ℭ𝔥𝔞𝔭𝔱𝔢𝔯 3

29 7 1
                                    

Hujan turun perlahan-lahan, menghanyutkan mayat-mayat itu ke dalam laut.

Air laut itu bercampur dengan darah manusia-manusia yang telah meninggal.

Sedangkan kami hanya menatap itu, kami berhasil menjauh sebelum hujan turun. Kami terus saja mencari keberadaan orang yang mungkin saja masih hidup. Namun, sedari tadi kami tak menemukan apapun.

Benar, apapun.

Yang kami temukan hanyalah, mayat, mayat, dan mayat.

Bahkan makanan pun tak ada.

"Laper..."

"Emangnya apa yang bisa dimakan saat ini?"

"Manusia?"

"Lebih baik aku mati daripada memakan sesama." Aku menghela nafas panjang. Benar, pasti kami merasa lapar. Kejadian itu sudah sehari lalu, dan kami masih belum menemukan apapun.

Aku melirik ke arah gunung yang terasa dekat. Apa gunung itu letaknya memang disitu?

Gunung itu tak seharusnya disini, mana mungkin gunung itu berjalan kan? Sangat tidak masuk akal.

"M-mama..."

Sebuah suara muncul membuat kami bertiga menoleh, tapi tidak menemukan apapun. Oh, ada. Ada dibawah reruntuhan rumah rusak itu.

"Gila..." Arga berlari dan langsung menarik anak itu dari reruntuhan, banyak darah dibajunya. Entah darah siapa itu.

Petir bergemuruh, ada getaran di tanah dan...muncul ombak besar lagi.

'Sial.'

Aku langsung menggendong anak itu dan menarik kerah baju Rasha.

"Arga, lari!" Teriakku saat Arga masih bingung dengan keadaan. Tersadar akan teriakku, dia langsung berlari sangat cepat bahkan melewatiku.

"Naik ke gunung itu." Arga mengangguk.

Gunung itu, memang tak seharusnya letaknya ada disini. Tapi mungkin saja, memang ini jalannya.




"Uhuk, uhuk..." Rasha memegang lehernya sambil mengerutkan keningnya.

"Kak, kau keterlaluan. Kasih aba-aba dong kalo mau lari!"

Arga menjitak dahi Rasha dan menunjuk ke bawah gunung yang berisi air lautan.
"Jika harus menunggu aba-aba mungkin kau sudah hilang disitu."

Aku tidak menghiraukan kedua remaja itu dan mengalihkan pandanganku anak kecil yang kini aku gendong. Aku menurunkannya dari gendonganku dan mengelus rambutnya.

"Kau tidak apa?"

Anak itu menunduk, dan mencoba menatapku. Dia terus menaik turunkan kepalanya, apa tidak pegal?

"Aku...gak papa." Dia menggigit bibir kecilnya.

Hah...

"Siapa namamu?" Aku merunduk menyamakan tinggiku dengannya.

"Aku Dani..."

"Seperti nama laki-laki."

"Aku memang laki-laki."

"Ei...tapi kau pendek sekali." Kata Rasha yang kakinya langsung diinjak oleh Arga.

"Baiklah, aku Chandra. Kau boleh memanggilku Kakak." Aku mengulurkan tanganku dan menggenggam tangannya.

"Sekarang kita harus membersihkan dirimu dari darah terlebih dahulu." Aku menarik pelan tangannya dan berjalan meninggalkan Rasha dan Arga yang masih diam.

"Anu...kita gak dikenalin, Kak?" Rasha berteriak, namun tak ku tanggapi.

"Mungkin kita anak tiri."

"Hah..kok gitu?"

....

"Dani, kau lapar?"

"Iya."

"Aku juga." Rasha ikut menyahutiku.

Aku sedang mencuci baju milik Dani yang penuh dengan darah.
Bajunya tampak seperti baju anak TK, jangan lupakan bahwa ada name tag nya juga di seragam.

Dani Adrian, itu nama yang berada di name tagnya.

"Hei adik kecil, aku sudah tidak makan sehari." Rasha berkata dengan wajah sombongnya.

"Ah....mungkin aku sudah hampir 2 hari."

"2 hari kau gak makan ngapain aja?" Arga menatap bingung Dani yang sedang memakai jaketku.

"Itu, ak--"

"Aku sudah tidak makan 3 hari!" Rasha kembali berkata dan memotong ucapan Dani.

Anak TK yang sudah tidak makan 2 hari? Dia sepertinya sedang liburan sama sepertiku namun dia tidak makan? Apa yang dia lakukan sebenarnya...

"Jangan memotong ucapan orang, sialan!"

Kemungkinan besar dia salah menghitung hari, karna dia baru TK kan? Tapi kemungkinan kecilnya dia ditinggal oleh kelompoknya.

"Hei kau yang sialan, Arga!"

Jadi yang mana yang benar? Apakah dia tertinggal oleh kelompoknya?

"Apa maksudmu, kenapa aku? Kau yang sialan."

Hah...apa sih...

"Aku pernah mendengar cerita."

Mereka bertiga menoleh ke arahku.

"Tiba-tiba banget, Kak?"

"Ada orang yang memotong lidah temannya karena temannya terlalu berisik."

Terlihat raut wajah mereka berubah menjadi pucat.

"Katanya orang itu pertama kali menusuk lidah temannya dengan garpu, lalu di gunting perlahan-lahan. Dan terakhir dia memotongnya menggunakan pisau."

Glek.

Jadi.

"Kalian mau seperti itu, Arga? Rasha?" Aku tersenyum sambil menaruh baju Dani yang baru kucuci itu di salah satu pohon.

"Nggak mau Kak!" Ucap mereka bersamaan.

"Haha, bercanda kok." Aku tertawa kecil dan mengelus rambut Dani perlahan.

"Ukhh.." Lirih Dani.

Aku meliriknya, "Ada apa?"

"Langitnya..."


Langitnya?

Oh.

Ternyata langitnya sudah kembali mendung, mungkin saja ombak itu akan datang lagi

Tetapi kami masih belum menemukan tempat yang cocok untuk berlindung.

Apalagi kini ada satu orang lagi yaitu Dani. Aku akan tambah susah untuk ke depannya. Ini benar-benar membingungkan.

Aku bangun dari dudukku meninggalkan Dani yang menatapku bingung. Aku berjalan kecil tak tentu arah, entah kenapa aku hanya ingin berjalan.

"Aku pergi sebentar."

"Oh, hati-hati jatuh Kak!" Teriakkan Arga terdengar di telingaku. Aku tertawa kecil.

Oh, ayolah.

Mana mungkin aku bisa terjatuh?


Tsukkk.

Akh.

Doa mu brengsek sekali, Arga.

Catasthrope Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang