• Bukan sebuah sindiran

221 40 0
                                    

Warn! INI HANYALAH SEBUAH FIKSI!

×××××

Gilang menatap layar ponselnya serius, bahkan saat jam pelajaran selesai pun ia tetap menatap ponselnya tanpa henti. Ricky yang ada di sebelahnya berdecak kesal karena di abaikan saat berbicara dengannya.

"Kenapa lu lang? Ada masalah?" tanya Ricky pada akhirnya.

"Hmm engga sih, views video gue gak nambah-nambah jadi lagi mikir saja, konten yang bagus."

Ricky menggangguk lalu menepuk bahu teman se asramanya itu. Ia bangkit dari duduknya menghampiri Shandy, ya soalnya Gilang lagi galau tidak bisa di ajak ngobrol ataupun main.

"Woy Shandy, sibuk gak?" Shandy mendongkak dengan wajah yang cukup segar dari pada biasanya.

"Lagi senang yah? Wah viewersnya banyak, padahal baru seminggu sudah dua ratus ribu penonton, keren banget Abang gue," puji Ricky tanpa sadar mengusak bangga surai Shandy.

"Berkat Fiki juga nih, soalnya banyak fans Fiki kan jadi banyak yang nonton," jawab Shandy tersenyum tipis.

"Tapi kan karena suara lu juga bagus, sudahlah sering-sering saja buat konten. Gak lihat antusias mereka?" saran Farhan yang tiba-tiba nimbrung.

"Dih ngatur lu, ini kan pakai akunnya Fiki ya bilang ke dia saja. Lagipula gak minat gue," tolak Shandy kemudian ia mematikan ponselnya.

Tanpa sadar Gilang mendengar itu semua, kalau di bilang iri sih dia gak tahu harus jawab apa. Mungkin ia memang iri apalagi mereka berdua baru punya satu video tapi sudah mendekati view seluruh video yang ia unggah. Ia jadi kesal sendiri memikirkannya.

"Memang yah di negara ini kita perlu good looking biar orang-orang kagum dengan kita, mau sebakat apapun kita kalau gak sesuai ekspetasi mereka kita hanyalah remahan kerupuk," celetuknya membuat ketiga orang itu menoleh.

"Tiba-tiba? Lagian bro mau setampan lu kalau suara sumbang siapa sih yang suka? Bonus saja itu mah," jawab Farhan mendapat decihan dari Gilang.

"Kenapa lu?" tanya Shandy yang akhirnya buka suara, Gilang menggaruk surainya seraya menggeleng.

"Engga apa-apa. Gue ke lapangan yah mau lihat Fajri main," pamit Gilang buru-buru meninggalkan kelas.

Ricky menatap intens ke pergian temannya dengan bersedekap dada. Helaan nafasnya berhasil mendapat atensi dari Shandy maupun Farhan yang menatapnya aneh.

"Sok keren banget lu ck," ledek Shandy ikut pergi meninggalkan kelas itu.

Di sisi lain Fenly mendudukan dirinya di pojok perpustakaan. Setelah selesai menyusun buku-buku ia mengistirahatkan dirinya di sana. Kebetulan dia piket jadi tidak ikut ke lapangan dan yah cukup menguntungkan karena tidak ada fansnya yang berkumpul di sini. Pandangannya beralih pada ponselnya yang berdering, ada pesan masuk.

"Ah butuh perjuangan sampai ke lapangan, siapa yang bisa bantuin gue coba?" kesal Fenly bangkit dari duduknya. Ia mengintip keluar melihat situasi di sekitar.

"Aman sih, apa gue suruh Fajri jemput gue? Ah engga malah ribet nan-"

"Ngapain bang?" tanya Zweitson yang tiba-tiba menghampirinya.

"Ke lapangan kan? Ikut, Fajri nungguin gue nih!" seru Fenly tanpa sempat Zweitson jawab, ya walaupun jawabannya sudah jelas ingin ke lapangan.

"Oh oke."

***

Fiki mengernyit saat melihat sesuatu yang janggal di hadapannya. Daritadi teman satu asramanya alias Fajri kalah terus melawan Tim lain. Tidak seperti biasanya, padahal Fajri termasuk pemain yang paling bagus di antara yang lain.

Adolescence [Un1ty]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang