8. Berangkat

5 0 0
                                    

Sabtu, 24 September 2016

Terima kasih semesta, aku akhirnya berangkat ke Kota Sungai. Sebuah kota yang katanya sangat indah. Kota yang belum pernah kugapai sebelumnya. 

Tentang Ayah, aku titipkan dia kepadaMu. Jaga dia dan pulihkan kesehatannya perlahan...

Aku sedih meninggalkan Ayah, tapi kata Bude Ambar tidak mengapa, ada dirinya. Ada Dirga dan Bima Sakti juga. 

Walaupun Bima Sakti masih kecil, tapi dia cukup mudah untuk diatur. Apalagi kalau ada Dirga dan Bude Ambar. Rasanya lebih tenang. 

Maaf Ayah karena aku harus pergi. Pada awalnya mungkin karena kelalaianku yang tidur di kelas saat pelajaran, tapi sepertinya aku memang butuh perjalanan ini. 

Kata beberapa orang yang pernah pergi menjadi relawan, tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak nyaman, apalagi saat bencana. Tapi di situlah seninya kehidupan. Bahwa manusia yang diberi kelebihan harus membantu yang dihadapkan dengan kekurangan.

Kata dr. Jane, ilmuku akan sangat dapat diterapkan di lingkungan bencana. Banyak yang butuh tenaga medis. Walaupun aku belum jadi dokter, tetapi aku sudah lebih paham teknik pertolongan pertama ataupun menghadapi survivor bencana.

Lima hari bukanlah hari yang sebentar, apalagi meninggalkan ayah dan adik-adik, tapi aku pasti bisa! Hadiahkanlah aku sesuatu wahai semestaku...

Tara menulis jurnal paginya sebelum berangkat. Ia mencurahkan unek-uneknya, seperti yang biasa Ia lakukan sebelum pergi melakukan aktivitasnya.

                                                                                ----------------

"Sudah siap semua nak?" tanya Bude Ambar dengan Ayah yang berada di sampingnya.

"Sudah Bude." jawab Tara tersenyum lebar. Ia tidak ingin Ayah melihatnya bersedih.

Ayah memeluk Tara seperti hari-hari biasa Ia berangkat, "Hati-hati Nak. Ayah selalu mendo'akanmu. Cepat pulang ya." 

Tara membalas pelukan Ayah dengan lebih erat. Ia bersyukur dengan kondisi Ayah yang mulai membaik. 

"Mbak Tara mau kemana Mas Dirga?" tanya Bima Sakti yang baru berumur 7 tahun kepada kakak laki-lakinya. 

Dirga tersenyum, "Mau membantu orang sakit dek. Ke Kota Sungai." Bima mengangguk.

Antariksa memulai perjalanan baru.

                                                                                ----------------

Percakapan sesingkat apapun pada saat ini selalu membuat Tara terharu, lantaran sering kali ia merindukan Ibu. Kehadiran Ibu tidak selalu membuat ceriwis setiap anggota keluarga, tapi selalu menghadirkan kehangatan dan canda tawa. Ibu adalah tiang cinta keluarga Tara. 

Tersadar dari lamunannya, Ia segera berkumpul bersama 4 teman sesama fakultas kedokteran yang sudah dipilih Bu Ria untuk berangkat ke Kota Sungai. 

"Terima kasih karena keputusan hebat kalian untuk menjadi calon relawan. Kota Sungai mengalami bencana banjir bandang disertai tanah longsor yang menelan banyak korban jiwa. Dengan keadaan seperti itu, tentu kita tidak sedang bermain-main. 

Tenaga medis sangat dibutuhkan. Sehingga bisa jadi tidak ada waktu istirahat. Kondisi Kota Sungai sangat berantakan, jauh berbeda dari Kota Ancala kita ini. Persiapkan fisik dan mental."

Pidato singkat Bu Ria membuat Tara semakin menguatkan dirinya. Agenda yang sedang ditujunya bukan tentang dirinya, tetapi masyarakat yang kehilangan secara tiba-tiba. 

                                                                                ----------------

Perjalanan dimulai dengan do'a bersama. Tara dan puluhan relawan lainnya dari berbagai organisasi bertolak ke Kota Sungai dengan waktu tempuh 5 jam. 

Tanpa disadari Tara, lima harinya di Kota Sungai akan merubah hidupnya.

                                                                                ----------------

Bersambung ke Bab 9 : 'Kota Sungai' 

Kamu dan DuniakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang