LXR 37

996 91 0
                                    


Setelah tiga hari izin, akhirnya Rui bisa kembali ke sekolah. Sebenarnya ia tidak ada niatan ke sekolah sih, ia masih punya dendam soalnya makanya males.

Tapi karena kebetulan ia kembali di panggil untuk mengikuti perlombaan tertulis dalam empat hari mendatang membuat ia akhirnya terpaksa berangkat.

Saat di koridor kelas Rui beberapa kali menghela nafas lelah karena banyak siswa maupun siswi yang menyapanya. Ataupun sekedar menanyakan kabarnya.

Jujur, itu menganggu nya.

Rui itu... Orang yang sangat benci dengan yang namanya Penjilat. Apalagi pengkhianat.

Sesaat Rui melupakan rasa kesalnya ketika ia sudah sampai di kelas kebetulan bel sekolah juga sudah berbunyi.

Anak-anak di sana tentunya segera berhamburan kembali ke bangku mereka masing-masing.

"Baik selamat pagi anak-anak"

"Pagi bu"

"Sebelumnya maaf kalau ibu menunda kegiatan belajar mengajar ini. Ibu hanya ingin menyampaikan pesan pada siswa yang bernama Ruinard, kepala sekolah sempat meminta bantuan saya untuk menyampaikan pesan beliau. Dari yang ia sampaikan, dia mengucapkan terimakasih karena sudah membanggakan nama sekolah ini, dan juga beliau ingin meminta maaf jika kembali merepotkan kamu ya"

Bisik-bisik mulai terdengar dalam suasana kelas tersebut. Di mana para siswanya banyak berbisik mengenai kepintaran Rui. Ada yang berbisik merasa iri dengan kepintarannya, ada juga yang berbisik ikut merasa senang mendengar ia juara.

Namun si empunya tidak peduli.

Ngomong ngomong karena masih sedang dalam mood yang buruk, Rui memutuskan duduk di bangku paling belakang dan tentunya sendirian.

Tapi tenang saja ia masih bisa mendengar apa yang di sampaikan kok.

"Dan juga, beliau sempat mengatakan jika untuk lomba kali ini bersaing dengan beberapa angkatan sarjana. Beliau juga menyatakan rasa bingung nya ketika kamu di undang ke perlombaan tersebut, dan jika kamu keberatan kamu bisa menyampaikan nya. Supaya kami pihak sekolah bisa mengurus surat penolakan ini"

"Tidak perlu"

"Eh buset!?"

Para siswa yang tadinya hanya berbisik di buat tersentak kaget mendengar suara Rui yang terdengar malas tapi dengan intonasi rendah juga mengintimidasi.

"Maksudnya..." Sang guru berucap bingung mendengar sahutan nya.

"Tidak perlu penolakan, kirimkan saja surat pernyataan aku bersedia menerima perlombaan itu. Lagipula bukankah sama saja merendahkan harga diri sekolah jika kita menolak undangan dari mereka?"

Kompak mereka yang ada di sana bergidik ngeri ketika hawa dingin dan menusuk terasa menyentuh tengkuk dan punggung mereka. Suara Rui barusan benar-benar mengintimidasi mereka semua. Dan lagi ekspresi meremehkan nya itu benar-benar menambah kesan menakutkan untuknya.

"Katakan saja aku menerima undangan tersebut. Biar ku bungkam mulut orang yang berani menantang ku dalam lomba ini"

Rui merasa tertantang. Baru kali ini ada yang berani melawan nya dengan cara bersih. Soalnya di kehidupan dulunya sebagai Leo, banyak yang ingin mengalahkan nya dengan cara kotor. Entah itu meneror nya, menguntit, mengirim ancaman pembunuhan, dan parahnya justru mengajaknya adu mekanik.

Rui tidak mempermasalahkan jika ingin Adu mekanik dia sih ayo ayo aja. Yang jadi masalah itu lawannya, kadang ia dapat yang kurang seimbang hingga membuat pihak musuh malah di buat babak belur, dan parahnya ada yang sampai hampir terbunuh oleh nya.

Entah itu secara langsung ataupun tidak. 

"Baik, kalau begitu kita lanjutkan pembelajaran nya"

****

Rui menerima beberapa tumpukan berkas di tangannya.

"Ini pernyataan tentang ketentuan selama lomba besok, mereka sempat mengirim peringatan juga karena ini lomba setahun sekali yang mana banyak yang menjadi korban karena ketahuan mencontek. Dan bapak harap kamu bisa melalui yang satu ini"

Pak Kepala Sekolah, Pak Yuda terlihat menatap Rui dengan tatapan berharap.

"Tidak perlu memohon, akan ku pastikan semua itu" Ujar Rui dengan sedikit tidak niat.

"Baiklah, kami pihak sekolah berharap besar padamu. Dan juga kami sempat mendiskusikan masalah ini, jadi kami harap kamu bisa menggunakan beberapa waktu yang tersisa untuk belajar dengan siswa yang kami rekomendasi kan. Nanti jam pelajaran dia akan ke kelas mu untuk mengajak mu belajar" Terang Pak Yuda.

"Hmm, terimakasih"

****

Jam pelajaran.

Rui membaca dengan teliti deretan huruf yang tertera di sana. Hari ini kelas sedang mengadakan latihan, dan kebetulan ia selesai lebih awal.

Hingga ia bisa sedikit berleha-leha sambil menunggu teman sekelas nya yang belum selesai.

Tok

Tok

Tok

"Masuk"

Pintu kelas Rui terbuka dan memperlihatkan seseorang dengan almamater OSIS di sana.

"Oh Putra ya, ada perlu apa kemari?" Guru yang sedang mengajar sejenak mengalihkan perhatian nya.

"Maaf sebelumnya sudah mengganggu belajar adik kelas, tapi saya kemari atas perintah Kepala Sekolah untuk memanggil siswa di sini bu" Ujar nya dengan sopan.

"Ah begitu ya, silahkan"

"Untuk siswa bernama Ruinard mohon untuk ikut saya ke ruang OSIS, terkait dengan lomba nya jadi kamu akan ikut beberapa ujian di sana"

Rui segera bangkit dari bangkunya sembari menghampiri meja guru di sana.

"Tugasku sudah selesai"

"Oh? Sudah? Baiklah, semangat untuk ujian ke depan ya. Sekolah berharap besar padamu"

Rui mengangguk sebagai sahutan sebelum akhirnya ia beranjak keluar kelas.

Mengikuti siswa tadi tentunya.

"Ngomong-ngomong ini kali pertama sekolah menunjuk siswa kelas 11 untuk ikut lomba antar pelajar dengan sarjana luar. Jujur saja aku cukup kagum saat mendengar pemberitahuan ini" Tutur siswa tadi seraya menatap Rui yang sedari tadi fokus menatap ke depan.

"Oh ya, sebelumnya perkenalkan. Namaku Putra Adi Sebastian, kelas 12a IPA. Bagaimana dengan mu?" Tanya siswa tadi, Putra seraya mengulurkan tangannya tanda untuk berjabat tangan.

"Ruinard, 11a IPS. Panggil saja Rui" Sahut Rui menerima jabat tangan Putra.

"Rui ya? Nama yang bagus, kalau begitu ayo kita ke ruang OSIS, kebetulan waktu belajar di sana nanti akan sampai sore. Kau tidak masalah dengan itu kan?"

Putra dengan akrab merangkul bahu Rui.

"Hmm"

'Astaga... Apa aku sedang berada dalam kulkas? Sejak tadi anak ini benar-benar dingin. Sial, dia sama saja dengan Abang Rion'

Putra dalam hati mendengus kesal karena respon ataupun suasana hati Rui yang ia rasakan benar-benar dingin. Bak tidak pernah tersentuh sama sekali oleh apapun.

Bahkan sebenarnya ia cukup was-was jika saja Rui tidak nyaman kala ia merangkulnya. Tapi di rasa dia tidak keberatan ia mencoba berbincang untuk mengakrabkan diri dengan nya.

Walau respon singkat dan dingin yang selalu ia terima.

'Seseorang tolong hantam kepalanya! Apa tidak ada respon lain selain deheman!?'

_____________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

To be continue...

[Transmigrasi] "Who Am I?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang