Ricky mengangkat kepalanya menatap bulan dan bintang yang bertabur indah malam ini. Seolah baru saja merayakan hal yang begitu menyenangkan.
Ia berpikir apa mereka mengejek dirinya? Ricky tidak bahagia, fakta kedua orang tuanya yang akan berpisah membuat dirinya kalut, hancur, dan kesal. Ini bukan sifatnya dia selalu ikhlas dengan segala hal yang menimpa dirinya. Tapi kali ini ia kesal sekali, ingin sendiri tapi rasanya sepi.
Tidak, dia tahu dirinya seperti apa. Dia tidak bisa sendiri, ia butuh pelampiasan. Memukul dinding, melempar bola basket dengan keras atau menghambur meja belajarnya. Atau tidak seseorang sudi menjadi samsaknya.
Shandy?
"Arghh bangsat gue cape banget anjing," teriaknya kala itu menatap jengkel Shandy yang menatapnya datar.
"Memangnya dengan lu lempar bola itu semua bakal selesai? Gak impas Ricky," ucap Shandy bangkit dari duduknya dan mengambil alih bola basket itu.
Ia memantulkan bola itu dengan pelan seraya menatap lurus ke arah Ricky yang juga menunggu aksinya.
Ia tahu Shandy kadang di luar kendali tidak seperti dirinya yang selalu mengontrol dirinya untuk tidak marah-marah pada orang. Hanya Shandy yang tahu betapa kasarnya ucapan Ricky jika kesabarannya sudah habis.
"Kalau lu kecewa sama diri sendiri lu harus berusaha keras dong. Atau kalau lu gak sanggup berhenti saja. Gue kan sudah bilang kalau gak bisa gak usah sok ikut-ikutan, nyusahin tahu," dengus Shandy setelah melempar bola itu hingga masuk ring.
Ricky menjambak rambutnya sendiri, ia frustasi tapi tidak ingin berhenti. Ia ingin ikut dance bersama teman-temannya tapi sang Ayah melarangnya dan juga Shandy meremehkannya membuat ia semakin minder.
"Pukul gue Ricky. Kenapa lu gak mukul gue? Mulut gue jelek banget ngehina lu anj-"
Bugh
Bugh
Bugh
Ricky dengan sadar memberikan bokeman pada Shandy membuat darah terlihat di ujung bibirnya. Ricky syok, ia memundurkan langkahnya menatap Shandy yang tersungkur sembari memegang pipinya yang membiru.
Ia terkekeh membuat Ricky kebingungan.
"Lu puas?" pertanyaan itu keluar dari bibir Shandy membuat Ricky mengernyit heran.
"Hah? Sumpah Shan gue minta maaf. Ini di luar kendali. Gak seharusnya gue nyakitin lu," sesal Ricky mendekat dan membantu Shandy berdiri.
"Gue tanya lu puas?" tanyanya sekali lagi. Ricky hanya menggelengkan kepalanya. Bingung tetapi entah mengapa perasaannya menjadi lebih tenang.
"Lu bisa mukul gue kalau gue memang keterlaluan. Dan kalau gue gak terkendali tolong sadarin gue. Bokeman lu lumayan juga Rik," jelas Shandy seraya tersenyum tipis.
"Tapi lu gak apa-apa kan? Soalnya tadi lu berdarah," khawatirnya.
"Aman, kalau lu butuh samsak panggil gue aja. Gue siap kok. Lagipula ini gak seberapa sama gue yang selalu ngerepotin lu," ujar Shandy menepuk pelan bahu Ricky.
Ia berlalu begitu saja meninggalkan Ricky yang termenung memandangi tangannya. Ia kenapa? Tidak seharusnya kan?
#####
Fenly menghampiri Fajri yang sedang melamun di kamarnya. Sepertinya mood anak itu kurang bagus, dan menjadi sedikit pendiam. Ia jadi khawatir.
"Fajri, gue boleh masuk?" izin Fenly membuat Fajri menoleh ke arahnya dan mengangguk pelan.
"Kenapa Fen? Lu sudah jenguk kak Shandy?" tanya Fajri sembari meletakkan ponselnya di meja belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescence [Un1ty]
Cerita PendekCerita keseharian masa remaja UN1TY di Asrama Sekolah mereka. Desc : Cerita ini hanya fiktif belaka. Cast milik FAS/1ID ENT dan Tuhan yang maha esa. Bahasa Semi-Baku Make : 12, April 2021, 20:54 WITA Up : 12, April 2021, 21:52 WITA ⓒKangRebahan17