[4]

130 7 3
                                    


Gelia terus dihimpit perasaan bersalah pada almarhum suaminya, meskipun jelas-jelas ia tidak salah. Menikah dengan status janda ditinggal mati, bukan satu hal yang salah atau memalukan, tapi ada setitik ketidakrelaan yang membuatnya enggan berkomentar banyak usai ijab qobul diucapkan.


"Selamat ya Nak Hanggara dan Gelia, semoga menjadi pernikahan yang sakinah, mawadah, warahmah." Pak Kiai menyalami Hanggara, lalu menepuk perlahan bahunya.


"Gelia putri sahabat saya, ikut titip, saya yakin Nak Hanggara bisa menjadi suami yang adil."


Cukup jelas kalimat itu di telinga Gelia. Adil bagi pria yang punya istri lebih dari satu berat maknanya. Dan Gelia seperti dihentak kesadaran baru, dia kini menjadi bagian dari pelaku poligami.


"Terimakasih, Pak Kiai. Terimakasih sudah menjadi saksi niat baik kami."


Mereka mengobrol sebentar sebelum kedua tamu itu pamit pulang. Pak Waluyo tersenyum lega, hajat besar telah ia tunaikan. Jika sekarang ia harus berpulang, tak ada lagi yang mengganjal di hatinya.


"Kata dokter tadi Bapak masih harus menunggu observasi terakhir. Kalau dalam waktu dua puluh empat jam tidak ada keluhan lagi, besok sudah boleh pulang," tutur Qaila. Perlahan usai bertemu dokter.


"Nggak jadi pulang hari ini?"

Gelia sedikit kaget karena rencananya hari ini mereka akan pulang bersama.


"Mbak kan lihat sendiri Bapak masih sering kesakitan di dada kiri, makanya ini dokter perlu waktu lagi untuk menentukan apakah kondisi Bapak sudah boleh pulang apa belum."


Gelia termangu. Ia sudah empat hari berada di rumah sakit, kondisinya sudah lebih baik. Ia berharap ayahnya pun pulang hari ini.


"Mbak pulang saja sama Bang Gara dan Haydar, biar Qaila yang nungguin Bapak."


"Qaila benar, kamu istirahat di rumah, Lia. Bapak juga pasti segera pulang. Kasihan Haydar sudah berhari-hari menginap di sini."


Gelia menarik napas panjang, ia sendiri memang sudah rindu rumah, dan Haydar juga bosan tidur di rumah sakit.


"Baiklah kami permisi pulang dulu, Bapak istirahat yang cukup, semoga besok benar-benar sudah bisa pulang."


Akhirnya Gelia pulang bersama Haydar dan Hanggara. Mereka turun dari mobil, Hanggara dengan sigap menuntun istrinya masuk, tapi Gelia refleks mengibaskan tangannya.


"Aku bisa sendiri."


Haidar hanya diam dan mengikuti langkah Gelia. Pak Dirman sang sopir menurunkan barang-barang Gelia dan meletakkannya di ruang tamu.

DIMADU KARENA WASIATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang