02. saling menemukan

169 27 5
                                    

Oldy baru selesai memarkir vespa-nya di parkiran Fakultas Teknik, lalu dia berjalan ragu menuju gazebo. Demi apa pun, dia berdebar. Seperti apa perempuan yang mengagumi dirinya sampai-sampai mengabadikan fotonya ke bentuk stiker? Memang Jordan yang membuatnya jadi sepanik ini.

Alma refleks berjingkat saat dia mendapati sosok Oldy dari kejauhan. Dia pandangi laki-laki yang mengenakan kemeja hitam dengan lengan dicincing seperempat, celana jins biru dongker dengan ikat pinggang berlambang band metal, dan ransel abu-abu di punggung itu. Dalam hati Alma tak henti membatin—”Rejeki nggak ke mana. Beneran ketemu si ganteng Kak Oldy,” sambil tersenyum sumringah.

“Loh. Kok ke sini? Heh! Beneran ke sini?!” pekik Alma begitu menyadari arah berjalan Oldy benar-benar menuju dirinya. “Masa nyamperin gue? GR banget lu, Al! Eh, tapi gazebo lain pada kosong, kok.”

Alma tidak bisa meneruskan ocehannya sebab Oldy tiba-tiba berdiri di hadapannya, sehingga dia jadi spontan melebarkan mata.

“Kak—ya ampun. Saya bahkan lupa kasih format order, ya? Maaf, Kak. Saya jadi nggak tahu nama Kakak. Kakak namanya siapa?”

Alma meneguk ludah tak serantan. Kakinya seketika melemas, tangannya pun bergetar. Dia tertegun tak habis pikir.

“Kak?” Oldy akhirnya menyadari bahwa dia belum memperkenalkan diri sendiri, mungkin saja membuat pelanggannya ini mengira dia orang jahat. “Ah, iya. Maaf. Saya seller custom sticker yang tadi janji COD di sini. Kakak beneran yang di chat WA, kan?”

Alma, dengan kepayahan, berakhir mengangguk.

“Kak Oldy ternyata seller-nya? Kak Oldy yang buat stiker pesenanku ini?”

“Iya. Gue sebenernya mau kepo, kenapa lo sampe custom sticker pake muka gue, tapi nggak usah, deh. Hubungan kita sebatas seller dan buyer aja.”

“Kak Oldy, aku minta maaf, aku nggak tau.”

Oldy menghela napas, “Jadi, nama lo siapa?”

“Alma.”

Cicitan gadis di depannya ini justru membuat Oldy merasa bersalah. Bagaimanapun, dia tidak bermaksud bersikap galak atau dingin, dia hanya tak menyangka ada kebetulan tidak masuk akal seperti ini.

“Agak aneh, sih, buat stiker muka sendiri.”

Alma diam, padahal mau menertawakan lelucon itu, lalu dia terima sodoran 3 set stiker dari Oldy.

“Ah, lo pesennya 3 set stiker, kan? Bener nggak?”

“I-iya, bener,” sahut Alma, kini kelimpungan mengalihkan tatapannya ke arah selain wajah Oldy. Dia malu, dia benar-benar malu karena perasaannya tertangkap basah oleh yang bersangkutan begini. “Kalo gitu, makasih, Kak. A-aku pulang dulu.”

Sebelum Alma meninggalkan gazebo, Oldy justru memanggil namanya, sehingga dia urung pergi dan tahu-tahu saja tatapan mereka bertumbuk.

“Kata Jordan, lo suka sama gue. Itu beneran?”

Alma mengerjap, tidak menduga kalau Oldy akan se-to the point ini. Lantas, dia bergumam samar, “Mm, iya, kayaknya.”

“Kenapa nggak yakin? Gue cuma mau tau alesan lo suka gue.”

“Terus, kalo udah tau, bakal dibales nggak perasaannya?”

Oldy terhenyak, merasa heran dengan keagresifan sang lawan bicara, tapi dia tetap mengulas senyum supaya Alma tak merasa diintimidasi, baru menimpali, “Tergantung. Mana bisa jatuh cinta secara instan? Gue perlu waktu. Kita perlu kenalan dan lain-lain.”

“Aku bisa, tuh, Kak. Jujur, saat ini aku suka Kakak karna Kak Oldy ganteng.”

Oldy spontan tersedak ludahnya sendiri hingga terbatuk beberapa saat, “Hah? Gimana? Menurut lo, gue beneran ganteng? Masih kalah ganteng sama Jordan, tau.”

To Be Very MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang