Chapter 14 -- Foramen Opticum

24 1 0
                                    

Akhirnya, setelah sempat vacum sesaat, Mega Mendung kembali mengudara. Latihan rutin diaktifkan lagi. Randu sudah enggak sabar ke studio musik lagi seperti biasa. Berhubung ia masih tinggal di kosan Ben, pulang malam pun enggak jadi masalah. Sangat berbeda ketika Randu masih di rumahnya, yang pasti ia akan mendapat cibiran serta omelan dari ayahnya.

Seperti biasa, studio musik 11 menjadi langganan tempat berlatih Mega Mendung. Enam anggota telah berada di sana. Kurang satu lagi yaitu Arya. Kabarnya, ia absen dulu, lantaran ditugaskan menjaga adik perempuannya yang berusia satu tahun di rumah. Kebetulan, ibunya ada arisan PKK RT.

"Ndu, kamu aja yang nyanyi. Kayaknya, pas di kamar mandi, kamu suka bersenandung ria," sahut Ben selagi menyetel gitar bass betotnya.

Disentil begitu, Randu jadi malu. Menyanyi di kamar mandi memang hobinya, sih, tetapi kalau dibeberkan di depan umum, mau ditaruh mana mukanya coba? Padahal, kerap kali Randu salah dalam melantunkan lirik lagu yang dinyanyikannya.

"Ayo, Ndu! Aku pengen denger kamu nyanyi sambil main gitar!" Gita ikut menimpali. Kedua matanya berbinar. Berharap Randu mengabulkan pintanya itu. Dalam hati, Randu malah membantin, kalau saja Gita adalah Yuranita, mungkin detik itu juga ia mengangguk setuju.

Doni, yang sedaritadi diam ikut terkekeh, lalu mengambil alih mic dan bersiap menggantikkan Arya. "Udah, daripada maksa Randu, mending aku aja yang nyanyi. Udah lama juga nggak unjuk suara emasku yang satu ini," ucapnya percaya diri.

"Tolong nyanyinya yang bener ya, Mas Doni!" Gita menuding. Ia tahu kalau suara Doni banyak falesnya ketimbang lurusnya.

Ketika hendak memulai memainkan lagu pertama berjudul 'Peach Eyes' dari Band Wave To Earth, ponsel Randu berdering kencang. Ia lupa menurunkan volume nada panggilan. Ternyata, ibunya yang menelpon. Setelah meminta izin pada Doni untuk mengangkat, Randu keluar studio sejenak.

"Assalamualaikum, Bu. Ada apa gerangan? Tumben banget...."

"Ndu, ayahmu barusan dibawa ke IGD RSUP Kariadi. Tiba-tiba, ayahmu pingsan mendadak di klinik akupunturnya pas lagi nanganin pasien. Tolong pulang ya, Ndu."

Suara Prameswari terdengar sabar dan tenang. Meskipun begitu, Randu tahu ibunya sedang menahan gemetar.

Bingung mau merespons apa selagi debaran di jantung terasa menghantam, Randu cuma berkata 'iya', lalu menutup sambungan telepon. Setelahnya, ia gegas mengirim pesan ke Prameswari untuk diinfokan kamar Priambodo dirawat.

Terlepas dari permasalahan yang ada. Ketika Randu belum sepenuhnya berdamai dengan ayahnya, ia tetap akan pulang. Bagaimanapun, Priambodo bukan orang asing yang harus dijauhi. Ia adalah ayah Randu. Keluarga Randu sendiri.

Sore ini, Randu pun gagal latihan band. Ia menurunkan egonya dan lebih memilih bertemu sang kepala keluarga. Pahlawan tanpa tanda jasanya sejak dulu.

***

Setengah berlarian, Randu menuju area bangsal perawatan VVIP. Begitu ayahnya dilarikan ke IGD, lalu diperiksa sebentar, dokter jaga di sana mengatakan bahwa Priambodo harus dirawat sementara waktu. Terlihat dari data vital berupa saturasi, tensi, detak jantung, dan respirasi, Priambodo mengalami adanya tekanan pada pembuluh darah otak. Bisa jadi ada serangan hipertensi secara tiba-tiba. Beruntung, hasil pemindaian CT-Scan kepala sebelum dirawat inapkan, hasilnya normal. Tidak ada pemecahan pembuluh darah yang mengakibatkan gejala stroke.

Napasnya tersengal, Randu berhenti sejenak selagi mengambil oksigen banyak-banyak. Sebentar lagi, ia sampai ke kamar Priambodo dirawat. Kini, perasaannya campur aduk. Ia belum mau kehilangan salah satu orang tuanya sekarang.

"Bu?" panggil Randu pelan setelah menggeser pintu kamar VVIP 01. Prameswari yang sedang mengecek selang infus, lalu berjalan mendekati anak bungsunya. Ia memeluk Randu erat. Seperti butuh ditenangkan.

SUDUT KAMPUS KALA ITU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang