11. Nyaman

1.4K 123 28
                                    

Silau cahaya menyorot kedua insan yang tengah tertidur lelap.

Vernon mengernyit saat sinar itu terasa makin mengganggu. Perlahan, kelopak mata yang terpagar oleh topeng itu— membuka pelan.

Netranya kebingungan memandangi plafon serta langit-langit dinding. Tak lama, arah penglihatannya berpindah pada sosok gadis yang tengah ia peluk.

Vernon baru sadar ada seseorang disampingnya.

Punggung kecil tanpa sehelai kain itu membelakangi dirinya. Rambut coklat panjang dengan aroma khusus yang tak asing di indra penciuman Vernon.

Elaine.

Kejadian-kejadian eroris semalam langsung merasuk ke dalam ingatan Vernon.

"Sial." Suara Vernon sukses membuat Elaine terbangun.

"Y-Yang Mulia..."

Vernon menjauhkan diri sekaligus melepaskan dekapannya dari Elaine.

Kepalanya pusing.

"Yang Mulia, kau baik-baik saja?"

"Singkirkan tanganmu!" Hardik Vernon tatkala Elaine hendak menyentuh lehernya untuk mengecek suhu badan.

"Kau sedang sakit, Yang Mulia."

"Singkirkan!" Vernon menepis kasar tangan Elaine. Ia hendak mendorong gadis itu kuat tapi lagi-lagi kepalanya pening. Tangannya menyentuh pelipis, matanya mengernyit menahan dentuman keras dalam otak.

"Yang Mulia." Muka Elaine panik menyaksikan Vernon yang tengah meraung nyeri.

"Arghhh."

"Yang Mulia." Elaine mendekat dan segera meraih tangan Vernon agar lelaki itu tenang. Tapi Vernon menampik tangannya kuat hingga Elaine sedikit kesakitan.

"Apa kau tuli?!" Vernon kembali berteriak. "Pergi sialan!"

"Yang Mulia, kau sedang sakit." Tampaknya Elaine sudah tidak menghiraukan nyawanya. Gadis itu benar-benar cari mati. Darimana keberaniannya datang?

Semakin mendekat, Elaine berupaya menangkap tangan Vernon yang tengah memukul kepalanya sendiri.

"Yang Mulia." Bertubi-tubi tangan Elaine selalu dihempas ketika ia ingin menenangkan sang suami. Pun ia sempat tersungkur namun bangkit lagi dan menghampiri Vernon.

Hingga entah kekuatan darimana, Elaine berhasil meringkus tangan Vernon dan membuat pria tersebut berhenti bergerak.

"Yang Mulia..." Lirih Elaine lembut, ia menautkan jarinya disemua sela jari Vernon. Menggosok punggung tangan si pria lalu menatap orang paling menakutkan di Soverin itu dengan iba.

"Yang Mulia... tenanglah. Aku akan mengobatimu."

Tidak ada sahutan.

Setidaknya lebih baik daripada Vernon mengamuk dan menyakiti dirinya sendiri.

"Kemari." Elaine menuntun Vernon untuk kembali berbaring ke kasur.

"Apa masih sakit?"

Hanya ada anggukan kecil.

Tangan Elaine yang semula berantai dengan jari-jari Vernon- kini merangkak ke kepala pria tersebut. Elaine memijitnya lembut.

Elaine melakukan apa yang dulu sering Ibunya lakukan ketika kepalanya sakit. Ia belajar dan mempraktekkannya hari ini. Netra coklat itu memandangi Vernon sekilas. Tampaknya sudah mulai reda?

Syukurlah.

Elaine lanjut berfokus pada pijitannya.

Selang beberapa lama, kesadaran dan kewarasan Vernon mulai kembali. Pusing dikepalanya lumayan berangsur-angsur menghilang. Detik itu juga, Vernon menatap Elaine yang tengah khusyuk memijitnya. Sorot matanya turun dari wajah kebagian dada Elaine yang terekspos polos dengan puncak warna merah muda.

BEHIND THE MASK (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang