12-3

98 6 0
                                    



Gelia sudah selesai di kamar Rayya berbicara dari hati ke hati. Ia meminta izin meninggalkan Rayya. Perempuan itu kembali ke kamarnya dan ternyata ia berpapasan dengan Shana yang menghadangnya.

"Heh Perempuan Kampung! Apa yang kamu banggakan hingga berani masuk dalam kehidupan Mas Gara?" 

Shana mulai mengajaknya dan menantang perang secara terbuka. 

"Lihat saja dirimu, wajah biasa saja, pasaran lagi. Tubuhmu juga  tidak montok, apa sih yang mau kamu kasih sama Mas Gara?"

Shana memandang tajam ke arah Gelia. Dandanan Gelia yang polos, hanya bedak tipis dan lipstik natural dan pelembab, baju yang berwarna norak dan murahan semakin membuat Shana kesal. Ia semakin ingin menunjukkan siapa dirinya.

"Kamu yakin mau jadi istri Mas Gara? Emang kamu pernah kuliah? Maaf aku tanya gini karena mungkin aku bisa kasih rekomendasi untuk kuliah. Papaku rektor universitas terkenal. Cuma di kampus itu enggak diajarin gimana caranya bisa jadi pelakor."

Shana yang seorang model  jelas merasa terbanting jika harus bersaing dengan Gelia. 

Ucapan Shana sebenarnya membuat panas hati Gelia.  Seumur hidup tak pernah ada yang menghinanya begitu kejam. 

Namun, Gelia sadar diri dan mengendalikan diri. Dia tak ingin membuat masalah tambah besar untuk Hanggara. Terutama Rayya sudah berpesan agar dia lebih bersabar menghadapi Shana. Gelia tak ingin Haydar melihat mereka bertengkar. Namun jika menyerang secara fisik dia akan melawan.

"Dasar pelakor murahan!"desis Shana seolah ingin menelan bulat-bulat Gelia. Namun. Wanita itu tidak terpancing emosinya. 

"Aku belajar darimu, dari pelakor yang lebih dulu menjadi pelakor." 

Shana syok tak menyangka Gelia si orang desa udik bisa membalasnya. Dia geram dan kesal. Hendak berteriak. Namun, dia melihat Clara keluar dari kamar dan menatapnya. Shana buru-buru pergi begitu saja. 

Gelia segera masuk ke kamar dan bersandar di pintu.

"Ini yang paling aku benci. Siapa juga yang mau jadi pelakor? Aku tak pernah berniat seperti itu. Lagian siapa Shana? Apa haknya dengan mudah bisa menyerang? Bukankah dia juga pelakor? Seharusnya yang marah adalah Mbak Rayya.'

Gelia kesal dan kemudian mencoba memicingkan mata. 

Haydar tak ada di kamarnya hingga larut malam. Gelia tak ingin mencarinya karena suasana hatinya tak baik. Dia mencoba menenangkan diri dengan membaca buku tentang motivasi diri dan pengendalian diri dan manajemen emosi. Ada buku Bersikap Bodo Amat. Buku-buku yang dia bawa dan persiapan untuk menghadapi keluarga besar dengan banyak anggota.

Buku-buku tersebut warisan suaminya. Menang layak suaminya jadi suami penyabar dan teladan. Bacaannya saja sangat kaya dan mendalam.

Saking lelahnya, Gelia pun tertidur. Saat itulah Hanggara masuk dan segera membersihkan diri di kamar mandi. Ia bersiap untuk tidur.

"Haydar di mana?" 

"Haydar sangat antusias dengan kamar barunya, dia sekarang sudah tidur sendiri."

Gelia bangun hendak menyusul. Namun Hanggara tiba-tiba menghalanginya. Wajah mereka sangat dekat. Sontak Gelia kaget, dan memegang dadanya. 

"Mau kemana? Apakah aku bisa mendapatkan hakku malam ini? Aku juga manusia biasa, tak bisa berlama-lama menahan diri."

Gelia syok dan merasa tak mungkin melakukan itu dengan suasana yang masih tak nyaman akibat ulah Rayya dan Shana.

Gelia juga heran mengapa Hanggara tidak tidur dengan tiga istrinya yang lain. Apakah tidak kangen?

Gelia sempat mengira Hanggara akan bersama Shana yang seksi. Atau setidaknya menemani Rayya  yang sakit atau Clara yang sangat pintar mencuri perhatian.

Keduanya hanya bertatapan. Hanggara menggerakkan tangannya dan mencondongkan tubuhnya. Gelia hanya memejamkan mata dan berusaha menenangkan jantungnya.

***

Halo, terima kasih sudah berkenan membaca dan meninggalkan jejak. Yuk, spam komen biar semangat update-nya!

DIMADU KARENA WASIATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang