4. The First Storm

200 33 5
                                    

Joanna kembali ke rumah. Dia hanya melamun sejak siang hingga malam. Karena dia mulai kepikiran soal mimpi yang baru saja menjadi nyata.

Takut, dia takut jika meninggal dengan cara yang tidak baik. Dia takut meninggalkan anaknya yang masih kecil. Apalagi meninggalkan hutang yang tidak sedikit. Sebab takut jika orang tuanya yang akan menanggung ini.

Sebelum menikah, Joanna tidak melihat Jeffrey memiliki red flag. Apalagi keluarganya. Sebab saat pacaran, semuanya tampak baik-baik saja.

Jeffrey bukan pria patriaki. Dia mau melakukan pekerjaan rumah, bahkan tidak masalah jika dia tidak ingin memiliki anak. Kalau istri belum siap.

Begitu pula dengan Jessica yang tampak seperti ibu normal yang tidak perhitungan. Sama seperti pernikahan Janet yang dari luar terlihat baik-baik saja. Tidak berakhir tiba-tiba karena memiliki masalah KDRT di dalam.

Joanna menyesal. Dia menyesal karena tidak menunggu sedikit lebih lama sebelum menikah. Kenapa harus terburu-buru menikah hanya karena usia.

Ya, meski mereka sudah lama mengenal. Sebelum akhirnya berpacaran satu tahun dan menikah di tahun kedua. Hanya karena merasa memiliki tujuan yang sama. Namun mereka lupa untuk mendiskusikan worst case jika hal ini terjadi di hidup mereka.

"Sayang? Kamu sedang apa? Kenapa lampu depan belum dihidupkan?"

Joanna sedikit terperanjat. Karena Jeffrey tiba-tiba masuk kamar. Sebab dia baru saja pulang kerja.

"Kenapa tidak bilang kalau Kak Janet dan anaknya korban KDRT suaminya? Kenapa tidak bilang kalau mereka akan berpisah dan kamu yang akan menanggung biaya hidup mereka?"

"Sayang, sorry. Aku tidak cerita karena takut kamu kepikiran. Aku baru tahu masalah ini saat h-2 pernikahan. Tidak mungkin aku menceritakan ini di saat kita masih dalam keadaan tegang. Aku janji masalah ini tidak akan mempengaruhi kehidupan penarikan kita. Aku sudah memperhitungkan semuanya. Aku akan mengerjakan banyak proyek bulan depan. Aku tidak akan membuat kamu kelaparan dan semua rencana kita akan kupastikan bisa terwujud sesuai tenggat."

Jeffrey memeluk Joanna. Membuat wanita itu sedikit tenang. Sebab dia tahu jika Jeffrey begitu passionate dalam pekerjaan. Itu juga yang membuatnya sangat jatuh cinta. Selain dengan kepribadiannya yang hangat.

Setelah melepas pelukan, Jeffrey melumat bibir istrinya. Lalu melucuti pakaian yang melekat di badan. Guna memulai percintaan.

Mengingat mereka memang hanya bulan madu di Bali selama dua hari saja. Karena Jeffrey hanya mendapat cuti sebentar. Sebab dia seorang arsitek yang memiliki banyak klien sekarang.

Joanna yang memang sudah resign kerja jelas hanya ikut saja. Dia juga tidak mengeluh meski Jeffrey hanya memiliki sedikit waktu libur kerja. Karena kembali lagi, mereka berhubungan saat sama-sama dewasa. Sehingga masalah seperti ini sangat mudah mereka pecahkan.

Selesai berhubungan, mereka mandi dan makan malam bersama. Menggunakan makanan yang diberi Jessica sebelumnya. Tentu saja Jeffrey yang hangatkan. Karena Joanna enggan makan malam sebenarnya, namun Jeffrey terus memaksa. Sebab mereka sedang mengikuti program kehamilan sekarang. Sehingga makanan harus tetap terjaga.

"Bagaimana kalau kita menunda punya anak?"

Jeffrey tersedak. Karena terkejut akan apa yang baru saja didengar. Sebab pembahasan masalah anak sudah jelas sebelumnya

"Kita sudah sepakat masalah ini sebelumnya. Kenapa tiba-tiba ingin menunda? Ah, masalah Kak Janet, ya? Sayang, kamu tidak perlu khawatir. Tabungan untuk masa depan kita dan anak kita masih aman. Aku tidak akan menyanggupi mengurus mereka jika itu mempertaruhkan masa depan kita"

Jeffrey menggenggam tangan Joanna di atas meja. Sebab dia benar-benar sudah menginginkan anak sekarang. Itu sebabnya dia bekerja begitu keras sebelumnya. Karena dia ingin menikah muda pada awalnya. Namun terhalang jodoh yang datang sedikit lebih lama.

Sehingga saat bertemu Joanna, Jeffrey tidak mau berlama-lama. Itu sebabnya mereka begitu cepat memutuskan menikah. Karena Jeffrey ingin cepat-cepat memiliki keluarga.

Joanna yang mendengar itu jelas agak merasa lega. Namun dia tidak ingin cepat merasa puas juga. Karena dia tidak ingin membuat calon anaknya menderita. Hanya karena dia tidak berhati-hati dalam bertindak.

"Apa ucapanmu ini bisa dipercaya? Coba buktikan!"

Jeffrey langsung meraih ponsel di atas meja. Lalu menunjukkan tabungan yang dipunya. Membuat senyum Joanna tersungging lebar.

"Kata dokter kita sehat, aku tidak sabar melihat miniatur kita."

"Aku juga."

Jeffrey dan Joanna lanjut makan. Sembari bercanda. sesekali mereka juga membayangkan, jika anak mereka ada. Karena usia mereka sudah matang dan jelas mereka iri saat melihat anak-anak teman yang sudah besar.

"Tunggu! Uang sebanyak itu hanya kamu tabung? Tidak kamu depositokan atau yang lain supaya bisa bertambah setiap tahun?"

"Aku tidak bisa main saham. Aku bukan anak ekonomi kalau kamu lupa. Kamu yang anak manajemen bisa coba kelola. Temanmu pasti banyak yang main saham, kan!?"

Joanna mengangguk singkat. Sebab dia memang memiliki banyak teman yang bekerja di bidang keuangan. Investasi saham, obligasi dan yang lainnya jelas sudah familiar ditelinga. Meski dia hanya menginvestasikan uang di satu produk saja.

"Nanti log in saja akunnya di ponselmu. Aku percaya kamu bisa kelola uang itu."

Joanna menatap Jeffrey tidak percaya. Sebab selama ini dia hanya tahu jika Jeffrey mencintainya. Namum dia baru tahu jika pria ini begitu percaya padanya.

Karena dia tahu jika uang lima ratus juta tidak sedikit baginya. Mengingat Jeffrey merintis karir ini dari bawah. Karena ayahnya yang seorang pensiunan tentara tidak memiliki koneksi arsitek sebelumnya.

Jeffrey berkata seperti ini tentu ada dasarnya. Karena dia tahu Joanna pintar mengatur keuangan. Dia pintar memburu diskonan, hingga kerap mendapat barang dengan separuh harga. Membuat Jeffrey yang memang selama ini tidak tahu apa-apa jelas takjub padanya.

Saat pacaran mereka sering sekali liburan ke luar negeri. Hampir setiap bulan sekali. Karena Joanna selalu dapat tiket dengan harga murah. Bahkan teman-temannya juga kerap meminta Joanna untuk memesankan.

Bayangkan saja, tiket pesawat pulang pergi Jakarta Singapura hanya 1 juta per pax. Padahal jika pesan sendiri, Jeffrey dapat di atas dua 2 jutaan. Belum hotel dan yang lainnya. Tidak heran jika Jeffrey mudah mempercayakan uang sebanyak itu pada istrinya.

Aneh, seharusnya aku merasa senang karena Jeffrey tampak begitu percaya padaku. Tapi kenapa perasaanku tidak enak seolah akan ada hal buruk yang terjadi padaku?

Batin Joanna yang masih menatap Jeffrey. Pria itu mulai mendekatkan ponsel mereka saat ini. Guna memindahkan akun rekening tadi. Sebab aplikasi ini hanya bisa login di satu device.

Tbc...

THE WORLD THAT SHE LIVE IN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang