Bab 7 - Traitor

23 2 0
                                    

"Tak ada yang lebih menyakitkan dari pengkhiatan oleh orang yang paling dipercaya. Kepercayaan, selalu saja menghianati."

***

Pagi hari berjalan layaknya biasanya. Sungguh tenang dan cerah. Alva dan para temannya berangkat ke sekolah, menaiki motor kebanggaan masing-masing. Lorong sekolah masih terlihat sepi. Leovin yang kemudian melihat Alva berjalan menyusuri lorong sembari memainkan ponselnya pun mulai berdiri di depan Alva dan menghalang jalannya.

"Apa?" tanya Alva dengan nada heran pada Leovin yang menghalangi jalannya.

"Lo lupa yang kemarin?, kita kan main truth or dare terus lu dapet dare, dare nya lo masih ingat kan?"

Alva berpikir sebentar, ia kembali mengingat ingat. Tak selang beberapa detik waktu keheningan. Alva mulai kembali membuka suara.

"Oh iya sekarang gue inget, yayaya jadi cewe mana yang harus gue godain?"

"Guru killer aja gimana?"

"Bajingan."

"Apa lo, apa ga terima sini by one."

Alva memutar bola matanya malas. kemudian matanya mulai tertuju pada seorang gadis. Tampaknya ia sudah bersiap-siap untuk menghampiri gadis itu.

"Lihat gue nih," ujar Alva dengan nada sombong nya dan langsung berjalan mendekati gadis itu.

"Ekhem. morning, gimana kabarnya?" tanya Alva pada gadis itu dengan nada menggoda yang menyebalkan. Tak lupa ia memasang senyuman diwajahnya.

"Uhm ya, baik." Gadis itu menjawab penuh keheranan karena tiba-tiba ditanyai kabar. Gadis itu lalu tersenyum canggung. kemudian Alva menarik nafasnya dalam-dalam.

"Hmm..ngemil apa ya yang enak?" Gadis itu bingung dengan bertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Alva. Ia lalu memutuskan untuk mengangkat kedua bahunya. Memberi isyarat 'tidak tau'.

"Ngemilikin kamu seutuhnya." Gadis itu mendadak tersipu malu, pipi nya berubah menjadi merah tomat karena godaan Alva.

Gadis itu terlihat sangat malu, bahkan ia tak bisa menunjukkan wajah malunya dan memilih untuk lari dari sana. Hal itu kemudian disusul dengan Leovin yang kini tengah tertawa terbahak bahak.

"Cringe bangsat, ahahaha. Fiks kata gua tu anak tadi punya trauma sama orang yang namanya Alvaro." Leovin tertawa terbahak-bahak dan Alva yang tadi nya menunjukkan ekspresi bahagia kini menjadi dingin.

"Leovin anak babi," umpatnya.

"Gua ga ngeledek anjing, Alva anak anjing kaya tai bajingan!!"

Sebenarnya itu bukan tantangan dare yang asli yang sudah di sediakan oleh Leovin. Tapi mungkin Leovin akan memberitahu Alva lain kali.

Harrison yang berdiri di sana hanya menghela nafas panjang melihat kelakuan Leovin dengan Alva, dia heran karena Leovin dan Alva hanya akan akur hanya di waktu yang tepat.

              ***

Tampaknya kali ini waktu berjalan lebih cepat. Semua murid mulai mengemas buku-bukunya. Ada juga yang 5 menit sebelum bel sudah mulai menggendong tas nya. Beberapa menit kemudian, bel pulang berbunyi. Para murid berbondong-bondong untuk segera pulang.

Alva kini tengah berjalan pulang bersama Leovin, Harrison, Ervin dan Mahesa, tapi Alva merasakan ada yang tidak beres dengan Leovin karena sesaat ketika menerima panggilan telpon, Leovin langsung bergegas pergi secepatnya.

"Leovin gue liat tadi langsung pergi abis ngangkat telpon." Harrison kemudian mendongak dan menjawab dengan tenang.

Alis Alva terangkat dan dia hanya menghela nafas. Saat Harrison, Ervin dan Mahesa mendahului nya, Alva mendengar suara seseorang dari arah gang di depan nya, Sebelum pergi kesana. Alva berpesan pada Harrison dan anak-anak lain untuk menunggunya di markas lebih dulu. Alva yang penasaran kemudian mencoba untuk mengintip, dan alangkah terkejutnya Alva karena melihat Leovin yang berbicara serius dengan salah satu anak buah Darren, musuh bebuyutan wheels of soul. detik selanjutnya, Alva mencoba mendengar percakapan di antara keduanya.

"Apa yang dibicarain Leovin sama anggota Darren, ck.." Alva mendengus kesal. Namun ia sedikit mendengar beberapa kalimat. Walaupun samar namun sebuah kata telah terucap. 'Penghianatan' sebuah hal tabu yang sangat Alva benci.

Alva melihat Leovin sudah selesai berbicara, namun Alva masih diam mematung di sana. Tampaknya ia masih tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Beberapa langkah, Leovin mulai keluar dari gang. Dia terkejut melihat kehadiran Alva. Raut muka nya pun sangat tidak bersahabat.

"Astaga.. kaget gua, ngapain lu di sini, Va? Lo..nguping?" ucap Leovin dengan nada tenang seolah tidak terjadi apapun, sedangkan Alva berdiri di depan nya dengan wajah kesal dan amarahnya mendidih tak terkendali. Kedua tangannya terlipat di dadanya yang bidang.

"Ngapain lo ngomong sama anak geng Darren??" tanya Alva memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, nada mengintimidasi itu malah membuat bulu kuduk Leovin merinding.

"A..i..itu, jangan salah paham dulu, dengerin gue." Ketakutan akan kesalahpahaman Alva itu mendominasi Leovin sehingga ia berbicara dengan gugup.

"Gak perlu lo jelasin! Gue udah liat semua nya dengan mata! jelas-jelas lo ngomong sama anak buah Darren!" Alva berbicara dengan amarah yang meledak-ledak. Tangannya terkepal kuat.

"Va, dengerin gua du-

Sebelum Leovin hendak menyelesaikan perkataannya, Alva meninju Leovin tepat di pipinya yang membuat Leovin terkejut.

"Lo penghianat!"

Perkataan Alva membuat Leovin bingung. Ia terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. 'Penghianat' katanya? Gimana bisa dia menuduh seseorang penghianat tanpa mendengar penjelasan terlebih dahulu? apa dari dulu dia memang punya sikap seperti ini?

Perasaan di hati Leovin tiba tiba menjadi amarah, tak berpikir lama. Ia meninju Alva tepat di bagian pipinya hingga membuat bibir Alva berdarah.

"SIALAN! DENGERIN GUE DULU BAJINGAN! JANGAN NYOLOT!" Leovin berbicara dengan nada yang cukup keras, amarah mulai menguasai dirinya.

"BAJINGAN KURANG AJAR!! YOU KNOW BEST THAT I HATE TRAITOR THE MOST!" Alva lalu berjalan pergi meninggalkan Leovin yang sedang tertunduk lesu sendirian. Pandangannya menghadap tanah dan tangannya mengepal.

Beberapa saat kemudian setelah memikirkan solusi, Leovin mendengus kesal kemudian berjalan pergi juga, Ia dalam perjalanan ke markas mencoba untuk menjelaskan semuanya dan saat Leovin sampai di sana tiba-tiba Ervin menghampiri nya dengan wajah kesal.

"Ngapain lo masih di sini? seharusnya lu gabung di geng Darren, penghianat!" bentak Ervin dengan nada kesal.

"Dengerin gua dulu, gua mau ngejelasin tapi lu pada nyolot Mulu sial!" Leovin berteriak dengan nada kesal dan tinju nya terkepal erat. Kemudian Alva beranjak dari tempat duduk nya kemudian berdiri tepat di depan Leovin dengan tangan terlipat di dadanya.

Akankah ini akan menjadi kesalahpahaman tak berujung yang akan menyebabkan banyak pertikaian di kemudian hari? Seberapa besar kebencian mereka pada Leovin yang tak bersalah? Yang bahkan mereka tuduh seenaknya? Tidak kah situasi ini sangat terlihat tidak adil bagi Leovin?

𝐊𝐞𝐛𝐨𝐡𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 (ON-GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang