•Renjana[18+]

1.7K 130 124
                                    

**

"Menilik memori hanya akan membuat hati sengsara, tapi tetap memendamnya malah justru menikam sukma."

-Rayana Shana Wiriya-

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Di tengah malam, Shana mendengar suara detak jarum jam pada hening suasana kamar dengan penerangan yang remang. Ia duduk bersandar diatas ranjang menatap kosong sebuah sofa yang berada di ujung ruangan, tapi isi kepalanya riuh, jiwanya berisik. Ia bekap kedua telinga dengan telapak tangan berharap suara gemuruh itu berubah menjadi tenang, matanya mengatup kuat-kuat. Shana patah di bait terakhir memori yang selalu membawanya kembali pada ingatan yang sangat ia benci.

Hujan turun membasahi permukaan bumi, pengganti air mata yang masih sukar untuk menjumpai pipi. Shana merasa mimpinya runtuh sejak kali pertama raganya di paksa menuruti adorasi. 

"Kenapa harus saya, pah?" Suaranya bergetar, ia bertanya pada pelataran memori yang tak akan menemui jawaban pasti karena shana sendiri sudah mati tertusuk duri. Terduduk shana di dalam ruang tanpa tepi, jiwanya terbelit arang tanpa api, juga kepala yang terlilit sunyi tanpa sepi.

Shana tidak ingin sendiri, shana tidak ingin selamanya menjumpai elegi juga melawan memori. Rasanya seperti shana sedang dihujani tendangan kaki yang mengarah tepat ke hati. Tersungkur ia tak kuasa menahan gravitasi. Lalu terdengar suara gemuruh langkah kaki sesaat sebelum ketukan pintu kamar menjadi pengganti sunyi.

Tok! Tok! Tok!

Shana terkesiap, tersadar dari lamunan penuh arti.

--

"Mau apa lagi?" Ucap shana saat pintu kamarnya dibuka dan menampilkan sosok gheovani yang berdiri dengan wajah yang murung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau apa lagi?" Ucap shana saat pintu kamarnya dibuka dan menampilkan sosok gheovani yang berdiri dengan wajah yang murung.

"Ci shana, aku minta maaf."

Shana menatap wanita di hadapannya malas, enggan menjawab dan berniat menutup kembali pintu kamar.

"Ci shana, tunggu." Gheovani menahan pintu tersebut agar tetap terbuka dan membiarkan shana tetap berada dalam jangkauan pandangnya.

ARTistic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang