3. Tujuh hari

345 36 3
                                    

Tepat hari ini adalah acara Tujuh harian meninggalnya putra pertama Pak Prabu. Peringatan acara dilakukan di rumah Kertanegara. Banyak petinggi partai, jendral, politisi hingga presiden menghadiri acara tersebut. Tepat hari ini juga pertamakalinya Tedy menjabat sebagai ajudan Menhan.

"Mas Ted, tadi sekretaris mama WA aku. Katanya nanti mama sama keluarga besar kakek datang jam 9 malam. Mereka ga mau ketehuan publik makanya dateng malem pas acara doa udah selesai." Ujar Frank.

"Ohh yaudah nanti mas instruksikan pengawal yang berjaga dibelakang buat siap-siap. Nanti biar rombongan mama lewat pintu belakang. Oiya Frank, jangan lupa minta nomor telpon kepala keamanan rombongan mama. Biar nanti gampang buat koordinasi pengawalannya."

"Oke mas."

Selepasnya, Tedy menemui pak Prabu yang sedang berbincang dengan tamunya. Tedy membisikkan perihal rencana kedatangan mamanya ke Kertanegara. Pak Prabu hanya mengangguk menanggapinya.

Acara doa bersama berjalan dengan khusyuk, mendekati jam 9 malam, benerapa tamu mulai pulang. Hanya tersisa keluarga dekat saja.

"Mas Agung, nanti kita switch posisi ya. Saya ga bisa selalu di dekat papa." Kata Tedy kepada Agung yang sedang mengawasi di sudut ruangan.

Mendengar permintaan Tedy, Agung tersenyum maklum dan mengangguk. Ikut bersama Pak Prabu sejak Tedy remaja, membuat dia mengerti alasan permintaan Tedy tersebut.

Pukul 9 malam lebih 18 menit, Bu Tatik dan seluruh keluarga besar Handoyo nemasuki rumah. Kedatangan mereka sedikit menyita perhatian tamu yang tersisa. Bagaimana tidak keluarga mantan presiden kedua RI ini memang memiliki aura penguasa yang sangat kuat.

Pak Prabu didampingi Agung menyalami keluarga Handoyo. Kemudian pandangan Pak Prabu beralih ke mata indah mantan istrinya tersebut. Sebenarnya tidak bisa dibilang mantan istri juga karena tidak ada berkas perceraian yang ditanda tangani oleh keduanya. Keduanya hanya terpisahkan karena dipaksa keadaan. Bu Tatik memeluk Pak Prabu dengan kuat. Tumpah sudah air mata beliau kehilangan putra pertamanya.

Orang-orang hanya dapat mengiba dengan situasi pasangan tersebut.

"Mama... apa kabar dek Kay kangen mama"

Suara lirih Kayla menyadarkan kedua orang tuanya.

"Mama juga kangen putri mama. Sini nak peluk mama."

Kayla langsung menghambur ke pelukan hangat mamanya setelah 13 tahun tidak bertemu. Keduanya menangis bersama-sama

"Mama... masa cuman adek doang yang dipeluk... mas Danio sama Frank juga kangen ini." Ucap putra ketiganya yakni Daio Wijayanto.

Bu Tatik dan Pak Prabu tertawa kecil mendengar rengekan putra mereka.

"Sini-sini anak mama kita pelukan teletubies."

Ketiganya berpelukan erat, saling membagi kesedihan dan saling menguatkan. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata sendu yang menatap reuni keluarga tersebut dari sudut ruangan.

Hari semakin malam, tamu undangan mulai berpamitan meninggalkan rumah Kertanegara.

Sepasang kaki melangkah dengan gagah, menghampiri Bu Tataik yang tengah duduk santai di sofa sambil menikmati musik yang dimainkan oleh band klasik bentukan papanya.

"Assalamu'alaikum ma, apa kabar?." Tedy menyalami tangan mamanya.

Bu Tatik sedikit terkejut dengan kehadiran putra keduanya. Diterimanya salam Tedy dengan senyum tipisnya.

"Oiya Ted, Wa'alikumsalam."

Hening setelahnya. Keduanya agak canggung tidak tahu harus bersikap bagaimana.

"Ma, Tedy mau ngomong sesuatu dengan mama. Tapi ditempat yang agak sepi ma, boleh?"

"Ga perlu. Disini aja kalo ada yang mau diomongin." Balas Bu Tatik dengan sedikit dingin

"Ma, tolong hargai Tedy. Sekarang Tedy sudah bukan anak-anak lagi ma. Tedy juga punya martabat yang harus Tedy jaga."

"Ga perlu bawa martabat dan harga diri di depan mama ya kamu. Saya izinkan kamu panggil saya mama aja sudah sepatutnya kamu bersyukur, ngga usah minta yang aneh-aneh lagi. Kalo saya ga ngehargain kamu, ngga mungkin saya biarin keluarga ini dalam kondisi kayak gini."

Tedy terdiam mendapat balasan seperti itu dari mamanya. Diurungkanya niatan untuk mengobrol secara probadi dengan mamanya itu. Dia menghela napas dengan pelan. Entah sudah berapa kali dia menghela napas hari ini. Bukan hanya fisiknya hang lelah, tapi juga batinnya.

"Yaudah ma, ngga jadi. Kapan-kapan aja."

"Oiya, kedepannya kalo ada keperluan dengan papa, mama suruh sekpri mama hubungi Tedy aja. Karena mulai hari ini sampai kedepannya Tedy ditugaskan jadi ajudan papa." Ucap Tedy sebelum beranjak pergi meninggalkan mamanya.

"Oh bagus kalo gitu. Jangan lupa janji kamu yang waktu itu ya." Jawab Bu Tatik acuh.

"MOM, hari ini tidur disini aja ya? Kayla mau tidur sama mama. Mumpung mama disini." Kayla mendekati mamanya sambil mencoba merayu.

"Kamu menginap semalam aja disini dek, ada hal penting yang mas mau omongin juga." Sambung Pak Prabu yang berjalan dibelakang Kayla.

"Aku juga niatnya juga gitu mas, ada kabar bahagia yang mau aku sampaikan." Jawab Bu Tatik dengan senyum cantiknya.

Tedy yang sebelumnya belum sempat meninggalkan ruangan, mendengarkan pembicaraan singkat kedua orang tuanya. Setelahnya dia melangkah keluar dan menutup pintu. Tubuhnya menyandar di balik pintu dengan wajah menengadah ke atas mencegah buliran air keluar dari matanya.

"Mas ky, hari ini pertama kalinya mama kesini setelag 13 tahun. Harusnya mas disini peluk mama. Papa lagi berjuang buat satuin lagi keluarganya mas. Harusnya Tedy bahagia ya mas, tapi kenapa yang Tedy rasain malah sakit dan takut mas. Tedy takut ditinggal sama papa dan adek-adek." Batin Tedy nelangsa.

Tbc

Not an easy lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang