9. Flashback

268 32 2
                                    

Dulu waktu Tedy masih remaja jika ada orang yang tanya padanya siapakah orang yang paling dia takuti, dengan mantap dia pasti akan menjawab eyangnya. Siapa lagi jika bukan Pak Handoyo, presiden RI ke-2. Waktu kecil dia tidak paham kenapa dia tidak pernah diajak untuk bertemu dengan eyangnya. Selalu saja yang diajak adalah mas Rizky. Meskipun dengan segitu banyaknya paspampres disekelilingnya, tidak ada satupun yang memperhatikannya seperti mereka memperhatikan masnya.

Sampai suatu hari, dia dikejutkan dengan sikap orang-orang eyangnya. Sepulang dari sekolah dia tidak langsung diantar pulang oleh supirnya. Melainkan diajak untuk makan ayam goreng tepung disalah satu restoran mewah. Tedy dibiarkan memesan makanan apapun yang dia sukai. Dengan senyum lebarnya dia memilih makanan yang dia sukai, bahkan dia memesan 2 burger untuk dirinya. Setelah selesai menghabiskan makan siangnya, dia bertanya kepada orang yang ditugaskan untuk menjemputnya itu.

"Om... kita mau kemana?"

"Saya diminta mengantarkan mas Tedy ke Kartam mas"

Tedy mengangguk padahal dia tidak tahu mau di bawa kemana. Setelah 20 menit perjalanan, mobil yang ditumpangi pun mulai memasuki gerbang rumah yang dijaga ketat oleh paspampres.

"Om, kita mau ketemu siapa? Aku belum pernah kesini. Apa di dalam ada papa?"

"Di dalam sudah ada eyangnya mas Tedy. Sepertinya beliau kangen mas. Belum pernah ketemu toh?" Tedy menggeleng tapi dia tersenyum cerah. Untuk pertama kalinya dia akan ketemu eyangnya.

"Tau gitu tadi om harusnya bilang dari tadi biar Tedy bungkusin eyang burger". Kesalnya

Mobil pun berhenti di depan teras. Pintu mobil dibukakan oleh pengawal Pak Handoyo. Tedy diarahkan untuk masuk karena sudah ditunggu oleh Pak Handoyo di ruang kerjanya. Di ruang kerjanya, pak Handoyo sedang duduk santai sambil merokok. Kemudian Tedy masuk ke ruang kerja pak Handoyo ditemani oleh 2 ajudannya. Pak Handoyo kemudian memberi kode kepada kedua ajudannya untuk meninggalkan mereka berdua.

"Emm... eyang apa kabar?" Tedy menyapa kakeknya dengan ragu-ragu. Maklum mereka belum pernah bertatap muka secara langsung. Apalagi ngobrol berdua.

Pak Handoyo tidak membalas perkataannya, beliau hanya menatap tajam kedua bola mata bulat Tedy. Tedy yang ditatap dengan tajam lama-lama nyalinya ciut juga. Dia pikir dia akan kena marah karena tidak sopan tidak mengunjungi kakeknya tanpa membawa buah tangan. Dia sudah bersiap meminta maaf kepada kakeknya sebelum dipotong suara kakeknya.

"Kamu kalo besar mau jadi apa?" Tanya Pak Handoyo

Tedy melongo, dikiranya dia akan kena marah. Eh ternyata malah ditanya cita-citanya. Dengan malu-malu dia menjawab

"Pingin jadi tentara kayak papa sama eyang hehehe..."

"Kalau mau jadi tentara itu harus tegas jangan cengengesan". Sentak Pak Handoyo.

Secara naluri Tedy langsung menegapkan tubuhnya. Senyumnya pun juga digantikan dengan raut muka serius.

"Saya mau sekolahkan kamu sekolah intelejen. Sekarang kelas 2 SMP kan? Saya rasa masih belum terlambat". Tedy hanya diam saja menunggu penjelasan kakeknya karena dia sendiripun tidak paham.

"Kalau kamu mau jadi tentara, saya sekolahkan kamu di sekolah intelejen yang ada Perancis. Sekolah itu semi militer jadi kamu bisa mempersiapkan diri nantinya kalau mau jadi tentara. Setelah lulus high school, baru kamu bisa kembali ke Indonesia untuk melanjutkan Akademi militer di sini. Tapi dengan syarat kamu harus bisa lulus dari sana menjadi yang terbaik dari yang terbaik".

"Kalau tidak eyang?"

"Saya akan urus dokumen kepindahan kewarganegaraan kamu. Terserah nantinya kamu mau jadi apa disana yang penting tidak pulang ke indonesia. Tenang saja saya akan tetap kirimkan kamu uang untuk hidup disana sampai kamu bekerja nanti".

Not an easy lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang