Jena merasa sangat bingung mengapa Davian memperlakukannya seperti itu. Pemuda itu tampak marah atas apa pun yang dilakukannya. Jena tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya apakah Davian akan memukulnya seperti yang dilakukan Ibunya setelah mereka menikah nanti..
Bahkan jika Davian melakukannya, Jena hanya bisa menerima karena Arum telah mengatakan bahwa ia harus patuh padanya, atau ibunya itu akan membunuh Jena jika keluarga Davian menyesal dengan keputusan mereka dan ingin Arum mengembalikan uangnya.
Jena menyaksikan Davian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang semakin meningkat. Gadis itu menghela napas lalu berjalan ke kelas matematika sambil merasa khawatir tentang keselamatan Davian.
***
Di perjalanan menuju kelas, Jena bertemu dengan Galen yang menawarkan untuk mengantarnya ke kelas berikutnya. "Kenapa lo keliatan bingung? Ada masalah, Jen?" tanya Galen dengan nada khawatir dalam suaranya.
"Oh, bukan, aku lagi bingung sama Da— eh.. em gak ada apa-apa." jawab Jena gugup, tidak ingin mengatakan lebih banyak.
"Ini tentang Davian kan?" tanya Galen dengan alis terangkat.
"Enggak. Cuma ada masalah kecil." jawab Jena dan untungnya Galen tidak bertanya lebih lanjut, meskipun Jena bisa melihat bahwa dia masih curiga.
Jena masuk ke dalam kelas di mana sebagian besar orang sudah berada di sana, termasuk Serena dan teman-temannya. Serena melihat Jena dan menyeringai. "Hei, cewek aneh. Wajah jelek lo itu udah baikan?"
Beberapa orang di kelas tertawa, tapi teman-teman Serena tertawa paling keras. Jena memerah dan cepat-cepat duduk di kursinya dengan kepala tertunduk. Sepanjang pelajaran, Jena bisa merasakan potongan-potongan kecil kertas dilemparkan padanya dan ia tahu siapa yang melakukannya. Jena hanya bisa berharap agar kelas segera berakhir.
Ketika kelas berakhir, Jena bergegas ke kelas terakhirnya yaitu kelas geografi dan segera pulang agar Serena beserta teman-temannya tidak bisa mengganggunya lagi. Saat sampai di rumah, ibunya belum pulang dan Jena tidak bisa menahan napas lega. Dia memanfaatkan waktu tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya dan membuatkan makan malam untuk Arum.
Setengah jam kemudian, Arum masuk ke rumah dengan botol di tangannya. Jena menyiapkan makan malamnya di meja makan setelah Arum duduk. Melihat makan malamnya, Arum memelototi Jena dan berteriak.
"Makan malam macam apa ini?!"
Hal berikutnya yang Jena tahu adalah ia dipukul di perut hingga tubuhnya meringkuk kesakitan. Ibu tirinya itu menendang tubuhnya berulang kali dan mengambil piring makan malam, lalu membuang isi yang masih sedikit panas ke wajah Jena yang memar.
"Akh! Bu, tolong berhenti, ibu... Ini sakit..." Jena menjerit kesakitan dan Arum tertawa, mengambil botolnya dan berjalan sempoyongan ke kamarnya.
"Hiks... Kenapa..." Jena terbaring di lantai dapur dan menangis sampai tidak ada air mata lagi. Ia berusaha untuk bangkit dan membersihkan kekacauan sebelum mencuci wajahnya. Jena menyadari wajahnya memerah, menambah warna ungu dari memarnya. Ia masuk ke tempat tidurnya dan menangis hingga tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Afterglow
Fanfiction[Taennie Short Story] Ketika takdir menggiring mereka bersama, melalui perjodohan yang tak terduga, Davian dan Jenara harus menjalani sebuah kisah yang tak terhindarkan. ⚠️WARNING⚠️ [Better for 17+] [Lokal fanfic/au] [Baku non baku] [Cringe, chees...