9. Kota Sungai

6 0 0
                                    

Terletak di dataran tinggi, Kota Sungai termasuk ke dalam kategori kota terindah di Provinsi Hili Barat. Kecantikan kota ini membuat kagum bagi siapapun yang mendatanginya. Menurut sejarah, ketika negara masih belum merdeka seutuhnya, Kota Sungai menjadi destinasi wisata favorit bagi turis lokal maupun mancanegara. 

Kota Sungai memiliki kondisi fisik yang beragam. Daerah sebelah utara, timur dan barat secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan bentang alam daerah sebelah selatan sebagian besar memiliki permukaan tanah dengan kemiringan cukup curam. Kondisi alam daerah sebelah selatan memiliki keindahan pantai yang luar biasa. 

Kota Sungai digadang sebagai primadona pada zaman kolonial karena keindahannya. Banyak sastrawan yang mengukir karyanya berdasarkan kecantikan Kota Sungai. 

Dikelilingi oleh deretan pegunungan, Kota Sungai memiliki tempat tersendiri bagi pecinta alam yang suka mendaki. Selain itu, banyak ilmuwan bumi yang datang untuk meneliti bentang alam Kota Sungai.

Nama Sungai diambil dari topografi kota yang dikelilingi oleh berbagai macam gunung, sehingga menjadi daerah tampungan air bagi sungai-sungai yang melaluinya. 

Selain itu, kuliner di kota ini bukan isapan jempol belaka. Seluruh negeri tahu manisan yang dibuat di kota ini sangat legit dan paten rasanya. Jangan lupakan nasi liwetnya yang membuat  banyak orang jatuh hati dan ingin kembali ke Kota Sungai karena tidak bisa melupakan kegurihan dan rasa khasnya. 

Tara sekilas membaca artikel tentang Kota Sungai dari ponsel pintarnya. Ia tersenyum bahagia, membayangkan betapa indahnya Kota Sungai dan semua hal di dalamnya. Tara berharap kedatangannya yang tidak seberapa dapat membuat kota itu pulih lagi, karena menurut yang Ia baca, banjir telah membuat kota porak poranda. 

Teringat akan berita yang dibacanya, bahwa bencana itu datang tidak semata-mata karena intensitas hujan yang tinggi, namun karena sebagian lahan resapan yang diubah fungsinya menjadi lahan pertanian dan bangunan tetap. Terkadang, ketika membaca hal-hal yang tidak diinginkan, Tara ingin marah dengan keputusan penduduk yang rela mengubah sesuatu tanpa berpikir panjang ke depannya.

'Tapi kalau dipikir-pikir, bukan salah mereka juga. Kan mereka butuh uang. Atau bisa jadi pemimpin daerahnya yang tidak mewanti-wanti.'  Tara mulai membatin aneh.

'Ah jangan buruk sangka! Aku kan pendatang, tidak mungkin juga tahu segalanya.' suara lain di diri Tara menyeruak.

'Fokuuusss! Banggain Ayah dan Ibu! Pulang bawa prestasi dan ilmu!' Tara menarik napas, mencoba mengatur seluruh suara yang ada di kepalanya.

 -----

Dua jam setelah Tara selesai dengan riset kecil-kecilannya, Ia mulai membuka mata, menilai situasi sekitar. Sudah empat jam perjalanan dari kotanya, penanda batas kota mulai terlihat. Tara dan seluruh rombongan memasuki Kota Sungai.

Daerah yang terdampak banjir bandang terletak sekitar 30 km dari pusat kota, sehingga butuh satu jam lagi untuk  bisa sampai ke lokasi kejadian. Membuat Tara mengelilingkan matanya ke sekelilingnya. 

Bis lengang, tidak ada suara. Mayoritas relawan masih tidur. 

Tara melihat ke luar jendela, mendapati keindahan kota. Terlihat pegunungan yang membentang sepanjang mata memandang, dikelilingi oleh sawah dan rumah-rumah warga yang sederhana.

Walaupun tidak berbeda jauh dengan kotanya yang juga terletak di dataran tinggi dengan gunung dan sawah, Kota Sungai memiliki infrastruktur yang rapih dan arsitektur kota yang berbeda. 

Kota Ancala tempatnya tinggal memang sudah jauh lebih maju karena menjadi ibu kota Provinsi Hili Barat, namun saat ini banyak kendaraan di kota yang semrawut dan sering tidak ingin mengalah. Membuat Tara geram ketika melihat keramaian tersebut.

Tara kembali tersenyum dan mengingat kedua orang tuanya. Ia sangat berharap keluarganya dapat bertamasya bersama ke Kota Sungai dengan segala keindahannya. 

----

Satu jam berlalu dalam lamunan sambil memandangi keindahan Kota Sungai, Tara disadarkan oleh pengumuman kedua. Seluruh rombongan telah sampai dan dapat menuruni bis dengan perlahan. Para relawan segera turun setelah siap dengan persiapannya.

Tara termasuk orang-orang pertama yang menapaki kakinya di Kota Sungai. Ia menarik napas dalam. Keadaan kota yang terdampak bencana itu berbeda jauh dengan pusat kota. Terlihat di penglihatannya nama kecamatan dimana Ia berdiri : Cilayar.

Lokasi bencana banjir bandang itu ada di Cilayar, wilayah yang berbatasan dengan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Hili Barat. Derasnya hujan turun menjadi salah satu penyebab banjir bandang di kawasan tersebut. Selain itu, terjadi pendangkalan yang terjadi di wilayah aliran Sungai Cilayar, menyandang predikat pendangkalan berat, mengakibatkan sungai yang luas tersebut, meluap dari jalurnya.

Tara mencoba menopang tubuhnya karena bau tak sedap mulai tercium. Bau air bah yang telah merusak kota. Bau kesedihan.

"Perhatian untuk seluruh relawan, harap membuat barisan sesuai dengan organisasi masing-masing, kami akan mendata ulang seluruh relawan.

Dikarenakan agenda yang padat, maka kami harap perjalanan 5 jam tadi dapat termasuk istirahat yang cukup, sesuai dengan yang telah diarahkan di awal.

Setelah briefing ini, teman-teman semua dapat segera meletakkan barang bawaan di ruangan yang telah disediakan. Lalu semua dapat menyebar sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan kepada masing-masing regu. Ikuti arahan ketua regu dan pastikan tidak ada teman yang tertinggal.

Dapat dimengerti?!" Ketua seluruh relawan menyudahi pengumuman sentral.

"Be brave ya Ra, kita pasti bisa." Bisik Alula tersenyum kepada Tara.

"Pasti bisa!" Tara membalas senyum Alula.

----

"Gue yakin lo pasti ga betah di sini Ge! Hahaha!" Sebuah suara terdengar sayup-sayup di telinga Tara. Suara laki-laki yang sedang tertawa.

"Nama gue tuh filosofinya dari nama bumi Bim. Gue pasti bisa lah membaur sama bagian bumi manapun." Suara lain membalas suara pertama, membuat Tara menoleh. Ia tersenyum singkat dengan celetukkan orang kedua itu.

"Gue tantang lo, Gea!" Suara pertama menyudahi kelakar dua teman tersebut. Keduanya saling memiting sambil memandang ke arah reruntuhan kota.

----

Bersambung ke "Bab 10 : Pertemuan Pertama"

Kamu dan DuniakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang