Sejarah milik Tuhan. Dia seperti takdir yang mengikat siapa saja. Tetapi, pena sejarawan adalah pedang yang menebas garis takdir. Sejarawan yang menciptakan watak peradaban melalui tulisannya dengan sumber yang beragam dan cara yang bermacam-macam.
Sejarah bukan hanya ditulis untuk penguasa, tetapi milik seluruh manusia yang berani membawa perubahan. Sejarah bukan hanya milik bangsa yang bertahta, tetapi juga milik bangsa yang terjajah. Sejarah tidak hanya diciptakan oleh sejarawan melalui tulisannya, tetapi milik seluruh umat manusia melalui beragam penyajiannya.
Seperti taman kota yang indah dengan berbagai bunga didalamnya, maka sejarah juga indah dengan bermacam penafsiran didalamnya.
Melihat keberhasilan history pedia dalam menghimpun berita tentang sejarah lokal, Mas Abshar meminta kami menyusuri peninggalan sejarah yang ada di Tulungagung. Proker ini sangat sulit karena situs yang ditemukan untuk merekonstruksi sejarah lokal tidak banyak dan rata-rata adalah kajian lintas masa.Sumber sejarah lokal kebanyakan berupa tradisi lisan. Ketika muncul istilah No Dokumen No History (Tidak ada dokumen maka tidak ada sejarah), maka kedudukan tradisi lisan sebagai sumber sejarah hanya sebagai sumber alternatif yang melengkapi sumber data tertulis.
Berawal dari keresahan inilah muncul ikhtisar Mas Abshar untuk mengubah tradisi tutur masyarakat Tulungagung menjadi tradisi tulis melalui liputan dan wawancara simultan dari tim history pedia HIMA Ilmu Sejarah.
Penulisan sejarah adalah pengelanaan panjang yang jauh dari rumah. Menikmati waktu bersama Mas Abshar, hanya berdua. Kali ini Nawal sedang menjadi ketua pelaksana ospek prodi, sehingga proker folk zine ini dipegang oleh aku dan Mas Abshar yang kebetulan sudah menyelesaikan mata kuliah sejarah lisan.
“ Tradisi lisan ini adalah alternative untuk membuka tabir yang tidak hadir dalam narasi besar. Sangat sulit melakukan kritik sumber pada tradisi lisan. Jadi, proker kita hanya sampai tahap bulletin Tulungagung Local Herritage, belum pembukuan “ Ucap Mas Abshar sembari memandang candi Hindu berundak yang dilengkapi dengan prasasti bertarikh 820 Saka.
“ Aku hanya tau sedikit informasi tentang Candi Penampihan. Katanya candi ini adalah candi tertua di Tulungagung, tetapi kita ga bisa langsung truth claimer (klaim kebenaran). Mungkin kamu bisa wawancara pegiat sejarah Tulungagung untuk detailnya”
“ Mas, tetapi aku ga berani wawancara sendirian”
“ Kamu ini jurnalistik sejarah, Khan. Masak kamu ga berani wawancara sendirian?”
Aku terus meremas tanganku yang berkeringat sembari terduduk lemas di dekat Prasasti Penampihan.Meski nada ucapan datar, bagiku kata-katanya terdengar sarkas.
“ Tetapi aku tidak berani ngopi dengan para laki-laki sendirian, Mas. Tolonglah carikan aku teman, Mas!”
Aku terus mendesak Mas Abshar dengan sisa-sisa suara yang kupunya. Aku merasa kediktatoran Mas Abshar seperti kuasa ayah atas Bunda. Meski tidak ada nada membentak, tetapi rasanya aku seperti disentak.
“ Kamu bukan lagi perempuan berlian seperti santri-santri putri di pondok pesantren pada umumnya. Kamu itu sudah masuk lingkaran setan, kenapa, ga sekalian jadi perempuan warung cethe ireng”
Aku yakin suatu saat kata-kata ini akan keluar dari mulut Mas Abshar. Ini awal titik hancurku. Dia ingin aku menjadi versi terbaikku, tetapi dia lupa lukaku belum sembuh saat berproses bersamanya. Bukan kebaikannya atau sifat pengecutku yang salah, tetapi obsesinya menjadikanku sesuai keinginannya. Itu yang salah.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Malam-malam panjang di pesantren sekarang lebih banyak kuhabiskan dengan mentranskip dan menyusun berita sendirian. Kerap kali aku ketiduran waktu bandongan subuh. Bahkan, sekarang aku sering menyetorkan ayat yang sama ketika ziyadah karena minimnya waktu hafalan. Bunyaiku sempat menasehatiku untuk keluar dari kepengurusan HIMA mengingat aku pengurus Jam’iyyatul Qurro wal Huffadz yang sering mengisi khataman, ataupun menjadi mustami’il Qur’an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Periode Bersamanya
RomansaNanti, kita jatuh cinta setelah domisioner dengan cinta dan semangat yang selalu sama. Nanti, kita jatuh cinta setelah domisioner dengan ruhmu yang menghidupkan tulisan dan kesadaran intelektualku. Nanti kita jatuh cinta setelah domisioner dengan...