ℭ𝔥𝔞𝔭𝔱𝔢𝔯 6

19 4 2
                                    

Matahari sudah terbit. Jika kemarin aku merasa dekat dengan bulan, kini aku merasa sangat dekat dengan matahari. Tapi bukannya merasa panas, aku malah merasa udara saat ini sangat dingin.

Sedari tadi, kami sudah berjalan menyusuri gunung ini. Gunung ini sangat luas, pasti kita bisa menemukan orang lain 'kan?

"Aku penasaran apakah di gunung ini ada monyet atau tidak," kata Arga yang berada di sampingku.

"Loh ini ada di sebelahku," jawab Rasha seraya menunjuk Sean dengan matanya.

Ngomong-ngomong posisi kami saat ini:
Sean->Rasha->Aku->Dani->Arga.

Aku tidak tahu Rasha mempunyai dendam seperti apa dengan Sean. Tetapi aku cukup terhibur saat dia terlihat membenci Sean.

Untuk berjaga-jaga jika ada kanibal seperti sebelumnya, kami sudah menyiapkan barang-barang untuk melawannya. Kami mengambil barang-barang yang berada di lubang yang aku masuki sebelumnya.

Aku mengambil pedang yang terlihat cukup keren.

Rasha mengambil pisau, sepertinya dia sangat menyukai pisau.

Arga dan Dani mengambil panah, cocok untuk mereka yang kecil.

Dan Sean, pria itu sebenarnya sudah memiliki panah sebelumnya. Namun dia juga mengambil pedang yang sama sepertiku.

Kami sudah siap melawan orang-orang kanibal!!!

Tetapi... mengapa kami tidak menemukan satupun orang disini?

Apa memang yang selamat dari ombak laut hanyalah Kami?

Ah, itu tidak mungkin. Buktinya waktu lalu ada beberapa orang yang ingin menyerang kami, komplotan Sean. Aku melirik ke arah Sean, aku sedikit curiga dengannya yang mempunyai sifat sangat misterius. Aku rasa aku harus berjaga-jaga jika dia akan menusukku dari belakang.

"Oh, di depan kita tersisa jurang."

Perkataan Arga memang benar, di depan kami tersisa jurang.
Aku menatap ke bawah jurang itu, air disana sudah sangat naik. Bisa-bisa dalam beberapa hari kedepan kami sudah dilahap habis oleh makhluk yang berada di dalam air itu.

"Gimana caranya kita hidup ya kalo kayak gini," ucap Arga merasa putus asa.

"Manjat."

Arga memajukan wajahnya untuk menatap Rasha, "Hah? Maksudnya?"

"Ya manjat! Manjat ke langit sebelum kita tenggelem."

"Bodoh," celetuk Sean.

"Berisik!"

Aku berjalan selangkah untuk menginjak ujung gunung ini, Dani yang disebelahku memeluk tanganku dengan erat.

"Kakak..." gumam Dani.

Aku memicingkan mataku saat melihat seekor makhluk di dalam air, makhluk itu menatapku dengan mata merahnya. Dia bergerak semakin cepat dan cepat.

"Akh!" Ringisku saat Sean menarik kasar tanganku.

Saat aku tersadar, ternyata makhluk tadi sudah ada di depan mataku. Dia melompat dari air sampai ke hadapanku. Makhluk itu berbeda dengan makhluk-makhluk sebelumnya yang pernah aku lihat.

Makhluk itu benar-benar seperti ikan hiu! Apakah itu benar-benar ikan hiu?

"Kakak gapapa?" Tanya Dani yang hampir menangis di sampingku. Seperti nya dia terkejut akan makhluk tadi.

"Iya kak! Kakak gapapa?" Tanya Rasha dan Arga berbarengan.

"Gapapa.."

Tsak!

Makhluk tadi mencoba melompat lagi, dan kini bukan hanya satu. Tapi banyak!

"Gila!"

Kami reflek memundurkan tubuh saat melihat itu. Namun...

"AKH? KAKIKU DIGIGIT KAK!"

"BUNTUNG ITU BUNTUNG!"

Makhluk-makhluk itu berhasil naik ke hadapan kami dan salah satu dari mereka langsung menggigit kaki Rasha.

Aku mendorong Dani untuk menjauh saat melihat tiga ekor makhluk dengan cepat ada di hadapanku.

Mustahil, mengapa mereka bisa sangat cepat padahal tidak di dalam air?

Disaat aku ingin mengambil pedangku yang terjatuh saat aku mendorong Dani, makhluk itu lebih dulu ada di depan wajahku.

Tsuk!

Sebuah panah menusuk makhluk itu dan membuat darahnya mengenai wajahku.

"Maaf."

Aku melirik Sean sekilas dan memberinya jempol. Aku sedikit berterimakasih walau dia juga membuat wajahku ternodai.

Aku memegang erat pedangku, terlihat sangat pemula.

"Dengan ini aku berdoa padamu tuhanku! Bantu aku!"

Itu bukan suaraku.

Aku menebas bagian leher setiap makhluk-makhluk yang mendekatiku, aku sedikit kecewa. Kupikir aku akan mendapatkan sesuatu saat mereka terbunuh. Seperti berlian, mungkin?

Aku mengusap-ngusap tanganku dan mengaitkan pedang itu ke ikat pinggangku. Akhirnya selesai juga! Tetapi sepertinya aku melupakan sesuatu, apa ya?

'Ah.'

"Dani?!?" Teriakku seraya menatap ke belakangku.

"Apa kak?!"

Dia terlihat baik-baik saja, walau banyak noda darah dibajunya. Aku bergantian melirik mereka satu persatu. Sampai aku melihat Rasha.

Bagaimana bisa dia terlihat sangat kacau?

"Kau ngapain aja?" Tanya Sean.

Aku juga ingin bertanya seperti itu.

"Bertarung!" Jawab Rasha lantang dengan darah yang bercucuran. Bajunya sudah seperti berganti warna, yang tadinya kuning sekarang sudah menjadi merah.

"Huek! Darah siapa itu?" Arga menutup mulutnya.

"Intinya bukan darahku!"

"Kakak." Aku melihat Dani mendekatiku dan menggenggam tanganku.

Aku menatapnya dan merobek ujung celanaku, membersihkan tangan Dani yang berdarah. Dia masih belum ahli menggunakan panah.

"Chandra." Mataku melirik ke sampingku, ada Sean disana. Dia mendekati wajahku dan mengusapkan wajahku yang terkena noda darah dengan bajunya . Dengan sangat lembut dan telaten, aku bisa menatap langsung ke dalam matanya karena jarak wajah kami sangat dekat.

"Aku curiga, om," ucap Rasha seraya melipat kedua tangannya.

Aku menatapnya yang juga sedang menatapku, "Terima kasih."

Dia tidak menjawab, namun kulihat sudut bibirnya sedikit naik.









Catasthrope Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang