7. Mati Rasa

268 31 0
                                    

Dengan fokus keduanya membidik target mereka. Tembakan pertama keduanya berhasil tepat sasaran. Tedy bisa bernapas lega. Sepertinya papanya tidak memiliki niatan untuk mencelakai dokter Adel. Matanya melirik papanya yang bersiap menembakkan peluru kedua. Akan tetapi dahinya mengernyit melihat sudut yang diambil oleh moncong laras panjang tersebut.

Dor

Tembakan kedua meleset. Menggores sisi lengan dokter Adel sehingga darah merembes. "TIDAK MUNGKIN" batin Tedy.

"Ah sial! Sepertinya umur memang tidak dapat membohongi ya. Mata papa sudah tidak tajam ternyata. Gung tolong ambilkan kacamata saya"

"Baik pak"

Batin Tedy bergejolak. Benarkah papanya tidak sengaja. Atau papanya memang sengaja. Dirinya memandang khawatir wanita di depan sana. Tedy kembali bersiap menembak. Dia tidak ingin berpikir macam-macam dulu. Pikirnya lebih cepat sesi ini selesai maka akan lebih cepat juga dia mengobati luka Adel. Tembakan kedua Tedy berhasil tepat sasaran.

"Hmm oke juga kamu Ted" komentar Pak Prabu.

Setelah memakai kacamatanya, Pak Prabu kini membidik target kembali. Mata Tedy terbelalak "TIDAK. INI SENGAJA!" batin Tedy.

Dan benar saja, peluru melenceng terlalu jauh dari target. Peluru tersebut menembus paha kanan bawah Adel. Anak-anak Pak Prabu menahan napas, ini baru pertama kali mereka melihat adegan nyata seperti ini di depan mata mereka. Suara mereka tercekat, tidak ada yang mampu bersuara melihat wanita di depan sana yang kesakitan dan mungkin mendekati ambang kematiannya.

"Hah... payah. Sepertinya kemampuan papa memang sudah hilang"

Pak Prabu kemudian menembakkan kembali peluru berikutnya. Dan kembali meleset. Kali ini menggores pinggang Adel. Tedy mematung, otaknya tidak dapat berpikir. Sekujur tubuhnya dingin dan membeku melihat kilat mata papanya menatap target di depannya. Sosok itu bukan papanya. Dia bahkan tidak dapat mengenali sorot mata predator tersebut. Sejujurnya Tedypun merasakan tangannya gemetar takut. Selama karirnya di militer, tidak satupun musuh ataupun peluru tajam yang siap menembus jantungnya membuatnya takut. Tapi kini dia ketakutan dihadapkan dengan sosok papanya.

"Yah payah sekali papa ini dek. Team kita sepertinya kalah. Ya mau gimana lagi, papa kesal lihat wanita itu dek"

"Kenapa pa? Ini di udahin aja pa, kasihan itu mbanya udah luka-luka" ucap Frank.

"Hahaha kalian tau ga? Ternyata papa baru sadar kalau anak papa ini punya turunan hati lembut seperti mama kalian" kekeh Pak Prabu

"Ada pelajaran penting dari papa buat kalian semua. Semua pengambilan keputusan di hidup kalian itu, jangan pernah melibatkan hati. Kalau hati yang terlibat, pasti akan ada yang dirugikan. Bisa jadi orang lain ataupun kalian sendiri. Papa jadi inget dulu waktu masih aktif pernah ditugaskan di area konflik. Waktu itu papa bukan komandannya, papa hanya prajurit biasa. Waktu itu kita semua tersudut dek. Posisinya semua prajurit harus segera mundur. Semua prajurit sudah mundur, kita semua sudah naik ke helikopter tempur. Tapi ternyata komandan papa masih terjebak baku tembak. Kemudian senior papa yang berpangkat kapten berusaha menolongnya. Tapi ternyata komandan papa tadi berusaha menyelamatkan dokter yang dia cintai. Sampai akhirnya dalam baku tembak itu komandan papa dihadapkan dengan dua pilihan siapa yang akan dia selamatkan. Egoisnya dia lebih memilih wanita yang dia cintai dari pada kapten tadi. Padahal kapten itu yang selama ini mendampingi komandan papa saat bertugas. Beliau benar-benar sudah seperti saudara kandung. Karena keegoisan komandan papa ini, ada keluarga yang harus kehilangan anaknya. Mimpi dari orang yang disayangi harus terhenti karena gugur akibat keegoisan leadernya. Papa harap anak-anak papa tidak seperti itu. Pada akhirnya banyak perasaan yang tersakiti kan jadinya."

Tedy menyadari bahwa apa yang diceritakan papanya adalah kisah dirinya dengan masnya. Pandangan matanya sendu. Harusnya tidak begini batinnya.

"Kalau papa jadi orang tua kapten itu, sudah pasti papa cari wanita itu. Orang tua mana yang tidak sakit kalau ditinggal terlebih dahulu oleh anaknya."

Pak Prabu mengatakan hal tersebut sambil menatap wanita di depannya bersiap kembali untuk menembak.

Dor

Peluru melesat mengenai lengan Adel. Wanita tersebut sudah lemah dengan raut wajah kesakitan.

"Kalau papa, sudah pasti akan siksa wanita itu. Tidak akan papa biarkan dia mati dengan mudah. Ibaratnya dia tidak boleh hidup tapi juga tidak boleh mati"

Hati Tedy menjerit melihat wanita yang dia cintai tersiksa di depan sana. Sedangkan raganya membeku, otaknya kosong tidak tau apa yang harus di lakukan. Pandangan matanya kosong ke depan. Hingga kedua mata indah Adel bersitatap dengan netra Tedy. Adel tersenyum tipis sekali sembari mengangguk kecil. Hati Tedy mencelos melihatnya. Senyum tersebut akan menjadi senyum indah terakhir yang dia lihat dari Adel. Jari Pak Prabu bersiap menarik pelatuk. Tedy menutup matanya dan setetes air mata jatuh membasahi pipinya.

"Maafkan saya del" bisiknya lirih.

Dorr...

Semua orang terdiam, syok dengan apa yang mereka lihat. Senyum tersungging di bibir Pak Prabu.

" Kamu tau kan maksud Papa apa? Hari ini Papa ajarkan ilmu yang sangat berharga buat kamu Ted. Papa harap kamu selalu mengingatnya sepanjang hidupmu."

Jemari Tedy yang baru saja menarik pelatuk tersebut gemetar hebat. Yaa.. Tedy sendiri lah yang memutuskan untuk mengakhiri penderitaan Adel. Hatinya sakit sedangkan isi kepalanya penuh dengan suara-suara yang menyalahkan dirinya. Tedy sadar diri, sedari awal harusnya dia tidak melibatkan hati. Kini hatinya sudah hancur, kisah cintanyabyangbdia harapkan juga hancur. Suara-suara dikepalanya kembali mendoktrin dirinya menjadi sosok yang dingin.

Tedy tersenyum manis sekali kepada Papanya.

" Tentu saja pa. Tedy akan ingat selalu"

Pak Prabu tersenyum dan memeluk Tedy. Mengelus kepalanya sayang dan menepuk punggungnya sembari membisikkan pelan telinga Tedy "Sekarang jadilah anjing yang manis yang menurut pada tuannya"

Memang strategi perang untuk mendapatkan yang diinginkan itu tidak harus melulu mengenai angkat senjata ataupun kekerasan. Tapi bisa dengan rusak inti terdalam dirinya yaitu hatinya. Mau sekuat apapun itu musuh kalau sudah hati kecilnya yang dirusak, maka dengan mudah kita pasangkan tali dilehernya. Seperti saat ini, Pak Prabu tersenyum kemenangan sambil mengelus sayang kepala Tedy. Seperti menjinakkan anjing yang setia. Jika sudah seperti ini maka jalannya untuk meraih ambisinya serta membalas sakit hatinya akan mudah sekali pikir Pak Prabu.

Sementara itu orang-orang Pak Prabu membereskan kekacauan yang terjadi termasuk menyiapkan alibi kematian dokter Adel. Sungguh malang nasib wanita tersebut dengan luka tembak tepat didahinya. Tanpa disadari semua orang, sepasang mata hitam legam menatap nyalang kearah keduanya. Dia takut tapi dia juga marah.

"Ini menakutkan, Kay ga kenal siapa mereka".

Tbc

Not an easy lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang