bab 13 : kejutan

9 3 1
                                    

  
    Mintalah bantuan kepada diam        jika ingin bicara,
mintalah bantuan kepada nalar jika ingin mengambil keputusan.

~ Imam Syafi'i 🌿

.
.
.

Mata ku memandang kosong ke luar jendela. daun bergemerisik, petir menggelegar, serta tetesan hujan menyelimuti jalan kota.
Aku memejamkan mata mengambil nafas dalam, lalu menghembuskanya perlahan. Walaupun lampu padam namun hatiku masihh sedikit tentram dengan tetesan yang terdengar. sayu tetesan air itu seakan-akan tau apa yang kini kurasakan. ulang tahun ke-2, tanpa orang tua, siapa yang ingin menginginkan hal itu? Sungguh menyebalkan.

...

Ezza yang telah merencanakan sebuah kejutan jauh-jauh hari untuk menciptakan kesan yang terlupakan untukku. Dengan rahasia yang terjaga rapat, Ezza mengatur segalanya dengan cermat, mulai dari dekorasi kue ulang tahun yang indah.

Tokk..tokk..tokk!

Bunyi ketukan pintu terdengar hingga ke ambang telinga ku.

"Siapa? Masuk saja." Pintahku, terus menatap ke luar jendela.

Ruangan gelap itupun seketika menjadi terang, bunyi kaki bederap terdengar. Aku menoleh ke sumber cahaya itu. mataku membelak sempurna, seakan-akan ini hanya sebuah mimpi belaka.
keempat sahabat ku kini berada dihadapan ku seraya memegangi kue ulang tahun yang indah, senyuman terukir di wajah, dan lantunan musik yang terucap dari lidah, membuat ku sedikit terharu.

"Happy birthday to you, Happy birthday to you, happy birthday, happy birthday to you... "

Prok, prok, prok!

Selesai menyanyikan lantunan lagu itu mereka pun bersorak seru. mereka meminta ku untuk meniup lilin yang tertancap tepat di atas kue ulang tahun itu.

Namun, ketika Ezaa dengan hati-hati mengulurkan tangan untuk memberikan kue ulang tahun yang spektakuler, tanpa disadari, aku yang masih dalam ketegangan, tanpa sengaja menjatuhkan kue itu dari tanganku.
Aku teringat akan trauma ku di masalalu, ulang tahun ku adalah hari dimana bunda meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Raut wajahku yang gembira kini berubah menjadi datar.

"Kalian sengaja, ya? Ngasih gue kejutan untuk ngingetin akan kematian nyokap gue?" tuduhku dengan wajah datar, tampak tak bersalah.

Setiap kata yang keluar bagaikan peluru, tangannya terkepal erat hingga telapaknya memutih, menatap sayu ke arah kue ulang tahun yang berserakan di lantai.

Plak!

Zea menampar keras pipiku hingga memerah, emosinya tak dapat terkendali, sorot matanya menatap penuh amarah.

"Dasar, manusia nggak tau terima kasih!" sentak Zea kesal.

"Lain kali, lo harus belajar caranya menghargai orang lain, Yar!" balas Ezza datar.

Alka dan Feli memilih tak bergeming. Mereka menggeleng tak percaya melihat tingkah laku ku. Mereka menarik tangan Zea dan Ezza yang sedang diselimuti amarah yang membara pergi meninggalkan ku.

Aku menatap belakang punggung mereka.
Aku tampak sangat kecewa dengan diriku sendiri, aku tidak dapat membayangkan bagaimana dia bisa melakukan hal tersebut, terlihat seperti penjahat di suatu tempat. aku sangat merasa bersalah dan sedih dengan sikapnya yang buruk.

Aku mengacak-acak rambutku kasar Dengan amarah yang menyeruak menyatu dengan kilat yang menyambar.
aku tampak prustasi seperti tidak akan pernah dapat memaafkan diri sendiri dan kehidupannya yang sudah rusak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Usai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang