akhirnya, meski suaranya terdengar serak dan lemah. Jena mengangkat tangannya untuk menggosok hidungnya yang terasa gatal, tetapi ia kemudian meringis kesakitan saat itu membuatnya semakin sadar akan memar di wajahnya. "Awh..."
"Jangan disentuh." kata Miss Nina dengan tegas namun penuh perhatian. "Memarmya lumayan parah dan kamu perlu memberikannya waktu dan terus mengobatinya untuk sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Afterglow
Fanfiction[Taennie Short Story] Ketika takdir menggiring mereka bersama, melalui perjodohan yang tak terduga, Davian dan Jenara harus menjalani sebuah kisah yang tak terhindarkan. ⚠️WARNING⚠️ [Better for 17+] [Lokal fanfic/au] [Baku non baku] [Cringe, chees...