Ch 4

0 0 0
                                    

Pak Budi mengajak Raffa dan Raya ke ruang guru. Beliau meminta mereka untuk menceritakan kronologi kejadian dari awal. Raffa, dengan sedikit gugup, menjelaskan bagaimana mereka berulang kali menjadi target perampasan anak-anak nakal tersebut. Raya, yang biasanya pendiam, kini bersuara lantang menceritakan keberaniannya melawan dan meminta bantuan.

Pak Budi manggut-manggut mendengar cerita mereka. Beliau geram dengan kelakuan anak-anak nakal tersebut.

"Terima kasih kalian sudah berani melapor. Kelakuan mereka ini tidak bisa dibiarkan," kata Pak Budi dengan tegas.

Beliau kemudian menghubungi wali kelas Raffa dan Raya. Kedua wali kelas mereka datang dengan tergesa-gesa setelah mendengar laporan dari Pak Budi. Setelah berdiskusi, diputuskan untuk memanggil orang tua anak-anak nakal tersebut ke sekolah untuk diberikan peringatan.

Raffa dan Raya merasa lega karena masalah mereka ditangani dengan serius. Pak Budi berjanji akan mengawasi anak-anak nakal itu agar tidak mengganggu mereka lagi. Beliau juga memuji keberanian Raya yang berani melawan.

"Raya, kamu hebat," kata Pak Budi sambil tersenyum.

"Kamu sudah berani menghadapi ketakutanmu."

Raya tertunduk malu mendengar pujian Pak Budi. Dalam hatinya, dia merasa bersalah karena selama ini selalu berdiam diri dan membiarkan perlakuan tidak adil terjadi begitu saja.

Sepulang sekolah, Raya termenung di kamarnya. Peristiwa yang terjadi hari ini membuatnya banyak berpikir. Dia menyadari bahwa selama ini dia terlalu lemah dan takut untuk melawan. Kehadiran Raffa telah memberinya kekuatan dan keberanian untuk menghadapi masalah.

Raya mengambil boneka beruang pemberian ayahnya dari rak. Dia memeluk boneka itu erat-erat, air matanya mengalir membasahi bulu boneka.

"Papa, Mama," bisik Raya lirih

"Raya kangen kalian. Tapi Raya janji akan terus kuat. Raya nggak akan membiarkan orang lain menyakiti Raya dan Raffa lagi."

Hari itu, untuk pertama kalinya setelah kecelakaan orang tuanya, Raya menulis sesuatu di dalam diary lamanya. Dia menuliskan semua perasaannya, kekecewaan, kesedihan, dan juga harapan baru yang mulai tumbuh di hatinya.

"Dear Hope," tulis Raya mengawali catatannya

"Terima kasih sudah datang ke kehidupanku. Aku akan terus berjalan maju, membawa kenangan tentang Papa dan Mama, dan membuka hati untuk kebahagiaan yang baru."

Namun, Raya masih diliputi rasa khawatir.

Bagaimana jika anak-anak nakal itu kembali membalas dendam?

Bagaimana jika Bibi Sarah mengetahui hal ini?

Ketakutan itu kembali menghantui Raya.

Raffa, yang selalu ada di sisinya, selalu berusaha menenangkan Raya. Dia meyakinkan Raya bahwa mereka akan baik-baik saja. Raffa juga berjanji untuk selalu melindungi Raya dan tidak akan membiarkannya terluka lagi.

Keesokan harinya, Raya dan Raffa kembali ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Mereka masih dihantui rasa cemas, namun juga diiringi dengan secercah harapan. Mereka berharap bahwa masalah mereka sudah selesai dan mereka bisa kembali belajar dengan tenang.

Namun, nasib berkata lain. Saat jam istirahat tiba, Raya dan Raffa kembali dikejutkan oleh kedatangan anak-anak nakal itu. Kali ini, mereka datang dengan jumlah yang lebih banyak dan terlihat lebih mengancam.

Raya dan Raffa berusaha untuk melarikan diri, namun anak-anak nakal itu mengejar mereka dengan brutal. Raffa berusaha melindungi Raya, namun dia terjatuh dan terluka. Raya berteriak sekuat tenaga, namun tak ada yang datang untuk membantu.

Raya terpojok di sudut, rasa takutnya memuncak. Dia memejamkan matanya, siap menerima pukulan dari anak-anak nakal itu.

Namun, pukulan itu tak kunjung datang. Raya membuka matanya dan melihat sosok Pak Budi berdiri di hadapannya, menghalangi anak-anak nakal yang ingin menyerangnya.

"Cukup!" teriak Pak Budi dengan suara menggelegar.

"Kalian sudah keterlaluan!"

Anak-anak nakal itu terkejut melihat Pak Budi. Mereka mundur beberapa langkah, tak berani melawan. Pak Budi kemudian membawa Raffa dan Raya ke ruang guru, dan segera menghubungi ambulans untuk mengobati luka Raffa.

Kejadian itu membuat Raya trauma. Dia merasa bersalah karena Raffa terluka karena melindunginya. Raffa, yang melihat kesedihan Raya, berusaha untuk menghiburnya.

"Jangan sedih, Ray. Aku baik-baik aja. Yang penting kamu aman," kata Raffa dengan tersenyum.

Raya memeluk Raffa erat-erat. Dia bersyukur karena Raffa selalu ada untuknya, bahkan di saat-saat tersulit.

Kejadian ini juga membuka mata Bibi Sarah tentang kehidupan Raya di sekolah. Beliau akhirnya menyadari bahwa Raya membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari dirinya.



Tbc..

Dear Hope [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang