5. Obrolan malam

63 9 0
                                    

Jus yang tinggal sedikit itu pun diteguknya sampai habis bersamaan dengan penyimpanan berkas yang baru dilakukannya.

Nieka menatap Luigi yang masih menekuri laptopnya.

“Kamu udah kelar?” Seolah sadar ditatap Luigi menghentikan sejenak ketikannya lalu menatap Nieka.

Gadis itu mengangguk. “Punyamu masih banyak?”

“Lumayan. Kamu udah ngantuk?”

“Iya. Udah jam sebelas. Besok juga aku ada meeting pagi.”

Luigi yang paham pun memilih menyimpan berkas kerjanya lalu menutup laptop.

“Loh kamu udah kelar?” Nieka yang baru saja membaringkan dirinya dibuat heran dengan suaminya yang menyusulnya ke kasur.

“Belum sih. Tapi kamu ‘kan udah ngantuk. Lagipula kerjaanku ini masih bisa dikerjain besok kok. Aku masuk kerja nanti ‘kan lusa.”

Nieka pun hanya mengangguk paham. Ia berbaring menghadap Luigi yang berbaring telentang.

“Ni.”

“Hm?”

Luigi menolehkan kepalanya, menatap Nieka lekat. “Kamu pengen punya anak?”

Pertanyaan itu tak dapat langsung dijawab Nieka. Ia berpaling lalu ikut berbaring menatap langit kamar.

“Anak ya..,” gumam Nieka.

“Kalo aku pengen punya anak. Dua aja. Aku selalu suka sama anak-anak dan salah satu mimpiku ingin punya anak.”

Mimpi yang diucapkan Luigi itu membuat Nieka seketika merenung. Ia tak langsung menanggapinya. Karena dalam benaknya memiliki anak belum ada dalam rencana hidupnya. Jangankan anak. Keinginan untuk menikah saja maunya ketika ia sudah berada di usia sekitar tiga puluhan tahun. Dimana baginya di usia segitu ia sudah siap mental dengan pernikahan dan juga secara finansial. Pun Nieka sudah siap menerima resiko ketika menikah di umur itu ada kemungkinan sulit mempunyai anak. Dalam rencana masa depannya juga, Nieka tidak terlalu menganggap pentingnya anak dalam sebuah rumah tangga.

Karena tanggung jawab anak itu untuk seumur hidup. Tidak semua orang bisa melakukannya dan Nieka sendiri merasa tidak bisa melakukannya. Lagipula populasi masyarakat Indonesia sendiri masih banyak. Banyak orang yang berusia di bawahnya yang menikah dan sudah memiliki anak. Jadi Nieka tidak merasa harus mempunyai anak.

Akan tetapi sekarang ia justru dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia menikah di usia akhir dua puluhan. Perkara mempunyai perasaan dalam pernikahan saja belum ada dan ternyata suaminya menginginkan seorang anak.

Nieka dibuat luar biasa bingung saat ini.

“Nggak tahu. Anak nggak pernah ada dalam rencana hidupku.” Setelah berada dalam keterdiaman selama beberapa saat, ia pun menanggapinya dengan jujur. “Aku bahkan maunya itu nikah di usia tiga puluhan, jadi untuk anak nggak pernah aku pikirin. Aku bukan nggak suka anak-anak, hanya saja aku nggak siap untuk harus menjalankan peran sebagai orang tua.”

Posisinya yang tadi berbaring kini sudah duduk. Ia menatap Luigi yang tengah menatapnya juga. Bahkan pria itu pun ikut duduk berhadapan dengannya.

“Kalau emang anak nggak ada dalam rencana hidup kamu, nggak masalah. Punya anak itu dari tubuh kamu dan menjadi orang tua merupakan pekerjaan seumur hidup. Aku nggak masalah kalau kita nggak punya anak, karna bukan suatu keharusan juga.”

Nieka memandang suaminya dengan sendu. Pemakluman suaminya membuat sisi hatinya terasa hangat. Luigi mau berkompromi dengannya. Ia mengutamakan perasaan Nieka. Mengesampingkan keinginan Luigi akan hadirnya seorang anak.

The Marriage Knots [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang