Kejadian di sekolah itu menjadi titik balik dalam kehidupan Raya. Trauma dan rasa bersalah akibat luka Raffa membebani pikirannya. Namun, di sisi lain, insiden tersebut juga membawa perubahan yang tak terduga.
Raffa yang terluka harus menjalani perawatan di rumah sakit. Raya seringkali menjenguknya sepulang sekolah. Di ruang steril rumah sakit, persahabatan mereka semakin erat. Mereka saling bercerita tentang impian dan ketakutan.
Suatu hari, Raya berkunjung ke rumah sakit dengan wajah murung. Raffa yang jeli segera menyadari perubahan tersebut.
"Kenapa murung, Ray?" tanya Raffa lembut.
Raya menceritakan bahwa Bibi Sarah marah besar saat mengetahui kejadian di sekolah. Beliau menuduh Raya sebagai biang kerok dari semua masalah.
Raffa mendengarkan dengan sabar.
"Jangan dengarkan Bibi Sarah, Ray. Kamu nggak salah," kata Raffa, berusaha menghibur Raya.
Namun, kata-kata Raffa tak sepenuhnya bisa menghapuskan gurat kesedihan di wajah Raya. Dia merindukan sosok orang tua yang bisa memberinya pelukan hangat dan kata-kata penyemangat, bukan omelan dan tuduhan.
Melihat kesedihan Raya, Raffa tiba-tiba mengambil gitar kecil yang ada di samping tempat tidurnya. Dia memetik senar gitar dengan lembut, lalu melantunkan sebuah lagu. Lagu itu bercerita tentang persahabatan, tentang dua sahabat yang saling menguatkan dan tak pernah menyerah.
Suara merdu Raffa dan lirik lagu yang menyentuh hati membuat Raya terharu. Air matanya mengalir, namun kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata haru. Dia merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Raffa.
Di lain hari, saat Raya sedang menjenguk Raffa, Bibi Sarah datang ke rumah sakit. Raya terkejut melihat kedatangan bibinya. Suasana canggung menyelimuti mereka bertiga.
Bibi Sarah awalnya bersikap dingin kepada Raya. Namun, saat melihat luka di tangan Raffa dan tatapan sedih Raya, hatinya tersentuh. Beliau akhirnya menyadari bahwa selama ini dia telah lalai memberikan kasih sayang yang dibutuhkan Raya.
Bibi Sarah meminta maaf kepada Raya atas perlakuannya selama ini. Beliau juga berterima kasih kepada Raffa yang telah menjadi teman baik Raya.
Raffa tersenyum ramah. "Sama-sama, Tante. Saya senang bisa berteman dengan Raya."
Permohonan maaf Bibi Sarah membuat Raya terdiam sesaat. Meski masih ada rasa gurat kekecewaan, Raya perlahan mulai membuka hatinya untuk menerima bibinya.
Setelah Raffa sembuh, dia dan Raya disambut dengan hangat oleh Pak Budi di sekolah. Beliau memuji keberanian mereka untuk melawan ketidakadilan dan berjanji akan memberikan sanksi tegas kepada anak-anak nakal tersebut.
Kabar mengenai keberanian Raya dan Raffa dalam menghadapi perundungan pun menyebar ke seluruh sekolah. Mereka tidak lagi dipandang sebagai siswa yang pendiam dan lemah. Sebaliknya, mereka dipuji atas keberanian mereka dan dijadikan inspirasi bagi para siswa lain yang mungkin mengalami hal serupa.
Perubahan juga terjadi di rumah Raya. Bibi Sarah mulai berusaha untuk menjadi lebih dekat dengan Raya. Beliau membantu Raya mengerjakan tugas sekolah dan sesekali mengajaknya memasak bersama. Meskipun suasana kekeluargaan belum sepenuhnya terbangun, namun Raya merasakan adanya perubahan yang positif.
Di malam hari, Raya menuliskan pengalamannya di dalam diary lamanya. Dia menuliskan tentang perjuangannya melawan kesedihan, tentang persahabatannya dengan Raffa, dan tentang harapan yang mulai tumbuh kembali di hatinya.
"Dear Hope," tulis Raya
"Terima kasih telah memberiku kekuatan untuk menghadapi semua ini. Aku tahu, jalan yang kutempuh masih panjang, tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan terus melangkah maju, membawa kenangan tentang Papa dan Mama, dan membuka hati untuk masa depan yang lebih baik."
Raya menutup diarynya dengan senyuman. Dia menatap ke luar jendela, melihat langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Secercah cahaya harapan mulai menerangi hatinya. Dia yakin, masa depan yang lebih baik sedang menunggunya.
Namun, Raya masih menyimpan luka di hatinya. Kehilangan orang tua masih menjadi kenangan pahit yang sulit dia lupakan. Dia merindukan kasih sayang dan perhatian mereka.
Raya tahu, dia tidak bisa kembali ke masa lalu. Dia hanya bisa belajar untuk hidup dengan kenangan dan terus melangkah maju. Dia yakin, orang tua tercintanya selalu ada di sisinya, memberikan kekuatan dan semangat untuknya.
Raya menatap foto orang tuanya yang terpasang di dinding kamarnya. Dia tersenyum dan berkata
"Papa, Mama, Raya akan baik-baik saja. Raya janji akan menjadi anak yang kuat dan pantang menyerah."
Seiring waktu, Raya perlahan mulai pulih dari luka batinnya. Dia terus belajar dan berkembang, ditemani oleh sahabatnya Raffa dan Bibi Sarah.
Tbc..

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Hope [END]
KurzgeschichtenRaya percaya semesta bergerak lambat dengan harapan kecilnya, ia dan dia bisa mengwujudkan mimpi mereka. . . © by.sastany 2019 picture by pinterest.