14-1.

104 7 0
                                    


Gelia melongo melihat nominal yang masuk sebesar 100 juta rupiah. 

"Ini siapa yang transfer uang segini banyak? Salah kirim apa, ya?" 

Seratus juta bukan jumlah sedikit. Omset kedai mie ayam sebulan saja belum tentu menghasilkan uang sebanyak itu. Tapi tiba-tiba uang ini sudah mengisi rekeningnya. 

Belum habis rasa heran Gelia, tiba-tiba sebuah pesan masuk. 

"Ini ada uang jajan buat beli bakso, istriku."

Gelia mengerjapkan mata tak percaya. Ia baca lagi pesan itu.

"Uang jajan katanya? Beli bakso dikasih 100 juta? Ah, yang benar saja, ini bukan buat beli bakso, tapi sekalian rukonya. Sultan emang beda."

Gelia hanya menggeleng-geleng,  kemudian menelepon dan Gara mengangkatnya segera.

"Kamu kenapa banyak sekali transfer uangnya? Aku minta nomor rekeningmu, biar aku transfer balik."

Gara terkekeh. "Kenapa ditransfer balik? Uang itu buat kamu, anggap saja suamimu baru mampu menafkahi kamu segitu."

"Apa kamu gila? Itu uang yang sangat banyak!"

Gelia melongo tak percaya. Bisa-bisanya seratus juta dibilang 'segitu'.

"Aku serius, kasih nomor rekening biar aku balikin. Oke aku ambil sebagian, tapi sisanya aku transfer balik."

"Sisanya disimpan saja, Sayang. Kamu pasti banyak kebutuhan, untuk Haydar juga. Makanya nanti aku transfer lagi."

"Eh jangan-jangan, jangan transfer lagi. Ini sudah lebih dari cukup. Makasih banyak, ya."

Gelia tak ingin memperpanjang masalah uang. Nanti saja kalau mereka bertemu, ia akan membahasnya lagi. 

"Oya, kamu siap-siap ya, nanti akan ada asisten yang jemput kalian. Kamu sama Haydar siapkan diri, asistenku akan datang sebelum jam istirahat."

"Kita mau kemana?" Gelia masih bingung. 

"Udah pokoknya bersiap saja, kalaupun aku culik, itu juga halal." Ucapan Gara membuat bibir Gelia merekahkan senyum. Laki-laki itu sudah tidak kaku lagi, meskipun kalimatnya masih pendek-pendek dan terkadang menyebalkan. 

"Ya udah aku tutup telpon dulu, masih ada kerjaan. Kamu dan Haydar segera bersiap.'

Gelia masih memikirkan kata-kata Gara. 

"Dia bilang hanya uang jajan. Uang bulanan beda lagi."

Tiba-tiba Gelia merasa jadi orang terkaya di dunia. Seratus juta mungkin harus dia kumpulkan dalam beberapa tahun dari tabungannya bekerja keras, jika tak terpakai keperluan mendadak dan urgent. 

"Dasar orang kaya."

Gelia menggumam tak mengerti apakah Gara mau pamer, atau memang dia memberikan uang segitu juga kepada istri-istrinya yang lain. 

Jika melihat Rayya, sejak dulu penampilan sederhana tapi elegan. Berbeda dengan Shana yang terlihat seperti artis dengan toko berlian berjalan. 

Kalau Clara, meskipun berjilbab terlihat pakaiannya bukan murahan. Tidak seperti dirinya yang sibuk mencari baju diskonan dari produk murah. Meskipun begitu, Gelia lebih baik memakai brand lokal yang unik, ketimbang produk KW. Mari mencintai produk UMKM sendiri. Begitu prinsipnya.

Siang hari asisten Gara datang menjemput. Mereka diajak ke mall, berbelanja kebutuhan Haydar dan dirinya. Lalu Gara mempersilakan Gelia masuk ke salon. 

"Kamu butuh massage, relaksasi dan perawatan, Sayang."

Gelia dipijat didandani dan dipilihkan baju dari butik terkenal dan ekslusif. Produk terbaru dan limited edition. Gelia tidak tahu produknya itu berharga ratusan juta. Dia hanya tahu bahwa itu barang KW grade A dan sedang diskon. Gelia benar-benar percaya karena Hanggara bilang tidak mahal.

"Sudah cantik sekali istriku, kita mau menghadiri pesta perusahaan, itu kenapa aku minta kamu berdandan."

Mereka berangkat ke gedung tempat acara berlangsung. Kebetulan Shana juga berada di sana. 

"Mas, aku nungguin jawaban kamu dari kemarin, gimana rencana ke Surabaya?"

DIMADU KARENA WASIATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang