10. Racauan

1.2K 89 17
                                    

Genangan air merebak sampai mengusik tidurnya Elaine. Mata itu berpendar hebat saat menangkap figur pria tinggi yang kini ikut masuk kedalam pemandian dan duduk disampingnya.

"Yang Mulia, maaf!"

Kenapa dia bisa sampai ketiduran?

Elaine menunduk takut. Ia merutuki kebodohannya habis-habisan. Tamatlah riwayatnya. Vernon pasti akan menyiksanya.

"Kau mau kemana, Putri?" Elaine hendak bangkit tapi tangannya dicegal, jantungnya bergemuruh makin hebat.

"Temani aku."

Gerakan Elaine terhenti. Ia bergeming atas kalimat Vernon barusan. Lembut dan tidak menyiratkan kemarahan.

Sungguh.

Apakah pria ini adalah Vernon yang asli? Kenapa sangat berbeda?

Tangan Elaine diselami jemari besar Vernon didalam air. Erat.

"Jangan pergi." Pinta Vernon.

Elaine terduduk kembali dan beralih pada suaminya itu. Tatapan Vernon begitu sayu dan redup. Ia seperti kelelahan dan letih.

Badan Elaine meremang ketika Vernon tiba-tiba menyenderkan kepala kebahunya.

Panas.

Kening Elaine mengernyit. Ia buru-buru menyentuh leher Vernon dengan tangan.

Sangat panas.

"Yang Mulia, sepertinya kau sakit." Ekspresi Elaine memancarkan kekhawatiran. Ia tak menyangka kalau pria tersebut bisa sakit juga? Pasalnya dari kemarin sepertinya sehat bugar dan baik-baik saja. Kenapa bisa mendadak sakit?

"Bahumu sangat kecil." Tutur Vernon.

"Tanganmu juga."

"Kenapa badanmu sangat kurus, Putri? Apa para pelayan tidak memberimu makan dengan baik?"

Sepertinya Vernon meracau?

Usai bersusah payah membopong Vernon dari pemandian, Elaine membaringkan tubuh berat itu ke atas ranjang. Kakinya diangkat dan diselonjorkan.

Gadis dengan gaun tipis itu bergegas mengambil pakaian Vernon dan memakaikannya. Lumayan sulit dengan keadaan Vernon yang tak sadarkan diri. Ia juga mengelap sisa air yang ada dibadan suaminya.

Badan Vernon sangat panas dibandingkan tadi.

Muka Elaine tambah khawatir. Hatinya buncah takut Vernon kenapa-kenapa. Kalau terjadi sesuatu pada pria itu, pasti dia yang akan disalahkan.

Ditelisiknya wajah Vernon yang bersembunyi dibalik topeng, wajah yang sempat ia lihat secara tak sengaja. Karena kejadian tersebut- ia disiksa tanpa ampun. Andai Elaine tak pernah penasaran atau melakukan kebodohan dengan lancang masuk ke pemandian Vernon. Mungkin Vernon akan terus mengabaikannya, atau tidak memperdulikannya. Menganggapnya tidak pernah ada.

Ironis.

Tapi bukankah lebih baik?

Hidup Elaine juga sepertinya akan tenang tanpa harus dihantui rasa ketakutan setiap harinya.

"Putri, jangan tinggalkan aku..." Tangan Elaine dicegat saat ia akan keluar kamar untuk memanggil tabib.

"Yang Mulia, aku-"

Tangan Elaine ditarik dan tubuhnya langsung didekap Vernon. Jelas ia terkesiap dengan adegan spontan barusan. Belum lagi napas panas Vernon yang menerpa belakang lehernya beserta kulit hangat Vernon yang begitu terasa.

"Jangan pergi."

"Yang Mulia, kau sedang sakit." Tangan mungilnya berusaha melepas tautan tangan besar Vernon tapi pria ini malah merangkul semakin kuat.

BEHIND THE MASK (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang