Kegelapan menarik Jena kembali ke tempat yang sama. Burung-burung kini berkicau dan warna bunga-bunga lebih cerah dari sebelumnya. Tiba-tiba, awan terbuka dan kilatan cahaya terang menyinari dirinya. Matanya hampir buta oleh cahaya itu, dan ia menggunakan tangan untuk menghalanginya.
Seperti halnya ketika datang tiba-tiba, cahaya terang itu hilang seketika dan matanya bisa melihat lagi. Namun kali ini, saat dirinya membuka mata, ia melihat sosok melayang di atas dengan sorotan lampu. Sosok itu mengarahkan sorotan lampu dari pandangannya, dan ia melihat wajah yang tidak dikenal di depannya.
"Halo Jena, saya adalah dokter yang ditunjuk untukmu, Dr. Jeff." kata pria itu sambil tersenyum hangat.
Dr. Jeff kemudian menanyakan serangkaian pertanyaan seperti nama lengkapnya, sekolahnya, dan tanggal. Rupanya, Jena menjawab semuanya dengan benar.
"Baiklah, kamu pasti lelah menjawab begitu banyak pertanyaan. Istirahatlah dan saya akan datang lagi nanti untuk memeriksa kondisimu." Dr. Jeff pergi setelah menulis sesuatu di selembar kertas yang terletak di ujung tempat tidur.
Jena terkejut saat ia menyadari Davian duduk di sofa yang terletak ujung ruangan. Pemuda itu tampak lelah dengan lingkaran hitam di bawah matanya dan rambutnya berantakan. Tatapan Davian begitu tulus hingga membuat jantungnya berdetak lebih kencang.
"Finally Jena... akhirnya lo bangun." Ujar Davian menghela napas lega. "Gimana keadaan lo sekarang? Udah lebih baik?" tanya Davian dengan senyum kecilnya yang menawan .
Jena mengangguk malu-malu. Jena merasa apakah dirinya sedang bermimpi sekarang karena Davian yang dihadapannya begitu berbeda dengan yang biasanya.
Lamunan Jena terhenti ketika suara Davian kembali melanjutkan pertanyaannya. "Lo ingat kan gimana lo bisa ada disini?"
Semua kenangan kembali menghampirinya saat dia ingat Arum yang tengah mencekiknya. Jena meringis pada kenangan itu dan Davian segera mendekat untuk berada di sampingnya.
"Shhh... tenang. Jangan takut, gue ada disini." Davian memegang tangannya dengan lembut dan menyelipkan sehelai rambut di belakang telinganya.
"Di mana ibuku?" tanya Jena dengan suara gemetar.
"Dia lagi dalam masa percobaan," jawab Davian malas dengan sorot marah di matanya.
"Kenapa dia dalam masa percobaan? Itu semua salah aku, aku yang udah bikin Ibu marah. Tolong bantu aku buat menarik semua tuduhan itu! Tolong, Davian!" Jena menangis histeris membuat Davian yang melihat menjadi tidak tega dan kesal dalam waktu yang bersamaan.
"Dia gak seharusnya sampai mukul apalagi mencekik lo, Jena! Apa kesalahan yang lo lakukan sampai lo harus dipukul dan dicekik kaya gitu?! Itu adalah bentuk kekerasan!" Davian berteriak.
Jena menciut mendengar teriakan itu dan Davian segera menyadarinya. "Maaf. Maaf Jena. Jangan takut sama gue. Gue gak akan melakukan apapun yang akan menyakiti lo." Kata Davian dengan mata yang melunak, meski masih marah dari caranya menggenggam tangan. "Lo harus bersaksi, Jena. Dan gue pastikan lo gak akan mengalami hal kaya gitu lagi selama lo sama gue." Tambahnya dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Afterglow
Fanfiction[Taennie Short Story] Ketika takdir menggiring mereka bersama, melalui perjodohan yang tak terduga, Davian dan Jenara harus menjalani sebuah kisah yang tak terhindarkan. ⚠️WARNING⚠️ [Better for 17+] [Lokal fanfic/au] [Baku non baku] [Cringe, chees...