15. Serangkaian Kejutan

1.3K 140 59
                                    

Vernon kembali teringat akan gumpalan merah dua hari yang lalu. Entah kenapa hal itu mengusik perasaannya. Perasaan yang dia tidak tau apa artinya.

"Yang Mulia, persiapan penguatan Ibu Kota telah rampung, tinggal menunggu tinjauan dan persetujuanmu." Sebastian datang membawa kertas persiapan yang dimaksud.

Mata dibalik topeng itu melirik sekilas sebelum akhirnya melenggang pergi entah kemana.

***

"Putri Elaine..." Lirih Medive pelan sembari menatap wajah pucat Elaine yang terlelap lemah. Hera bilang, Elaine akan siuman cukup lama mungkin bisa satu atau dua hari mengingat ramuan yang ia berikan lumayan keras. Ini sudah hari kedua, bukankah seharusnya gadis itu bangun dari mimpinya?

"Orang sebaik Putri Elaine harus menderita berat seperti ini." Mata Medive memerah disertai bendungan bening yang sebentar lagi mungkin akan tumpah.

"Kenapa dunia begitu kejam kepada orang sebaik dirinya?" Tambah Medive benar-benar tak tahan dengan semua hantaman buruk yang menimpa Elaine.

Medive beralih pada Yara. "Bagaimana jika Putri Elaine tau bahwa calon bayinya dibunuh oleh suaminya sendiri?"

Melotot tajam akan omongan Medive yang lumayan sensitif, Yara cepat menjawab. "Hentikan Medive, kita sudah sepakat tidak akan membicarakan hal ini didepan Putri. Kita berjanji merahasiakannya. Jaga mulutmu."

Tes

Medive menangis.

"Aku hanya kasihan padanya."

Tatapan Yara semakin berang. Dia dan Medive benar-benar berbeda. Medive mudah bersimpati dan selalu menunjukkan perasaannya. Berbeda dengan Yara yang lebih tegas dan tidak gampang terintimidasi.

"Hentikan rasa kasihanmu, itu tidak membantu Putri Elaine sama sekali. Jaga mulutmu mulai sekarang, Medive. Putri Elaine akan lebih sakit jika ia tau yang sebenarnya."

Eunghh

Yara dan Medive bergegas berpaling pada suara lenguhan barusan.

"Putri..." Medive membantu Elaine untuk bersandar. Sedangkan Yara sudah mengambil segelas air putih dan ancang-ancang untuk menyodorkannya pada si gadis.

"Aakkhh."

"Putri..." Yara dan Medive getir dengan Elaine yang memekik sakit.

"Bagian bawah badanku terasa lumayan sakit."

Yara dan Medive menatap satu sama lain.

"Putri, kau kelelahan sampai tidak siuman dua hari ini. Jangan banyak bergerak dulu." Yara mencoba memberi nasehat namun Elaine merespon dengan mata melotot.

"Dua hari?"

"Iya, Putri." Sahut Yara.

Tampak raut khawatir muncul dimuka Elaine. "Apa Yang Mulia akan menghukumku lagi karena lalai dua hari tidak melayaninya?"

Geram, Yara ingin marah. Disaat keadaannya lagi sakitpun, yang dipikirin Elaine adalah melayani suaminya yang sangat bajingan itu.

Medive menyela. "Putri, tabib menyarankanmu untuk istirahat selama dua minggu, Yang Mulia juga mengetahuinya dan menyetujui permintaan tabib."

Elaine menengok lemah pada Medive. "Benarkah?"

Medive ngangguk mengiyakan.

Elaine sangsi. Tidak mungkin kan seorang Vernon bisa memberi persetujuan untuk dirinya beristirahat?

Kenapa?

***

Dua minggu berlalu, keadaan Elaine pulih dan sehat walau kadang perut bawahnya tiba-tiba keram.

BEHIND THE MASK (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang